Pemprov Jatim Salahkan Kemendagri Soal Desa Fiktif

Pemprov Jatim menyebut Kemendagri salah karena tidak menghapus kode desa yang terkena dampak luapan lumpur lapindo, Sidoarjo.
Kepala DPMD Jatim, Mohammad Yasin. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) membantah adanya desa fiktif seperti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jatim tahun 2018. Pemprov Jatim justru menyalahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena tidak menghapus data desa yang telah terdampak lumpur Lapindo Sidoarjo.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jatim, Mohammad Yasin mengakui, di Sidoarjo memang ada empat desa yang terdampak lumpur Lapindo. 

Empat desa tersebut diantaranya Desa Renokenongo kecamatan Porong, Desa Ketapan dan desa Kedungbendo kecamatan Tanggulangin dan Desa Besuki Kecamatan Jabon.

"Setahu saya mulai 2015 hingga 2019 tidak ada desa fiktif penerima dana desa. Saya jamin itu tidak ada,” ungkap Yasin, di Surabaya, Senin, 11 November 2019.

Pemprov Jatim menduga Kemendagri lalai untuk menghapus kode empat desa yang terkena dampak lumpur Lapindo. Akibatnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap mentransfer uang pembangunan ke empat desa tersebut. Meski demikian, pihaknya menjamin dananya tak digunakan oleh kepala desanya.

"Dana tak terpakai akhirnya menjadi SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran) yang tak digunakan. Dananya masih ada di rekening pemkab setempat,” paparnya.

Pemprov Jatim terus mengupayakan Kemendagri menghapus kode empat desa tersebut. ”Ada pertimbangan yang harus dibahas dan tidak serta merta dihapus,” lanjutnya.

Yasin mencatat ada 7.724 desa, dimana semuanya menerima dana desa dari pemerintah sejak 2015 hingga sampai 2019. Jumlah itu dipastikan tidak ada penambahan desa baru.

Sementara Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslacha menegaskan, jika desa di Sidoarjo tenggelam lumpur, secara otomatis data keberadaan desa harus dicoret. Hal ini sudah diatur dalam Perda soal syarat-syarat pembentukan desa.

"Kalau sudah tidak ada secara otomatis harus dibubarkan. kan di perda ada syarat-syarat pembentukannya," terangnya.

Terkait uang yang sudah ditransfer, Anik memastikan tidak ada masalah karena tinggal mengembalikan ke kas negara saja. Mengingat setiap penggunaan dana APBD negara harus ada laporan pertanggungjawaban. Jika tidak terpakai, anggaran harus dijadikan SILPA.

"Meski anggaran sudah ditransfer tetap tidak digunakan. Karena setiap keuangan yang dari APBD harus ada pertanggungjawaban pelaksanaan. Jika tidak, otomatis masuk SILPA," tambahnya.

Politisi asal PKB dapil Sidoarjo ini meminta pemerintah untuk memverifikasi setiap tahun data desa-desa di Jatim. Dengan Begitu, tidak ada transferan lagi.

Sebelumnya, Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Jatim, Harry Purwaka mengaku menemukan adanya desa fiktif pada tahun 2018. Hanya saja, BPK enggan menyebut lokasi desa yang dianggapnya fiktif. []

Baca juga:

Berita terkait
Tri Rismaharini Bingung Soal Imbauan MUI Jatim
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku bingung jika ingin menjalan surat imbauan MUI Jatim terkait tidak menggunakan salam agama lain.
Atap SD Ambruk, DPRD Jatim Ingatkan Dinas Pendidikan
Ambruknya atap SD Negeri Gentong, Gadingrejo, Pasuruan, menelan dua korban jiwa. Atas kejadian itu DPRD Jatim mengingatkan Dinas Pendidikan.
Pertumbuhan Ekonomi Jatim Triwulan III Melambat
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur (Jatim) pada triwulan III 209 melambat dari triwulan sebelumnya, dai 5,69 menjadi 5,32 persen