Pakar Hukum: Instruksi Mendagri Soal Sanksi Pemecatan Tepat

Pakar Hukum menilai, instruksi Mendagri soal sanksi Pemecatan bagi kepala daerah yang melanggar perundang-undangan pencegahan Covid-19 sudah tepat.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Umbu Rauta. (Foto:Tagar/Kemendagri)

Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Umbu Rauta menilai, Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang mengingatkan kepala daerah tentang sanksi pemberhentian bila melanggar perundang-undangan pencegahan Covid-19 dinilai tepat dan tidak melampaui kewenangan. 

Menurutnya, instruksi Mendagri itu justru diperlukan di tengah krisis pandemi, untuk menekankan azas akuntabilitas fungsi kepala daerah.

"Instruksi Mendagri ini sangat tepat diterbitkan di tengah krisis pandemi sekarang," ucap Umbu Rauta.

Hal ini, diungkapkan Umbu Rauta untuk menanggapi terbitnya Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19.

Instruksi Mendagri ini memberi warning kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya bila tidak ingin dikenakan sanks.

Umbu Rauta juga mengatakan, Instruksi tersebut merupakan penegasan terhadap kewajiban para kepala daerah, yakni gubernur, bupati/walikota untuk menjalankan dan menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Ada 7 peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri yang relevan terhadap pencegahan Covid-19. Ini menkonfirmasi pemahaman yang sangat tepat dan produktif dari Mendagri selaku pembantu Presiden di dalam pengembangan hubungan Pusat-Daerah sesuai konstitusi kita. Langkah tegas demikian dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah sesuai semangat sistem presidensial," jelasnya.

Sebelumnya, Mendagri, menerbitkan instruksi untuk mengingatkan bahwa para kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan perundang-undangan, termasuk yang terkait dengan pengendalian dan pencegahan Covid-19.

Dalam Instruksi itu, disebutkan ada 7 ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pengendalian Covid-19, meliputi 3 Undang-undang, satu Peraturan Pemerintah, satu Peraturan Presiden dan dua Peraturan Menteri. Ketidaktaatan terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut, sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mendatangkan sanksi pemberhentian seperti diatur pada Pasal 78 ayat 1 huruf c dan Pasal 78 ayat 2 huruf c.

Umbu Rauta menegaskan, bahwa ia sudah membaca Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020, dan tidak melihat adanya unsur yang melampaui kewenangan dalam hal prosedur pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri. Sebaliknya, ia justru melihat pentingnya substansi dalam instruksi tersebut untuk menekankan asas akuntabilitas fungsi kepala daerah.

"Instruksi Mendagri ini memberi warning kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya bila tidak ingin dikenakan sanksi sesuai pasal 78 UU 23/2020," tegasnya.

Dalam hal ini menurut Umbu Rauta, Mendagri sebagai pembina dan pengawas kepala daerah, memiliki kewenangan menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020.

"Instruksi menteri merupakan instrumen administrasi pemerintahan yang bersifat hirakhis, sangat tepat dan memang diperlukan saat ini mengingat fakta adanya pelanggaran protokol kesehatan oleh banyak kepala daerah," tambahnya.[]

Berita terkait
Mendagri Terbitkan Instruksi Penegakan Protokol Kesehatan
Mendagri Terbitkan Inmendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Kemendagri: Kekhawatiran Pilkada Sebar Covid Tidak Terbukti
Kemendagri mengatakan, kekhawatiran Pilkada akan jadi kluster penyebaran Covid-19 tidak terbukti.
Jokowi Minta Mendagri, Kapolri, Satgas Covid-19 Lebih Tegas
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Mendagri, Kapolri, Panglima TNI, Satgas Covid-19 lebih tegas, jangan hanya imbauan protokol kesehatan.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.