PKS Pertanyakan Motif Jokowi Terbitkan Perpres No 7 Tahun 2021

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam, Sukamta mempertanyakan motif Presiden Joko Widodo (Jokowi) melahirkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021.
Wakil Ketua Fraksi Bidang Polhukam, Sukamta mempertanyakan motif Presiden Joko Widodo (Jokowi) melahirkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021. (Foto: Dokumen Sukamta)

Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI melalui Wakil Ketua Fraksi Bidang Polhukam, Sukamta mempertanyakan motif Presiden Joko Widodo (Jokowi) melahirkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021.

Perpres yang ingin melibatkan masyarakat dalam pelaporan terhadap permasalahan ekstrimisme di lingkungan sekitar ini mendapatkan kritikan beragam dari berbagai pihak salah satunya FPKS DPR RI.

Indeks demokrasi juga akan memburuk, masyarakat takut berbicara menyampaikan pendapat dan aspirasi yang berbeda dengan pemerintah karena takut di cap ekstrimis

Dalam hal ini, kata Sukamta, FPKS DPR RI memberikan beberapa catatan kritis terkait Perpres Nomor 7 Tahun 2021.

"Apa motif pemerintah melahirkan Perpres esktrimisme ini? Padahal sudah ada UU Terorisme yang dipergunakan untuk memberantas teroris. Apakah perpres ini benar-benar menyasar pencegahan tindakan terorisme atau punya motif lain. Ini yang menjadi catatan pertama dari F-F-PKS DPR RI," kata Sukamta melalui keterangannya, Rabu, 20 Januari 2021.

Catatan kedua dari F-PKS, kata sebut anggota komisi I DPR RI ini mengenai multitafsir ekstrimisme.

Dia mengatakan, tafsir ekstrimisme versi pemerintah ini berbahaya bagi keadilan hukum dan iklim demokrasi. Pandangannya, pemerintah membuat tafsir sendiri mengenai ekstrimisme yang tidak jelas bentuk dan ukurannya.

"Sehingga dalam tataran teknis menjadi multitafsir. Misal, ada laporan dari masyarakat tentang kejadian ekstremisme kepada kepolisian terhadap orang atau kelompok dengan keyakinan tertentu yang dianggap mendukung ekstrimisme kekerasan polisi pun akan menafsirkan laporan secara subjektif," ujarnya.

"Kalau pemerintah serius mau memberantas terorisme maka pergunakan Undang-Undang Terorisme. Selama ini UU Terorisme hanya dipergunakan untuk mengadili pelaku teroris dengan baju agama Islam. Sedangkan kelompok pemberontak, makar di Papua tak pernah ditangani layaknya kasus terorisme namun hanya ditangani seperti kelompok kriminal bersenjata biasa," ujarnya menambahkan.

Anggota DPR Dapil DI Yogyakarta ini kemudian memberikan sebuah hipotesis tentang tujuan dilahirkannya Perpres tersebut.

"Kita sebagai bagian yang sedang di luar pemerintah yang punya agenda, mudah saja kelak membuktikan apa tujuan lahirnya perpres ini. Jika KKB Papua tidak ditangani selayaknya kasus terorisme," katanya.

"Kemudian pemerintah menangani kasus ekstrimisme lain yang level ekstrimnya masih di bawah KKB Papua maka perpes ini memang bertujuan untuk menekan kelompok ekstrimis sesuai tafsir pemerintah bukan benar-benar bertujuan memberantas ektrimisme kekerasan mengarah ke terorisme," sambung Sukamta.

PKS Menolak ekstremisme

Dia menegaskan, PKS jelas dalam menyikapi permasalahan ekstrimisme. Sukamta yang kini menjabat sebagai ketua DPP PKS Badan Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri menyebutkan partainya menentang ektrimisme, kekerasan dan terorisme.

"PKS sebagai partai Islam rahmatan lil alamin, mendorong pemahaman dan tindakan yang tawasuth atau moderat, pertengahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. PKS menentang ekstremisme dalam semua bentuknya yang dilakukan oleh siapapun baik kelompok masyarakat maupun penyelenggara negara. PKS juga menginginkan penanganan ekstrimisme dilakukan dengan cara-cara yang baik bukan dengan cara ekstrim," ucapnya.

Lebih lanjut, tambah Sukamta, dirinya mengaku khawatir jika cara cara ekstrim dipakai. Sebab, lanjutnya, lebih banyak mudarat daripada manfaat.

"Dengan pelibatan masyarakat secara masif sampai grassroot, yakni dengan mendorong masyarakat membuat laporan, saya kok khawatir justru ini akan membuat masyarakat makin terbelah. Akan muncul di tengah- tengah masyarakat sikap saling curiga dan saling menuding. Keterbelahan masyarakat yang bhineka dan majemuk ini akan berbahaya," tuturnya.

PKS mengharapkan pemerintah seharusnya mendorong persatuan bukan membuka ruang perpecahan.

"memperbesar energi dan aura menuju tunggal ika akan lebih kondusif daripada mendorong saling melaporkan. Kok seperti jaman PKI saja," katanya.

Sukamta kemudian memberikan refleksi kondisi kebangsaan bahwa saat ini rakyat Indonesia sebagian besar menganggap keadilan di negara ini timpang.

"Dahulu hukum tumpul bagi si kaya dan tajam bagi si miskin, kini ketimpangan bertambah. Kekebalan hukum bagi si pendukung pemerintah dan bagi para pengkritik pemerintah di persekusi, diancam dan dibui. Indeks demokrasi juga akan memburuk, masyarakat takut berbicara menyampaikan pendapat dan aspirasi yang berbeda dengan pemerintah karena takut di cap ekstrimis," ucap Sukamta.[]

Berita terkait
PKS Tegaskan Pemulihan Ekonomi Tergantung Keberhasilan Vaksin
Ketua DPP PKS, Anis Byarwati mengatakan pemulihan ekonomi di Tanah Air bergantung pada keberhasilan vaksin Covid-19.
Perbedaan Indonesia Zaman SBY dan Zaman Jokowi
SBY dengan prinsip zero enemy menumbuhsuburkan gerakan ekstrem di Indonesia. Jokowi harus kerja ekstra keras mengatasi masalah yang dibuat SBY itu.
Jokowi Tinjau Lokasi Gempa di Mamuju Sulawesi Barat
Presiden Jokowi datang meninjau langsung Mamuju Sulawesi Barat pasca gempa yang melanda wilayah tersebut.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.