Kudus - Fenomena baru pembelajaran dalam jaringan (daring) di masa pandemi muncul di Kudus, Jawa Tengah. Banyak orang tua (ortu) yang kewalahan mendampingi anaknya saat belajar di rumah.
Bahkan, banyak ibu yang akhirnya melampiaskan kejengkelan kepada anak maupun suaminya. Fenomena ini terungkap dalam rapat Paripurna DPRD Kudus yang digelar Selasa, 28 Juli 2020.
Anggota DPRD Ali Ihsan mengungkapkan saat ini Kudus perlu mengaktifkan lagi pembelajaran tatap muka di sekolah. Permintaan itu disampaikan lantaran Ali melihat Kudus sudah dalam kondisi darurat pendidikan.
Mereka melampiaskan emosinya ke anak dan suaminya.
Berhentinya aktivitas belajar mengajar di sekolah karena pandemi Covid-19 selama berbulan-bulan dan belum diketahui kapan berakhir, dinilainya sudah menimbulkan keresahan dan kepanikan di masyarakat.
"Saya dilapori warga terkait hal ini. Sekarang ini banyak orang tua, khususnya ibu yang kewalahan dalam mendampingi anak belajar daring di rumah. Hingga mereka melampiaskan emosinya ke anak dan suaminya," kata dia.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memahami di tengah pandemi, orang tua harus bekerja ekstra demi keluarga, khususnya ibu. Ketika pembelajaran daring diterapkan maka tugas ibu bertambah.
Selain harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mereka juga membantu dan mengajari anak mengerjakan tugas-tugas sekolah yang terbilang tidak mudah. Itu belum termasuk beban luar rumah yang ditanggung oleh ibu berstatus sebagai karyawan atau pekerja.
Kondisi badan dan pikiran yang sudah lelah, ditambah tidak mampu mengajari anak belajar maka akan berdampak negatif bagi kognotif dan psikis anak. Di sisi lain, ketidakpastian kapan masuk sekolah dan kesibukan orang tua bekerja dikhawatirkan mempengaruhi pergaulan anak.
"Jangan sampai maraknya permohonan dispensasi nikah sebab hamil duluan yang terjadi di Kabupaten Jepara, juga terjadi di Kabupaten Kudus," ucap dia.
Karenanya Ali mendesak Pemerintah Kabupaten Kudus segera mengaktifkan kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan covid yang ketat.
Siswa wajib rajin cuci tangan, menggunakan masker dan face shield. Lalu jarak antarbangku diatur sebagai bentuk physical distancing. Bagi sekolah yang punya siswa banyak bisa dibagi dalam beberapa kelompok dan belajar secara bergiliran.
"Kadang rasanya ironi, melihat mal, pasar dan kantor-kantor sudah diperbolehkan buka dan menjalankan aktivitas normal, tapi sekolah masih belum diperbolehkan. Siswa didampingi orang tua datang ke sekolahan hanya mengurus administrasi dan bayar SPP saja. Memang diperlukan keberanian untuk memulai ini," tutur dia.
Baca juga:
- Rencana Pembukaan Kuliner Balai Jagong Kudus
- Kemenag Kudus Izinkan Salat Idul Adha di Lapangan
- 6 Bulan, 579 Wanita di Kudus Alih Status Jadi Janda
Plt Bupati Kudus HM Hartopo membenarkan pendapat Ali Ihsan. Hanya saja, ia belum bisa membuat kebijakan membuka sekolah. Sebab instruksi dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan daerah yang tidak berzona hijau tidak diperbolehkan mengadakan sekolah tatap muka.
"Nanti akan kami kaji dan lakukan simulasi dulu," ujarnya.
Hartopo justru menganjurkan sekolah melaksanakan ujian secara tatap muka. Tujuannya agar siswa lebih semangat belajar dan menghindari adanya pembodohan.
"Kalau ujian di rumah yang mengerjakan orang tuanya, itu pembodohan namanya. Kalau di sekolah mereka lebih semangat belajar untuk menghadapi ujian. Ini boleh dilakukan dengan syarat saat berangkat ujian, mereka harus didampingi oleh orang tuanya," kata dia. []