Jayapura - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Papua menyesalkan kebijakan Kejaksaan Agung Kejagung) yang menunda proses hukum oknum kepala daerah yang terindikasi korupsi, selama mengikuti tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Ini menyusul ditundanya pemeriksaan terhadap Bupati Keerom inisial MM dan Bupati Waropen inisial YB oleh Kejaksaan Tinggi Papua. Kini, MM dan YB masih bertatus sebagai saksi atas kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Ini tidak mendidik bangsa kita agar maju dalam memberantas korupsi.
Ketua Peradi Papua, Anthon Raharusun memandang kebijakan Kejagung tersebut berpotensi membuka ruang-ruang kompromi bagi pelaku korupsi terhadap Kejaksaan di daerah. Kebijakan itu pun dinilai sebagai langkah mundur dalam sejarah penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Menurut saya kebijakan Kejaksaan Agung terhadap pemberantasan korupsi itu adalah satu langkah mundur. Bagaimana kita mengkompromikan satu kejahatan yang benar-benar merugikan kepentingan bangsa dan negara, lalu kita ada semacam kompromi di situ. Ini tidak mendidik bangsa kita agar maju dalam memberantas korupsi,” kata Anton saat ditemui Tagar di kantornya, Kota Jayapura, Sabtu 1 Februari 2020.
Dia menegaskan, penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi harus betul-betul dilakukan secara maksimal. Karena korupsi telah masuk dalam kategori tindak kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime).
“Modus-modus operandi yang terjadi sekarang ini sangat complicated. Kalau tidak dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas, dan tidak ada kompromi dalam penindakan, maka harapan pemerintah dan bangsa ini untuk memberantas korupsi itu semakin nyata,” jelasnya.
Menurut Anthon, selama ini penegakan hukum dalam kasus korupsi di Papua masih bernuansa politis. Dimana dalam proses penangananya masih sarat dengan berbagai pertimbangan serta kepentingan.
“Ini adalah kebijakan yang tidak tepat dalam hal penegakan hukum itu sendiri. Tidak boleh ada deal-deal politik atau karena kedekatan (emosional) lalu mengabaikan proses hukum. Di Papua potensi-potensi korupsi ini sangat besar,” ujarnya.
“Kebijakan politik itu harus ditempatkan berbeda dengan kebijakan pemberantasan korupsi,” lanjut Anthon.
Meski demikian, advokat bergelar Doktor yang pernah meraih penghargaan best of the best lawyer award 2019 dengan dua kategori sekaligus dari Indonesia Achievement Center, itu pun menilai kinerja Kejaksaan Tinggi Papua sudah cukup baik.
Hal ini melihat kinerja institusi penegak hukum tersebut, pada 2019 lalu, telah menangani delapan kasus tindak pidana khusus di Bumi Cenderawasih. Sebanyak Rp 2 miliar uang negara telah diselamatkan dari antara delapan kasus itu.
“Apa yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Papua sampai saat ini cukup baik, karena memang ini masih awal kepemimpinannya. Melihat jumlah kasus serta Rp 2 miliar uang negara yang diselematkan itu menurut saya langkah awal menuju pemberantasan korupsi berikutnya. Kita berharap upaya pemberantasan korupsi di Papua ini semakin nyata,” harapnya.
Dua Bupati Ditunda Pemeriksaannya karena Pilkada
Diberitakan sebelumnya, pemeriksaan dua kepala daerah sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi di Papua ditunda hingga pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 selesai. Kedua saksi itu adalah Bupati Keerom inisial MM dan Bupati Waropen inisial YB.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Nicolaus Kondomo mengatakan ditundanya pemeriksaan itu lantaran kedua kepala daerah tersebut sedang mengikuti tahapan pencalonan bupati di daerah masing-masing. Ia memastikan jika MM dan YB akan diperiksa usai Pilkada.
"Sesuai instruksi dan arahan dari pimpinan (Jaksa Agung) menyangkut pemeriksaan bupati yang akan kembali maju (sebagai calon bupati), ditunda hingga proses Pilkada usai," kata Nocolaus kepada sejumlah wartawan di Jayapura, Kamis 30 Januari 2020.
Diketahui Bupati Waropen YB diduga menerima gratifikasi senilai Rp 19 miliar saat dirinya menjabat sebagai wakil bupati, pada periode 2010-2015.
Sementara Bupati Keerom MM diduga terlibat dalam Kasus dugaan penyelewengan dana hibah di Kabupaten Keerom sebesar Rp 57 miliar dan dana bantuan sosial (Bansos) sebesar Rp 23 miliar. []