Penganiaya Saksi di Sumut Harus Diberi Sanksi Pidana

Erasmus Napitupulu menilai hukuman yang layak diberikan kepada oknum kepolisian yang menyiksa saksi pembunuhan di Sumut adalah sanksi pidana.
Sarpan bersama istrinya ketika di rumahnya, Jalan Sidomulyo, Pasar IX, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.(Foto: Tagar/Istimewa)

Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A. T. Napitupulu menilai sanksi disiplin dan etik tidak pantas diberikan kepada penganiaya saksi pembunuhan di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Sanksi pidana menurutnya layak diberikan kepada oknum polisi tersebut.

Dia menegaskan, tindakan yang dilakukan oknum Polsek Percut Sei Tuan, Polrestabes Medan terhadap saksi kasus pembunuhan bernama Sarpan, 51 tahun, warga Jalan Sidomulyo, Pasar IX, Kecamatan Percut Sei Tuan itu tidak boleh berhenti sampai disitu.

Tindakan oknum penyidik tersebut jelas merupakan tindak pidana sehingga menjadi wajar jika dijatuhi sanksi pidana

Sarpan adalah saksi atas kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan AZ terhadap Dodi Somanto, 40 tahun, warga Jalan Sidomulyo Gang Seriti, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang pada Kamis, 2 Juli 2020.

"ICJR memandang kasus ini tidak selayaknya hanya berhenti pada pemberian sanksi disiplin maupun sanksi etik. Sebab, tindakan oknum penyidik tersebut jelas merupakan tindak pidana sehingga menjadi wajar jika dijatuhi sanksi pidana. Pemberian sanksi yang tegas dalam kasus penyiksaan yang dilakukan oleh aparat sipil negara perlu dilakukan untuk menunjukkan adanya akuntabilitas khususnya dalam hal ini pada institusi kepolisian," katanya kepada Tagar, Kamis, 9 Juli 2020.

Baca juga: Hinca: Usut Penyiksaan Saksi Pembunuhan di Sumut

ICJR beranggapan bahwa kasus-kasus penyiksaan khususnya yang selama ini terjadi dalam sistem peradilan pidana memang tidak pernah di respon secara memadai. 

"Tidak heran jika sejak Kasus Sengkon-Karta mencuat pada 1974 hingga saat ini yang hampir 50 tahun lamanya, praktik-praktik penyiksaan masih langgeng untuk digunakan dalam mengejar pengakuan untuk kemudian dijadikan alat bukti di persidangan. Pun juga tidak sulit untuk mencari data-data kasus penyiksaan tersebut yang angkanya direkap setiap tahun dalam laporan lembaga seperti KontraS hingga LBH Jakarta," ujarnya.

ICJR dalam penelitiannya pada 2019 menemukan bahwa dugaan penyiksaan pun terjadi dalam kasus-kasus yang terdakwanya diancam atau dijatuhi hukuman mati. 

Penelitian mengenai penerapan fair trial dalam kasus hukuman mati tersebut, ICJR mengulas salah satu kasus yang sempat gempar pada 2016, yakni kasus Yusman Telaumbanua yang terungkap mengalami penyiksaan saat penyidikan.

Baca juga: Saksi Pembunuhan di Sumut Bonyok Pulang dari Polsek

"Dipaksa mengaku telah berusia dewasa dan sebagai pelaku utama kasus pembunuhan. Pengakuan tersebut sempat dijadikan alat bukti dalam menjatuhkan hukuman mati terhadap Yusman," kata dia.

Setidaknya, mereka menemukan 23 dugaan penyiksaan lain dalam kasus hukuman mati dengan pola yang sama, yakni oknum penyidik melakukan intimasi dan penyiksaan secara fisik maupun psikis untuk mengejar pengakuan. 

"Ironinya, dugaan penyiksaan tersebut sangat sulit dibuktikan dalam persidangan karena tidak ada mekanisme pembuktian yang jelas diatur dalam hukum acara pidana. Hal ini kemudian memperlihatkan bagaimana mengerikannya situasi saat ini dimana negara berani menjatuhkan hukuman mati ketika sistem peradilan pidananya masih belum mampu menghadirkan peradilan yang adil (fair trial)," ucap Erasmus.

Untuk itu, ICJR mendesak agar pemerintah segera mulai mengambil langkah untuk melakukan perbaikan substansial terhadap sistem peradilan pidana melalui revisi KUHAP. Langkah itu diusulkan agar tidak ada lagi ruang untuk praktik-praktik penyiksaan. 

"RKUHAP yang saat ini telah masuk dalam daftar Prolegnas DPR periode 2020-2024 perlu mengakomodir beberapa ketentuan berikut. Pertama, memperketat pengawasan dan membentuk sistem akuntabilitas yang kuat bagi institusi aparat penegak hukum yang menjalankan proses penyidikan-penuntutan," kata dia. 

"RKUHAP harus secara ketat mengatur larangan permanen penggunaan kantor-kantor kepolisian sebagai tempat penahanan, penahanan harus dilakukan pada institusi lain, guna menjamin adanya pengawasan bertingkat," tambahnya. 

berikutnya, ICJR meminta agar ada pengaturan ulang dalam hukum pembuktian dan jenis-jenis alat bukti supaya tidak lagi bertumpu pada pengakuan. 

"Ketiga, mengatur secara rinci mekanisme keharusan hakim memeriksa dugaan penyiksaan yang terjadi dalam proses penyidikan; Keempat, memperkuat hak-hak tersangka/terdakwa khususnya hak pendampingan hukum yang dapat menjamin pemberian bantuan hukum yang efektif," ucap Erasmus A. T. Napitupulu.

Teranyar, Polsek Percut Sei Tuan, Polrestabes Medan dituduh menganiaya saksi kasus pembunuhan bernama Sarpan, 51 tahun, warga Jalan Sidomulyo, Pasar IX, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Sarpan adalah saksi atas kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan AZ terhadap Dodi Somanto, 40 tahun, warga Jalan Sidomulyo Gang Seriti, Desa Sei Rotan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang pada Kamis, 2 Juli 2020.

Sarpan yang diperiksa penyidik tidak kunjung dipulangkan sejak Jumat, 3 Juli 2020. Setelah massa datang ke Mapolsek Percut Sei Tuan, tepatnya pada Senin, 6 Juli 2020, barulah kepolisian memulangkannya.

Hanya saja saat polisi melepasnya, Sarpan yang diketahui mandor dari Dodi Somanto yang ketika itu sedang bekerja di rumah AZ, dalam kondisi babak belur seperti terkena pukulan.

Sarpan kepada Tagar melalui sambungan telepon selulernya pada Selasa, 7 Juli 2020 mengaku telah dianiaya polisi selama proses pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara tewasnya Dodi Somanto.

"Kalau mereka (polisi) tidak memukuli saya, mana mungkin saya bonyok-bonyok begini," kata Sarpan. []

Berita terkait
Reshuffle Bergema, Yasonna Mendadak Ekstradisi Maria
Ujang Komarudin menilai langkah yang dilakukan Yasonna Laoly mengekstradisi Maria Pauline semata-mata agar tidak direshuffle oleh Jokowi.
Esktradisi Pembobol BNI, Komisi III Apresiasi Yasonna
Herman Herry mengapresiasi Yasonna Laoly dalam penuntasan ekstradisi pelaku pembobolan kas BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia.
Yasonna Laoly Survei Tertinggi Layak Direshuffle
Dedi Kurnia Syah merilis hasil survei terkait reshuffle Kabinet Indonesia Maju di pemerintahan Presiden Jokowi. Yasonna Laoly layak di reshuffle.
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara