Jakarta - Pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan bisa dihukum 7 tahun penjara. Hal tersebut diterangkan oleh Pengamat Hukum Pidana Fachrizal Afandi saat ditanya pendapatnya menyoal kasus tersebut.
Bisa (diterapkan Pasal) 353 KUHP soal penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, maksimal 7 tahun penjara.
Fachrizal menambahkan, begitupun dengan dalang utama peneror Novel, dapat dijerat dengan salah satu pasal yang terdapat di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca juga: Profil Novel Baswedan, Penyidik Tanpa Kompromi KPK
"Bisa (diterapkan Pasal) 353 KUHP soal penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, maksimal 7 tahun penjara. Ini termasuk dalangnya, jika memang direncanakan, tidak hanya dua orang itu," kata Fachrizal kepada Tagar, Minggu, 29 Desember 2019.
Fachrizal juga mengomentari kesimpangsiuran teknis kepolisian dalam mengungkap identitas penyerangan terhadap penyidik senior KPK. Apakah prosesnya ditangkap, atau justru kedua pelaku itu yang menyerahkan diri.
Dia berujar, apabila penyerang air keras terhadap Novel menyerahkan diri, maka polisi juga harus menguak alasan dua anggota Polri aktif itu pasrah akan nasibnya, lalu berserah diri ke pihak berwajib.
"Ini pasti kejahatan berencana. Penyidik harus menggali motif mereka saat menyerahkan diri. Jangan-jangan ini dilakukan untuk melindungi otak dibalik penyiraman," ucapnya dengan nada tegas.
Fachrizal menekankan keduanya adalah polisi aktif. Sehingga, kecurigaan adanya keterlibatan petinggi Polri dalam kasus tersebut sulit ditepis. Itu pun belum ditambah menguapnya kasus ini lebih dari dua tahun.
Baca juga: Kasus Novel Baswedan, Fadli Zon Cecar Dalangnya
"Apalagi penanganan perkara ini berlarut-larut. Seolah-olah ada fakta yang disembunyikan polisi," tuturnya.
Polri pada akhirnya menetapkan terduga dua pelaku berinisial RM dan RB yang menyiram air keras ke wajah Novel Baswedan. Penetapan tersebut membayar penantian panjang, nyaris 1.000 hari sejak peristiwa penyerangan terjadi.
Aksi teror terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017, seusai sepupu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tersebut melaksanakan salat subuh di dekat rumahnya, di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. []