Yogyakarta - Proyek pengecoran jalan perkampungan di Yogyakarta belum sepenuhnya memenuhi standar teknis. Salah satunya tidak adanya celah dilatasi. Temuan tersebut berada di pedusunan Gedongan, Bangunjiwo, Kecamata Kasihan, Kabupaten Bantul saat Komisi C DPRD DIY melakukan kunjungan lapangan, Rabu 15 Januari 2020.
Proyek pengecoran jalan perkampungan tersebut merupakan program pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) di 23 titik di Yogyakarta. Total anggaran senilai Rp2 miliar bersumber dari APBD DIY tahun anggaran 2019.
Anggota Komisi C DPRD DIY Novida Kartika Hadhi mengatakan untuk mengantisipasi jika ada titik yang pecah tidak melebar kemana-mana, maka sesuai standar teknis jalan cor blok harus ada celah dilatasi. "Minimal empat meter itu harus ada celah dilatasi itu. Tapi di sini tidak dilengkapi itu," katanya.
Dia mengaku sudah melakukan peninjauan sejumlah titik untuk pengambilan sampel hasil pengerjaan proyek yang didanai APBD DIY. Dalam peninjauan itu ditemukan ada beberapa kaidah teknis yang tidak dijalankan dalam pengerjaan proyek.
Namun secara umum pengerjaan PSU di perkampungan sudah berjalan baik. Tapi memang ada beberapa catatan yang harus disempurnakan. Seperti celah dilatasi harus ada karena berfungsi untuk meminimalisasi terjadinya kerusakan yang menyebar ke titik lain.
Minimal empat meter itu harus ada celah dilatasi itu. Tapi di sini tidak dilengkapi itu.
Novinda mengatakan standar pembangunan cor beton untuk kualitas beban jalan lingkungan karena dipakai melintas mobil paling tidak harus karakteristik-250 atau dikenal K-250. Artinya, kekuatan beton 250 kilogram per meter persegi.
"Untuk komposisi K-250 adalah campuran dari 384 kilogram semen, 692 pasir, 1.039 kerikil. "Ya minimal K-225, kalau K-175 belum struktur karena jalan kampung dilewati mobil," ujarnya.
Politikus PDIP ini mengaku sudah memberikan masukan kepada Dinas PUP ESDM DIY dalam pelelangan konsultan pendamping proyek agar memahami berbagai kaidah teknis pekerjaan. Ha ini penting mengingat proyek dikerjakan masyarakat maka konsultan harus menjelaskannya kepada masyarakat.
"Konsultan pendamping harusnya lebih cermat dalam mengarahkan kepada masyarakat yang melaksanakan proyek. Kalau masyarakat memang tidak dibebani pengetahuan teknis tentang suatu proyek itu, jadi tanggungjawabnya konsultan," ujarnya.
Selain itu pentingnga adanya prototipe untuk cor blok sebagai acuan, mengingat dalam pengamatan hal itu belum diterapkan. Dalam desain teknis ada tetapi dalam penerapan belum sepenuhnya maksimal. "Belum ada kualitas ke teknis skala (perbandingan) berapa tidak ada sebab kami amati campuran bahannya cuma semen, pasir, kerikil," ungkapnya. []
Baca Juga:
- Fee Minim, Puluhan Proyek di Tobasa Tak Terlaksana
- Proyek GOR Kulon Progo Resmi Telat, Ini Dendanya
- Proyek GOR Rp 12,8 M di Kulon Progo Terancam Molor