Pengamat Sebut Pembakaran Bendera Digoreng Lawan Politik Jokowi-Ma’ruf

Pengamat sebut pembakaran bendera digoreng lawan politik Jokowi-Ma’ruf. 'Provinsi Jabar lumbung suara jadi rebutan.'
Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/10/2018). Ketua Umum GP Ansor meminta maaf atas kegaduhan terkait pembakaran bendera yang diyakini sebagai bendera HTI. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Bandung, (Tagar 26/10/2018) - Peneliti senior dan pengamat politik dari Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung (Unpad), Idil Akbar menilai kejadian pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Kabupaten Garut sarat dipolitisasi oleh lawan politik Joko
Widodo-KH Ma'ruf Amin.

"Pada akhirnya memang peristiwa ini sudah dipolitisasi yang arahnya kemungkinan besar memang diarahkan kepada pasangan capres atau cawapres tertentu, yaitu Jokowi dan KH Ma'ruf Amin," tuturnya pada Tagar News melalui sambungan telepon di Bandung, Kamis (25/10).

Terlebih lagi jelas Idil Akbar, Provinsi Jawa Barat merupakan lumbung suara yang menjadi perebutan kedua belah pihak. Sehingga secara logis lawan politik Jokowi-KH Ma'ruf Amin mempengaruhi pemilih di Jawa Barat dengan cara melakukan gesekan terhadap keyakinan dan identitas keagamaan.

"Gesekan ini (kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid) tidak berdiri sendiri, sebab dorongan politik untuk memanfaatkan situasi ini sangat kental sekali saat ini," jelasnya.

Baca juga: Siapa di Balik Aksi Pembakaran Bendera HTI?

Pembawa Bendera Punya Motif Politik

Kejadian ini pun terang dia, sangat merugikan pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin sebab pelaku pembakaran yang merupakan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama atau NU ini memang dekat dengan pasangan nomor urut 01.

"Ada dugaan pembawa bendera sudah memiliki motif politik tertentu, dan dia berhasil mendapatkan panggung dengan luasnya respon masyarakat Indonesia terhadap kasus ini. Sekali lagi, saya katakan ada kepentingan tertentu yang dibangun dan berkorelasi terhadap situasi politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2019," terangnya.

Sehingga, dirinya menilai kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid ini memang perlu ditelusuri dan diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, terutama motif di balik pembakaran dan munculnya bendera tersebut di Jawa Barat yang saat itu sedang memperingati Hari Santri Nasional.

"Masalah ini harus segera dituntaskan. Pemerintah dapat mengambil langkah strategis dengan mendorong aparat menyelidiki kasus tersebut dan kemudian menyampaikan secara terbuka tentang persoalan tersebut kepada masyarakat," katanya.

Selain itu, lanjutnya, perlu adanya komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat dan agama dari berbagai organisasi sosial keagamaan yang ada di Indonesia agar dapat mengkonfirmasi peristiwa tersebut dalam bingkai kepentingan bangsa dan negara.

Kubu Oposisi Ogah Dituduh

Ditemui secara terpisah Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat, Ricky Kurniawan menegaskan pihaknya sebagai kubu oposisi tidak mau dituduh oleh pihak tertentu sebagai dalang di balik tragedi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid ini. Sebab, dari kejadian pembakaran ini kubunya diklaim tidak memiliki keuntungan sama sekali, dan tidak ada bukti kuat yang mengarah terhadap kubunya yang melakukan pembakaran bendera tersebut.

"Kata siapa kejadian ini lebih menguntungkan kita (kubu Prabowo-Sandiaga)? Janganlah semua-semuanya disangkutpautkan dengan kita. Masa' apa-apa yang kontradiktif dengan pemerintah atau yang tidak mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin itu dipersalahkan (dikambing hitamkan atau dituduh)," katanya.

Ia mengatakan, reaksi marah, kecewa dan menginisiasi gerakan demonstrasi sebagai respon atas pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu bukan dari Partai Gerindra atau pihak kubu oposisi lainnya.

"Jangan yang berhubungan dengan yang kontra ini dipersempit, yang menuduh Gerindra sebagai pelakunya. Seperti gerakan 212 yang dinilai banyak pihak, Partai Gerindra ada di balik gerakan itu. Sungguh naif apabila analisa pengamat yang menyebutkan bahwa gerakan 212 dan pembakaran bendera ini adalah dari Partai Gerindra," tegasnya.

Ia mengatakan, kelompok yang dirugikan dalam kasus ini adalah umat Islam, bukan partai.

"Kami tidak mendapat keuntungan dari peristiwa ini," katanya.

Walau ia mengakui, pelaku pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebut dari anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdalatul Ulama yang memang dekat dengan pasangan nomor urut 01 yang akan mempengaruhi pemilih.

"Tetapi sekali lagi kita tidak diuntungkan, dan ini asli reaksi dari umat Islam dan masyarakat Indonesia, tidak sama sekali kita giring atau apa pun itu bentuknya," tegasnya. []

Berita terkait
0
Masyarakat Tetap Dibolehkan Tanpa Masker di Luar Ruangan
Belum ada perubahan kebijakan terkait penggunaan masker. Masyarakat boleh melepas masker saat berada di luar ruangan.