Untuk Indonesia

Opini: Sinisme Tempe

Jadi, keberadaan Kedelai memang sangat penting, bukan saja bagi pengrajin tahu dan Tempe tapi bagi emak-emak juga sungguh begitu berarti.
Ilustrasi - Manfaat tempe. (Foto: Tagar/iStock)

Zaki Nabiha*


Berbahagialah para suami yang masih mendapati hidangan Tempe di rumah. Ditemani teh hangat atau secangkir kopi yang disiapkan oleh sang istri, saat senja atau pagi. Entah dalam bentuk Mendoan, atau digoreng biasa. Apa yang dilakukan sang istri itu setidaknya sudah menggugurkan dua kewajibannya.

Kewajiban pertama, bakti istri melayani suami, kedua, melalui media Tempe, istri sudah menunaikan kewajibannya untuk mengingatkan sebagai pasangan sekaligus sebagai individu agar sang suami konsisten, memegang teguh komitmen. Karena, bagi sebagian kalangan, terutama Jawa, ada ungkapan yang akrab dalam percakapan keseharian, 'esuk dele sore tempe'.

Ungkapan itu jamak dianggap semacam sinisme. Biasanya dialamatkan kepada orang yang mencla-mencle, inkonsisten. Pagi hari masih berwujud Kedelai, nyatanya, sore sudah menjadi Tempe, pagi bilang 'A', sore hari ucap 'E'.

Saya setuju dengan ungkapan itu, dan mungkin sebagian besar pembaca juga demikian. Mungkin karena faktor kesesuaian dan ketepatan sehingga logika Kedelai dan Tempe tidak menyebabkan bias tafsir.

Sinisme sendiri adalah cabang filsafat dengan tokohnya yang terkenal, Diogenes. Sinisme didirikan sekitar 400 SM di Athena oleh Antisthenes, salah satu murid Socrates. 

Sinisme pada waktu itu awalnya sebagai ejekan, berkembang menjadi ajaran yang tidak menyukai kalangan elit dan mapan, dan menganggap para pemikir sia-sia, jika tanpa praktek. Dalam perjalanannya, sinisme kerap dipakai oleh jurnalis untuk menggambarkan politisi atau pejabat publik yang manipulatif dan koruptif.

Sinisme dalam khasanah kebahasaan kita adalah gaya bahasa kiasan. Sinisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pandangan atau pernyataan sikap yang mengejek atau memandang rendah. Jadi, 'esuk dele sore Tempe' adalah ejekan yang memandang rendah bagi siapa saja yang mencla mencle.

Jadi, jangan terlalu 'GR' jika istri sering menyediakan Tempe goreng, Tempe bacem atau Mendoan di rumah, apalagi frekuensinya cukup tinggi. Karena bisa jadi itu merupakan cara berkomunikasi seorang istri dalam menyampaikan pesan bahkan teguran terhadap sikap kita (para suami) yang tidak konsisten.

Jadi, keberadaan Kedelai memang sangat penting, bukan saja bagi pengrajin tahu dan Tempe tapi bagi emak-emak juga sungguh begitu berarti. Walaupun kita ketahui bersama harga Kedelai di pasar global sekarang, mengutip pernyataan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, telah melesat signifikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Kenaikan harga Kedelai di pasar global merembet ke pasar nasional. Di tingkat pengrajin tahu dan Tempe, Kedelai per kilogram sampai awal Maret 2022 menyentuh harga Rp 11.000. 

Padahal, ketika harga Kedelai Rp. 10.000 per kilogram pada tahun 2013, Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin menyebutnya sebagai harga tertinggi dalam sejarah Indonesia.

Kedelai sebetulnya bukan tanaman aseli Indonesia. Kedelai sampai di bumi khatulistiwa pada abad ke-19, diduga karena aksi ekspansi perdagangan China. Bagi China, Indonesia pada waktu adalah negara tujuan dagang utama. 

Di negara asalnya, China, Kedelai dianggap tanaman yang sakral. Kedudukannya tidak bedanya dengan padi, gandum, milet, dan barli. Maka tak heran kemudian jika Kedelai diberi julukan Gold from the Soil, atau sebagai World’s Miracle karena kandungan asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Secara masif, Kedelai mulai di tanam di pulau Jawa sekitar tahun 1935.

Sentra Kedelai tersebar hampir di semua pulau besar di Indonesia. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa berat masih menjadi propinsi dengan produksi Kedelai yang tinggi. 

Di Jawa Tengah, setidaknya ada dua kabupaten yang memiliki kontribusi dalam pengembangan Kedelai nasional, Kabupaen Grobogan dan Kendal. Dua kabupaten tersebut merupakan penyuplai benih Kedelai nasional.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Sunanto dan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kendal Tjipto Wahjono memiliki pendapat yang sama ketika menanggapi kebutuhan Kedelai nasional yang setiap tahun terus meningkat. Menurut mereka, adanya jaminan harga dan pasar bisa menarik semangat dan antusiasme petani untuk kembali menanam Kedelai.

Akhir Februari yang lalu, Penulis menemui mereka. Sempat juga berdiskusi dengan Dwi Mujianto petani Kedelai sekaligus pengelola Grobogan Kedelai Raya, Wartiyo Abdul Aziz, Ketua Gapoktan Tarub Raharjo, Margo Husodo, Ketua KTNA Kecamatan tawangharjo, Kabupaten Grobogan, dan petani Kedelai dari Kecamatan kangkung Kabupaten Kendal, Darmawan.

Sunanto menegaskan bahwa Kedelai lokal khususnya varietas Grobogan lebih unggul jika dibandingkan dengan Kedelai impor. Yang pasti, Kedelai varietas Grobogan menurutnya bukan termasuk Kedelai GMO atau bukan tanaman transgenik. Selain itu, potensi produksinya tinggi, yaitu mencapai 3,2 ton per hektar. Bahkan, menurut Dwi Mujianto, petani yang penulis temui, pati dari Kedelai varietas Grobogan sangat bagus untuk pembuatan Tahu.

Kebutuhan Kedelai setiap tahun terus meningkat sementara kemampuan produksi dalam negeri belum bisa mencukupi. Sebabnya, ada persaingan penggunaan lahan dengan komoditas strategis lain seperti jagung, dan cabai. 

Ditambah semakin maraknya alih fungsi lahan produktif menjadi properti. Dihadapkan kenyataan seperti itu, apakah kemudian tidak ada upaya pemerintah untuk mengembalikan produksi Kedelai seperti di awal tahun 90-an?.

Walaupun anggaran terbatas, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian terus melakukan upaya untuk meningkatkan produksidi. Pada tahun 2022, Kementan memfasilitasi pengembangan Kedelai seluas 52 ribu hektar.

Menurut Direktur Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Yuris Tiyanto, pihaknya akan bekerja sama dengan menggandeng offtaker sebagai avalis pembiayaan. 

Offtaker tersebut dimungkinkan untuk menjadi penjamin untuk pembiayaan KUR. Ada 14 Dinas Pertanian yang sudah menandatanagani MoU dengan perbankan Himbara dalam rangka pengembangan Kedelai non APBN atau melalui skema KUR. 

Sebagai solusi jangka panjang, upaya ini bisa diduplikasikan di daerah-daerah baru diluar sentra Kedelai yang selama ini ada. Sehingga ketergantungan Kedelai impor perlahan mulai dikurangi. Semoga.[]


Baca Juga:

Berita terkait
Mengenal Distemper Kucing, Gejala dan Cara Mengobatinya
Distemper dianggap sebagai salah satu penyakit paling berbahaya untuk kucing karena penyebarannya yang begitu mudah.
PMJ: Rumah Warga yang Sudah Divaksinasi Akan Ditempel Stiker
Yusri menegaskan rumah warga yang sudah divaksinasi akan terdata pada stiker yang ditempel di rumah warga.
Di Jerman Ada Kuliner Tempe Indonesia di Kota Berlin
Berawal dari kekecewaan tidak menemukan tempe seperti di Indonesia, Yustina Haryanti mulai membuat tempe sendiri di Jerman