Semarang – Terdakwa pemberi suap ke Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil, Akhmad Shofian dituntut hukuman tiga tahun penjara. Pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kudus itu dinilai telah terbukti memberi uang Rp 750 juta lewat ajudan Tamzil.
“Menuntut majelis hakim menjatuhkan amar putusan terhadap terdakwa Akhmad Shofian dengan pidana penjara selama tiga tahun," tutur Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Eva Justisia, saat sidang perkara suap promosi jabatan di Kudus yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu, 20 November 2019.
Selain hukuman kurungan badan, JPU juga meminta hakim menjatuhkan vonis dengan sebsar Rp 150 juta. "Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan 6 bulan penjara,” ujar dia.
Eva menyatakan dalam perkara tersebut, Akhmad Shofian telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu.
Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatannya melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31 tahun 199 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa merasa bersalah, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum,” terang dia.
Dalam persidangan sebelumya, Bupati Kudus nonaktif Muhammad Tamzil menyangkal telah memerintahkan ajudannya Uka Wisnu Sejati maupun Agoes Soeranto untuk meminta uang kepada terdakwa. Terkait hal itu, Eka mengatakan keterangan dari Tamzil harus dikesampingkan.
“Karena tidak mungkin Agoes Soeranto dan Uka Wisnu Sejati, menerima uang tanpa sepengetahuan Tamzil yang memiliki kewenangan dalam promosi jabatan,” ujarnya.
Permohonan Justice Collaborator Ditolak
Dalam surat tuntutan yang dibacakan, JPU KPK juga menolak permohonan terdakwa yang ingin menjadi justice collaborator. Sebab terdakwa adalah pelaku utama dan tidak bisa mengungkap pelaku lain yang lebih besar. Sehingga tidak memenuhi persyaratan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 jo peraturan bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK soal justice collaborator.
Sementara, penasehat hukum terdakwa, Surya Hadi Budi menilai tuntutan itu terlalu berat. Pasalnya jika dilihat dalam fakta persidangan, uang itu tidak diketahui oleh terdakwa. Bahkan tidak diketahui apakah uang itu sampai atau tidak kepada kliennya.
“Kami minta waktu 10 hari yang mulia, untuk menyusun pembelaan,” kata Surya Hadi.
Ketua Majelis Hakim Sulistiyono meminta kepada penasehat hukum untuk bisa tepat waktu menyampaikan pembelaan pada 2 Desember 2019 karena waktu 10 hari sudah cukup lama.
“Jangan mundur-mundur. Sidang kita lanjutkan pada 2 Desember,” tuturnya. []
Baca juga:
- Terdakwa Suap Jabatan Kudus Menangis Saat Disidang
- Terdakwa Suap Kudus Ingin Jadi Justice Collaborator
- Tahu Ada Suap, Bupati Tamzil Tak Lapor Polres Kudus