Perbedaan Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 23/2003

Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan dianggap merugikan kepentingan buruh.
UU Cipta Kerja tetap mengatur pesangon terhadap pekerja atau buruh yang terkena PHK. Ini tertuang dalam Pasal 156 UU Cipta Kerja. (Foto: Tagar/Indonesia.go.id/Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah).

Jakarta - Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  mengundang kontroversi dan kritik tajam masyarakat khususnya pekerja atau buruh. Ini karena UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan dianggap merugikan kepentingan pekerja atau buruh.

Dalam Omnibus Law Cipta Kerja memang banyak mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi buruh. Berikut Tagar rangkum aturan terkait ketenagakerjaan yang ada di UU Cipta Kerja dan tidak ada di Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun sebaliknya.

1. Soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Kontrak

UU Cipta Kerja mengatur soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak. Dalam UU Cipta Kerja ada tambahan berupa kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT.

"Ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang itu adalah justru memberikan perlindungan kepada pekerja PKWT yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT," ucap Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2020.

2. Soal Pekerja Perusahaan Alih Daya atau Outsourcing

UU Cipta Kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang objek pekerjaannya masih ada. Apabila terjadi pengalihan pekerjaan dari perusahaan alih daya, masa kerja dari pekerja atau buruh tetap dihitung.

Selain itu, dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, UU Cipta Kerja juga mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam sistem online submission. Dengan begitu, perusahaan outsourcing yang selama ini tidak terdaftar bisa terkontrol.

"Maka dengan undang-undang ini pengawasan bisa kita lakukan dengan baik karena harus terdaftar dalam sistem OSS," ujar Ida.

3. Soal Waktu Kerja

Ketentuan waktu kerja dan waktu istriahat tetap diatur sebagaimana UU Nomor 13 Tahun 2003 dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat di sektor usaha dan pekerjaan tertentu. Menurut Ida, undang-undang yang eksis tetap ada tetapi mengakomodir tuntutan perlindungan bagi pekerja atau buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu di era ekonomi digital saat ini.

"Jadi benar-benar kita mengakomodasi kondisi ketenagakerjaan akibat adanya berkembang begitu cepatnya ekonomi digital," tutur Ida.

4. Upah

UU Cipta Kerja tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja atau buruh sebagaimana UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan PP 78 Tahun 2015. Dengan demikian,  upah minimum tetap diatur kemudian ketentuannya mengacu pada UUKetenagakerjaan dan PP 78 Tahun 2015.

"Memang selanjutnya akan diatur dengan peraturan pemerintah, jadi formulanya lebih detailnya diatur dengan peraturan pemerintah," ucap Ida.

Hal baru terkait upah yang ada di UU Cipta Kerja yakni menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran upah minimum. "Jadi tidak bisa ditangguhkan, ini clear disebutkan di Undang-Undang Cipta Kerja ini," ujar Ida.

5. Soal Pesangon

UU Cipta Kerja tetap mengatur pesangon terhadap pekerja atau buruh yang terkena PHK. Ini tertuang dalam Pasal 156 UU Cipta Kerja.

Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang besaran pesangon diatur sebesar 32 kali gaji. Sedangkan, dalam UU Cipta Kerja, jumlah maksimal pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja atau pelaku usaha dan 6 kali (cash benefit) diberikan melalui Program JKP yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam UU Cipta Kerja peraturan perhitungan pesangon kepada pekerja atau buruh terkena PHK ada di pasal 156, berikut perinciannya.

Pasal 156

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. Masa kerja kurang dari satu tahun: 1 bulan upah;

b. Masa kerja satu tahun atau lebih tetapi kurang dari dua tahun: dua bulan upah;

c. Masa kerja dua tahun atau lebih tetapi kurang dari tiga tahun:  tiga) bulan upah;

d. Masa kerja tiga tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 empat tahun: empat bulan upah;

e. Masa kerja empat tahun atau lebih tetapi kurang dari lima tahun: lima bulan upah;

f. Masa kerja lima tahun atau lebih tetapi kurang dari enam tahun: enam bulan upah;

g. Masa kerja enam tahun atau lebih tetapi kurang dari tujuh tahun: tujuh bulan upah;

h. Masa kerja tujuh tahun atau lebih tetapi kurang dari delapan tahun: delapan bulan upah;

i. Masa kerja delapan tahun atau lebih: sembilan bulan upah.

Meski angka nominal tersebut sama dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, nyatanya berbeda. Pada UU 13 Tahun 2003, uang pesangon tersebut diatur 'paling sedikit' artinya mengatur minimal yang diterima pekerja atau buruh, sedangkan pada UU Cipta Kerja tercatat mengatur jumlah maksimal yang diterima oleh buruh.

6. Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Dalam UU Cipta Kerja yang menurunkan pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung pemberi kerja atau pelaku usaha dan enam kali (cash benefit) diberikan melalui Program Jaminan Kehilangan Kerja (KJP) yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan UU Cipta Kerja lebih memberikan kepastian bahwa hak pesangon diterima oleh pekerja atau buruh dengan adanya skema di samping pesangon yang diberikan pengusaha. Jaminan ini tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

"Jaminan kehilangan pekerjaan yang manaatnya berupa cash benefit, vocational training, dan pelatihan kerja, ini yang kita tidak jumpai, tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," kata Ida.

7. Upah Sektor Usaha Mikro dan Kecil

UU Cipta Kerja ini mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor usaha mikro dan kecil. Dengan begitu, perluasan kesempatan kerja diharapkan dari UMKM dan akan diatur pengupahannya dalam UU Cipta Kerja.

"Sekali lagi kita harus berpikir, memberikan perlindungan itu tidak hanya pekerja formal saja, tapi kita harus juga memastikan perlindungan bagi pekerja pada sektor usaha mikro dan kecil," tutur Ida. []

Berita terkait
Perbandingan Pesangon UU Cipta Kerja dengan Negara Lain
Hak besaran pesangon untuk pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubngan kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja menuai kritikan tajam.
Besaran Pesangon PHK Turun Jadi 25 Kali Upah
Pemerintah dan DPR menyepakati pesangon PHK diubah menjadi 25 kali upah. Di aturan sebelumnya pesangon PHK maksimal 32 kali upah.
CORE: UU Cipta Kerja Belum Tentu Tarik Investor Asing
Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dinilai belum tentu menarik investor ke Indonesia.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.