Over-Religius dan Gaduh Warganet soal Lockdown

Terdapat tiga alasan mengapa warganet di Indonesia menjadi gaduh saat pandemi virus corona (Covid-19), yang dikatakan pengamat politik LIPI Wasisto
Warga menutup akses masuk kampung (Foto: istimewa)

Jakarta - Jagat media sosial (medsos) dalam negeri diramaikan dengan kritikan masyarakat terhadap pemerintah terkait virus corona atau Covid-19. Warganet tak henti-hentinya mencibir mulai dari penanganan pemerintah yang dinilai lambat, sampai berspekulasi agar kebijakan lockdown segara ditetapkan, untuk memutus mata rantai Covid-19.

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati pun angkat bicara. Dia menyatakan kritikan warganet terhadap pemerintah itu perlu dilihat dari latar belakang sosialnya.

Baca juga: Lockdown, PM India Minta Maaf Sulitkan Warga Miskin

Gejala over-religius yang mereduksi nalar kritis publik. Semua dilihat dari agama.

"Kalau ada yang beranggapan pemerintah lamban dan kurang responsif itu menandakan kalau warganetnya melek informasi. Kalau ada yang mengkritik pemerintah agar lockdown, itu menandakan warganet yang hanya melihat masalah secara parsial," ujar Wasisto kepada Tagar, Sabtu, 28 Maret 2020.

Dia menilai, meski kritik tersebut terlontar dari anggota DPR sekalipun, mereka yang meminta lockdown tergolong tidak berpikir secara komprehensif. 

Menurut Wasisto, sebelum sampai ke fase local lockdown ataupun karantina wilayah, harusnya dipikirkan terlebih dulu menyoal alur distribusi logistik tatkala semua layanan publik terkena imbas corona dan ditutup.

Wasisto juga menyinggung Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) Siti Setiati yang meminta Presiden Joko Widodo melakukan local lockdown secara selektif sebagai salah satu alternatif penanganan Covid-19.

Baca juga: Perbedaan Karantina Wilayah dan Lockdown Versi Demokrat

"Ok, mereka kan melihat secara perspektif medis. Masalahnya adalah ketika itu diterapkan di pembuat kebijakan publik tanpa ada kesiapan infrastruktur logistik yang mapan. Malah justru yang ada muncul bencana lain, misalnya kelaparan," ujarnya.

Selanjutnya, Wasisto membeberkan tiga alasan mengapa pengguna medsos di Indonesia menjadi gaduh saat pandemi virus corona melanda. 

Pertama, dia menyebut masyarakat tidak melek informasi khususnya menyangkut berita global. "Mayoritas yang disukai adalah soal politik identitas misalnya kasus India, Rohingnya, Palestina, dan Uyghur," kata Wasisto.

Kedua, dia menilai pemerintah tidak segera tanggap dan terkesan mengulur waktu ketika pandemi sudah mulai mengganas. Sedangkan ketiga, dia menilai masyarakat yang terlalu berlebihan dalam beragama. "Gejala over-religius yang mereduksi nalar kritis publik. Semua dilihat dari agama," kata Wasisto. []

Berita terkait
Dampak Corona, Odong-odong Bang Masri Ikut Lockdown
Wabah Covid-19 membuat usaha hiburan anak-anak ikut terkena imbas, odong-odong milik Bang Masri terpaksa ikut lockdown.
Gowa Pastikan Tidak Lockdown
Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memastikan tidak melakukan Lockdown untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Ini alasannya
Demokrat Rinci Biaya Lockdown Jakarta Rp 8,4 Triliun
Partai Demokrat telah merinci bila Jakarta karantina wilayah atau lockdown maka biaya yang dikeluarkan Rp 8,4 triliun.
0
Kekurangan Pekerja di Bandara Australia Diperkirakan Samapi Tahun Depan
Kekurangan pekerja di bandara-bandara Australia mulai bulan Juli 2022 diperkirakan akan berlanjut sampai setahun ke depan