Untuk Indonesia

Opini: Permulaan Pelaksanaan Suatu Tindak Pidana

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sering kali tidak kita sadari bahwasanya kita dikelilingi oleh norma-norma hukum.
Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan. (Foto dok pribadi)

Oleh: Darwin Steven Siagian, Advokat, Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Parahyangan

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sering kali tidak kita sadari bahwasanya kita dikelilingi oleh norma-norma hukum. Hal tersebut ditujukan supaya setiap manusia yang melanggar aturan hukum tidak dapat lepas begitu saja. Karena apabila tidak ada aturan hukum yang mengatur perbuatan seseorang, maka ia tidak dapat dihukum. Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.

Permulaan pelaksanaan tindak pidana adalah syarat kedua untuk mempidanakan percobaan tindak pidana menurut hemat penulis, merupakan soal yang paling sulit dalam hal percobaan tindak tindak pidana. Dengan diisyaratkan permulaan pelaksanaan tindak pidana, maka timbul penggolongan semua perbuatan yang belum merupakan penyelesaian tindak pidana menjadi dua golongan, yaitu :

1.golongan pelaksanaan tindak pidana (uitveorings-handeling), dan

2.golongan persiapan tindak pidana (voorbereidings-handeling).

Dengan pengertian, bahwa hanya perbuatan pelaksanaan tindak pidana dapat merupakan percobaan yang dapat dikenakan hukuman pidana.

Kesulitan masih tetap ada, yaitu sampai dimana suatu perbuatan hanya merupakan persiapan, dimana sudah mulai ada pelaksanaan suatu tindak pidana tertentu. Van hamel mengemukakan sebagai penganut teori subjektif mengganggap ada perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan menggambarkan ketetapan dari kehendak (vastheid van voornemen) untuk melakukan tindak pidana. Sementara pandangan Simons, sebagai penganut teori objektif, menganggap ada perbuatan pelaksanaan apabila dari perbuatan itu dapat langsung menyusul akibat sebagai tujuan dari tindak pidana (consitutief gevolg), tanpa perlu ada perbuatan lain lagi dari sipelaku. Pandapat Pompe, ada suatu perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan itu bernada membuka kemungkinan terjadinya penyelesaian dari tindak pidana.

Permulaan pelaksanaan memiliki hubungan dengan niat yang menjadi unsur pertama dalam percobaan tindak pidana. Karena permulaan pelaksanaan dapat dilihat ketika niat seseorang sudah dapat dipastikan untuk melaksanakan perbuatan. Permulaan pelaksanaan merupakan perbuatan yang sudah sedemikian rupa berhubungan langsung dengan tindak pidana, sehingga dapat dinilai bahwa pelaksanaan tindak pidana telah dimulai. Oleh karena itu, dapat dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan ketika seseorang yang sebelumnya sudah memiliki niat atau kehendak yang ada di dalam batinnya, selanjutnya ia muwujudkannya dalam bentuk perbuatan.

Opini HukumOpini Permulaan Pelaksanaan Suatu Tindak Pidana. (Foto dok pribadi)

Menurut teori percobaan yang obyektif, percobaan tidak mampu yang dapat dipidana hanyalah dalam hal alat sarana yang relatif tidak mampu dan obyek yang relatif tidak mampu. Dalam hal adanya sifat relatif dari alat sarana dan obyek itu, telah ada kepentingan hukum yang dibahayakan. Dari sudut pandang teori percobaan subyektif, baik alat tidak mampu secara absolut dan relatif maupun obyek tidak mampu secara absolut dan relatif, pelakunya tetap dapat dipidana karena percobaan tindak pidana.

Zevenbergen mencari ukuran pada penjelmaan dari kejadian hukum (rechtsfeit-verwerkelijking) yang merupakan suatu tindak pidana, dan menganggap percobaan ada apabila kejadian hukum itu sebagian sudah terjelma atau nampak.

Pendapat Duynstee, dengan perbuatan pelaksanaan seorang pelaku sudah masuk dalam suasana lingkungan kejahatan (misdadige sfeer), menurut Drion seorang pelaku itu sudah memperlihatkan sifat kejahatan dari perbuatannya. Menurut Drion seorang pelaku itu sudah memperlihatkan sifat kejahatan dari perbuatannya, sedangkan bila menurut Van Bemmelen perbuatan pelaksanaan harus menimbulkan bahaya atau kekhawatiran akan menyusulnya akibat yang dimaksudkan dalam perumusan tindak pidana.

Pendapat lain, berpendapat bahwa perbuatan pelaksanaan merupakan sebab (oorzaak), dan perbuatan persiapan hanya syarat (voorwaarde) untuk akibat yang bersangkutan. Pendapat lain, suatu perbuatan pelaksanaan membahayakan langsung, dan perbuatan persiapan tidak langsung akan terjadinya suatu tindak pidana.

Terkait dengan pendapat Hazewinkel-Suringa, yang pada akhirnya menyebutkan perumusan yang tidak memuaskan (hoogst bedenkelijk) dari Hoge Raad Belanda dalam banya putusan, bahwa suatu perbuatan dianggap perbuatan pelaksanaan yang dengan tindak pidana yang dikehendaki, ada hubungan langsung sedemikian rupa sehingga tindak pidana itu dapat dikatakan mulai dilaksanakan.

Kekaburan dari semua pendapat diatas, terutama terlihat pada tindak pidana yang dirumuskan sebagai menyebabkan suatu akibat, tanpa menentukan wujud dari perbuatannya (materieel delict). Misalnya katakanlah : mengenai tindak pidana pembunuhan. Apabila seorang melepaskan tembakan dengan pistol kearah orang lain, tetapi tidak kena sasarannya, maka sudah terang menurut semua pendapat tersebut diatas, ada percobaan pembunuhan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Bagaimanakah, apabila seprang pelaku itu baru bersembunyi dibelakang suatu pohon besar dengan memegang pistol untuk melepaskan tembakan pada orang lain yang datang dari jauh, kemudian si-pelaku pada waktu itu ditangkap oleh orang yang mengerti gerak-gerik si-pelaku.

Pendapat seorang pengamat teori subjektif seperti Van Hamel, mungkin sekali kini sudah percobaan pembunuhan oleh karena sudah terang ketetapan kehendak si-pelaku untuk membunuh orang lain. Tetapi menurut seorang penganut teori objektif seperti Simons, mungkin sekali kini baru dianggap ada perbuatan persiapan.

Mengenai formeele delicten, yaitu tindak pidana yang dirumuskan sebagai penyebutan perbuatan tertentu tanpa atau dengan menyebutkan akibat, agak mudah untuk menentukan kapan ada perbuatan pelaksanaan tindak pidana. Seperti misalnya pengambilan barang oleh seorang pencuri mulai dilaksanakan dengan mengulurkan tangan untuk mengambil barangnya. Apabila dari kasus pencurian disebutkan sebagai unsur perbuatan merusak, maka perbuatan merusak kunci pintu dapat dianggap perbuatan pelaksanaan tindak pidana pencurian dengan merusak. Perbuatan memanjat pagar tembok pekarangan tempat pencurian akan dilakukan, merupakan perbuatan pelaksanaan dari tindak pidana pencurian dengan inklimming (masuk secara memanjat).

Pertanggung jawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggung jawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggung jawaban pengganti (vicarious liability)dan pertanggung jawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error factie) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan. []

Berita terkait
Opini: Sifat Objektif Rasa Keadilan yang Hidup Dalam Masyarakat
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
Opini: Lumbung Pangan Dunia, Utopia?
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia optimalkan penggunaan lahan rawa.
Opini: PP No 51 Tahun 2023 Adalah Ketidakadilan Bagi Buruh
Saya menyimpulkan revisi PP 36 tahun 2021 menjadi PP 51 tahun 2023 yang ditandatangani Presiden Jokowi adalah ketidakadilan bagi buruh.
0
Opini: Permulaan Pelaksanaan Suatu Tindak Pidana
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sering kali tidak kita sadari bahwasanya kita dikelilingi oleh norma-norma hukum.