Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana Israel mau mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat Sungai Jordan.
Hanan Ashrawi, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengatakan pemimpin Palestina memandang secara sungguh-sungguh pengumuman Netanyahu bahwa dia akan mencaplok permukiman Yahudi di Tepi Barat.
"Ini adalah pengumuman nyata mengenai keinginan untuk melancarkan kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma dan pelanggaran besar terhadap Piagam PBB. Itu juga adalah penerjemahan praktis mengenai apa yang disebut hukum negara rasis, yang disahkan awal tahun ini oleh Knesset Israel," kata Ashrawi di dalam satu pernyataan.
Wanita pejabat tersebut mengatakan janji Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah upaya nyata untuk memperoleh kekuatan politik dan meraih suara bagi kubu ekstremis sayap-kanan dalam pemilihan anggota dewan legislatif mendatang, menurut laporan Kantor Berita Palestina, WAFA, yang dilansir dari Antara di Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Pada saat yang sama, Netanyahu terus menjalankan kebijakannya untuk mewujudkan "Israel Raya" di semua tanah Palestina, yang bersejarah.
"Tindakan semacam itu dimungkinkan oleh perlindungan politik, hukum dan keuangan dari pemerintah AS saat ini, yang duta besarnya, David Friedman, dan utusannya, Jason Greenblatt, secara aktif telah mendukung kegiatan permukiman tidak sah dan menyetujui pencaplokan," katanya.
Proyek permukiman tetap menjadi pukulan terbesar bagi setiap peluang bagi perdamaian dan kestabilan. Pencurian sumber daya dan lahan, oleh Israel yang terus berlangsung, dengan jelas dirancang untuk menghalangi rakyat Palestina mencapai hak kemerdekaan mereka, yaitu hak yang tak bisa dibantah, hak untuk menentukan nasib sendiri dan kebebasan, kata pernyataan tersebut.
Dalam konteks itu, mengincar pusat masyarakat "Burj Al-Luqluq" dan permukiman Isawiya di Jerussalem, selain penghancuran rumah yang berlanjut, perampasan tanah dan tindakan lain di kota yang diduduki tersebut, mencerminkan keinginan Israel untuk mengusir penduduk asli Palestina dan menghapuskan kebudayaan dan kehadiran mereka. Pada saat yang sama, Israel mengubah susunan demografis dan budaya di kota itu.
"Tidak-sahnya permukiman Israel dan status Jerusalem sebagai kota yang diduduki sudah jelas dalam hukum internasional. Masyarakat internasional memiliki kewajiban untuk menerjemahkan komitmennya pada hukum internasional menjadi tindakan dan mempertahankan dari perbuatan Israel ini. Kami menyeru semua pelaku internasional yang bertanggung jawab agar mengesahkan langkah penangkal, termasuk sanksi, memaksa Israel agar menghentikan tindakan tidak sahnya dan pelanggaran yang terus-menerus terhadap hukum internasional dan hak nasional rakyat Palestina," bunyi pernyataan tersebut. []