Banda Aceh - Tim dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan nekropsi atau bedah bangkai harimau Sumatera yang ditemukan mati di Kabupaten Aceh Selatan pada Senin, 29 Juni 2020 kemarin.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan, berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim medis secara makroskopis diketahui bahwa kematian harimau tersebut diduga karena keracunan. Nekropsi ini melibatkan FKL, PKSL-FKH Unsyiah, tim WCS-IP, Seksi Konservasi Wilayah 2, CRU Tumon, dan Kepolisian Resor Aceh Selatan.
“Guna mengetahui kepastian penyebabnya, sampel hispatologi selanjutnya akan diuji di laboratorium PSSP Bogor dan Lab Patologi FKH Unsyiah serta sampel toxicology akan diuji di laboratorium Puslabfor Maber Polri. Selanjutnya Balai KSDA Aceh akan terus berkoordinasi dengan pihak Polres Aceh Selatan,” kata Agus, Selasa, 30 Juni 2020 malam.
Racun itu berupa zat berwarna keunguan yang diduga bahan racun pertanian pada kulit mangsa (kambing) yang dimakan harimau.
Ia menuturkan, dalam nekropsi tersebut pihaknya mengambil beberapa sampel dari harimau mati tersebut. Adapun sampel yang diambil antara lain, histopatologi terdiri dari hati, jantung, limpa, usus, lambung, trakea, lidah, ginjal dan paru
“Sedangkan toxicologi adalah isi lambung, usus, isi usus, bagian kulit ternak (kambing) yang dimangsa harimau yang diduga dilumuri zat racun,” ujar Agus.
Kata Agus, nekropsi tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian satu ekor harimau Sumatera yang ditemukan di perkebunanmasyarakat (APL) di Desa Kapa Seusak, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan pada Senin tanggal 29 Juni 2020.
Baca juga:
- Harimau Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Selatan
- Harimau Jantan dari Solok Bernama Putra Singgulung
- Harimau Jantan Tertangkap di Solok Dirawat di PR-HSD
Disebutkan Agus, berdasarkan hasil nekropsi terhadap bangkai satu ekor harimau itu, diketahui bahwa usia harimau berkisar 2 sampai 3 tahun dan berjenis kelamin betina. Saat ini, kondisi bangkai harimau mulai mengalami autolysis atau putrefaction.
“Juga adanya perdarahan dari lubang nasal atau hidung dan bulu gampang rontok. Jaringan di bawah kulit sebagian mengalami memar. Adanya luka toreh atau vulnus incisum diduga akibat kawat duri pada bagian perut atau abdomen bangkai harimau,” ujarnya.
Selain itu, tim juga menemukan lidah harimau sebagian mengalami sianosis. Sementara dinding saluran pencernaan, trakea dan lambung mengalami perdarahan. Tim juga menemukan zat yang diduga racun insektisida.
“Racun itu berupa zat berwarna keunguan yang diduga bahan racun pertanian pada kulit mangsa (kambing) yang dimakan harimau,” kata Agus. []