Kejati Papua Tunda Pemeriksaan Dua Bupati

Pemeriksaan dua kepala daerah sebagai saksi kasus korupsi di Papua di tunda. Kedua kepala daerah itu yakni Bupati Keerom dan Bupati Waropen.
Kepala Kejati Papua, Nicolaus Kondomo (tengah) didampingi Aspidsus Alex Sinuraya (kiri) saat memberikan keterangan terkait kasus dugaan korupsi, Kamis 30 Januari 2020). (Foto: Tagar/Paul Manahara Tambunan)

Jayapura - Pemeriksaan dua kepala daerah sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi di Papua ditunda hingga pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 selesai. Kedua saksi itu adalah Bupati Keerom inisial MM dan Bupati Waropen inisial YB.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Nicolaus Kondomo mengatakan ditundanya pemeriksaan itu lantaran kedua kepala daerah tersebut sedang mengikuti tahapan pencalonan bupati di daerah masing-masing. Ia memastikan jika MM dan YB akan diperiksa usai Pilkada.

"Sesuai instruksi dan arahan dari pimpinan (Jaksa Agung) menyangkut pemeriksaan bupati yang akan kembali maju (sebagai calon bupati), ditunda hingga proses Pilkada usai," kata Nocolaus kepada sejumlah wartawan di Jayapura, Kamis 30 Januari 2020, lalu.

Diharapkan seluruh masyarakat untuk sabar, kasus ini tetap akan diproses oleh Kejaksaan Tinggi Papua.

Sebaliknya, kata Nicolaus, apabila kedua saksi yang diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) itu tidak mencalonkan diri dalam Pilkada tahun ini maka proses pemeriksaan tetap berjalan, sesuai prosedur yang ada.

"Perintah penundaan pemeriksaan tidak berlaku bagi bupati yang tidak mencalonkan diri. Proses hukum tetap berjalan," jelasnya.

Putra asli Papua pertama kali menjabat sebagai Kejati sepanjang sejarah hukum di Indonesia, itu pun mengaharapkan semua pihak agar menahan diri lantaran tak puas terhadap penundaan pemeriksaan dua bupati tersebut sebagai saksi.

"Diharapkan seluruh masyarakat untuk sabar, kasus ini tetap akan diproses oleh Kejaksaan Tinggi Papua," tegasnya.

Sebelumnya, Kejati Papua mengusut kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosisal yang melibatkan sejumlah instansi di Kabupaten Keerom, serta dugaan gratifikasi yang melibatkan Bupati Waropen inisial YB.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua, Alex Sinuraya menyebutkan dua kasus itu masih dalam tahap penyidikan. Pihaknya masih melakukan pendalaman dengan mengumpulkan keterangan saksi serta alat bukti guna menaikkan status terduga pelaku.

"Penyidikan dugaan gratifikasi yang melibatkan Bupati Waropen YB masih berjalan. Statusnya masih sebagai saksi," kata Alex, Sabtu 2 November 2019 lalu.

Menurut Alex, dugaan gratifikasi senilai Rp. 42 miliar terhadap YB berlangsung pada saat dirinya menjabat wakil bupati tahun 2008-2010 lalu. YB sendiri sudah dua kali dipanggil Kejati Papua untuk dimintai keterangannya.

Selain kepala daerah tersebut, empat orang lainnya dari kalangan pengusaha juga sudah diperiksa, termasuk yang diduga melakukan penyuapan.

Hanya saja kata Alex, pihaknya mengaku sedikit rumit menyimpulkan maksud dari si pemberi fee kepada Bupati YB. Sementara, sumber dana tersebut pun masih didalami penyidik tindak pidana khusus Kejati Papua.

"Terkait gratifikasi ini kita harus betul-betul memegang maksudnya, Kenapa dia melakukan itu dan ada apa di baliknya. Contohnya, supaya dapat proyek kah atau bagaimana? Agak sedikit rumit memang," akunya.

Sementara untuk dugaan kasus korupsi dana hibah dan bansos senilai Rp 80 miliar di Kabupaten Keerom, Alex mengaku pihaknya masih mendalami serta meminta pertanggung jawaban dari sejumlah instansi dan organisasi masyarakat yang terkait dalam penyaluran dana itu.

"Kita belum mendapat riil kerugian itu, karena dana Bansos itu ada peruntukan untuk pendidikan, keagamaan, organinsasi dan lainnya. Sudah puluhan saksi kami mintai keteranganya, ada dari Dinas, Inspektorat, dan organisasi masyarakat," katanya.

Adapun beberapa instansi yang terkait dalam dana tersebut di antaranya Sekretariat Kabupaten Keerom, Kesbangpol, Dinas Perumahan, dan beberapa organisasi masyarakat.

Terkait gratifikasi ini kita harus betul-betul memegang maksudnya, Kenapa dia melakukan itu dan ada apa di baliknya.

"Belum ada tersangka. Kita masih mencari dana Bansos yang tidak dipergunakan. Siapa yang tidak menggunakan atau yang menyalahgunakan," ujarnya.

Kejati Papua menyampaikan adanya kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah senilai Rp 23 miliar serta bantuan sosial senilai Rp 57 miliar di Pemkab Keerom, tahun anggaran 2017.

Dari total Rp 23 miliar dana Bansos itu, baru Rp 7 miliar yang dapat dipertanggung jawabkan. Sementara untuk dana hibah baru Rp 35 miliar yang dapat dipertanggung jawabkan, dari total Rp 57 miliar. []

Berita terkait
Transaksi Senjata AK47 Tiga Pria di Papua Ditangkap
Polda Papua menangkap tiga warga sipil yang diduga sedang melakukan transaksi, jual satu pucuk senjata api jenis AK47 di BTN Gajah Mada Sentani.
Terdakwa Ujaran Rasis Papua Divonis 5 Bulan Penjara
Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menilai Syamsul Arifin terbukti melakukan ujaran rasisme saat kejadian di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.
Bupati Asmat Bantah BPMK Papua Timbun Dana Desa
Bupati Asmat, Elisa Kambu membantah pernyataan Kepala BPMK Papua Donatus Motte yang menyatakan pengelolaan dana desa di Asmat menyalahi aturan.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.