Untuk Indonesia

Opini: Belajar dari Kasus di Bulukumba

Saya berharap Pemerintah dapat merevisi regulasinya sehingga peserta JKN bisa menggunakan penjaminan JKN tanpa harus pulang terlebih dahulu.
Timboel Siregar, Koordinator. (Foto: Tagar/Sinar Keadilan)

Timboel Siregar*


Peristiwa meninggalnya seorang warga yang sedang mengurus e-KTP untuk mendaftar menjadi peserta Program JKN dalam posisi sakit kritis akibat penyumbatan usus, menjadi berita viral saat ini. Almarhum yang seharusnya masih dirawat, diperbolehkan pulang dengan alasan biaya perawatan.

Almarhum sebelumnya merupakan pasien umum di RSUD Sultan Daeng Raja Bulukumba, dan atas rencana operasi yang disampaikan dokter maka almarhum mengurus e-KTP agar bisa mendaftar program JKN sehingga biaya perawatan dan operasinya dapat dijamin JKN.

Kejadian ini sangat kita sesalkan bersama, seharusnya almarhum masih dalam proses perawatan karena kondisinya pada saat itu masih sakit dan belum layak pulang. Merujuk pada UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS), dengan sangat jelas pada Pasal 29 huruf (k) diamanatkan RS wajib menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.

Hal ini pun diperkuat Pasal 51 huruf (a) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), yaitu dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

Pasal 2 UU RS dengan sangat jelas menyatakan RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai-nilai antara lain kemanusiaan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Tentunya seluruh tenaga medis mengetahui standar profesi dan etika, sehingga permintaan pulang seharusnya ditolak karena dokter tahu kondisi almarhum pada saat akan pulang. Keselamatan jiwa pasien saat itu seharusnya menjadi perhatian khusus RS.

Bila memang almarhum meminta pulang karena alasan pembiayaan di RS terkait dengan rencana operasi, Pasal 29 huruf (e) UU RS pun mengamanatkan RS wajib menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin. RS harus menjalankan fungsi sosial sesuai amanat Pasal 2, yaitu membantu pembiayaan kesehatan masyarakat miskin seperti almarhum.

Namun, sepertinya RS tidak menjalankan kewajiban, asas serta nilai-nilai yang dimanatkan UU RS, malah mendorong almarhum untuk mendaftarkan diri ke Progarm JKN agar pembiayaan kesehatannya dijamin JKN.

Kasus ini harus diusut secara tuntas, untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Pasal 54 UU RS memerintahkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap RS. Pembinaan dan pengawasan diarahkan, salah satunya, untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan Kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, dan keselamatan pasien.

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan tersebut Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa teguran, teguran tertulis, dan/atau denda dan pencabutan izin kepada RS tersebut.

Terkait dengan keputusan dokter yang diduga memberikan ijin pasien pulang dalam kondisi belum layak pulang, dokter dapat dikenakan sanksi di Pasal 79 huruf ( c ) UU Praktik Kedokteran yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Usulan Perbaikan di Program JKN

Tentunya dalam kasus ini, persoalan tidak bisa dilepaskan dari peran penting Program JKN. Sejak hadirnya Program JKN, masyarakat umum mengandalkan program JKN untuk menjamin biaya pengobatan mereka ketika sakit. Oleh karena itu, kasus yang terjadi di Sulawesi Selatan ini dapat dimaknai sebagai sebuah pelajaran dan sebagai momentum untuk perbaikan layanan program JKN.

Sebagai sebuah pelajaran, tentunya kasus ini mengajak seluruh rakyat Indonesia memastikan diri sudah terdaftar sebagai peserta JKN, sehingga kapan pun penyakit datang, seluruh masyarakat Indonesia bisa dijamin JKN.

Bagi masyarakat yang tidak mampu segera mendaftarkan diri ke Dinas Sosial untuk diikutkan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Dan bagi masyarakat mampu, segeralah menjadi peserta JKN. Walaupun sudah memiliki asuransi Kesehatan swasta tetapi sangat penting menjadi peserta JKN mengingat manfaat JKN tidak dibatasi oleh biaya.

Tentunya, kasus ini pun harus menjadi perhatian bagi Kementerian Sosial (Kemensos) dan dinas sosial (dinsos) ketika melakukan cleansing data PBI. Selama ini, salah satu alasan menonaktifkan masyarakat miskin dari kepesertaan PBI adalah karena NIK (Nomor Induk Kependudukan) belum padan. Bila memang ada masalah dengan NIK, Kemensos dan dinsos harus berkoordinasi dengan Dukcapil dan peserta tersebut sehingga NIK-nya diperbaiki, tanpa dinonaktifkan.

Saya mengajak seluruh peserta PBI untuk mengecek kepesertaannya di JKN selagi masih sehat. Bila sudah dinonaktifkan segeralah urus kembali, agar bisa digunakan ketika sakit.

Perbaikan regulasi JKN yang diharapkan dari kasus ini adalah diperbolehkannya perubahan penjaminan pada saat perawatan. Ada peserta JKN yang mengalami kesulitan mengakses pelayanan JKN atau karena menggunakan asuransi Kesehatan swasta, masuk perawatan dengan status pasien umum, namun karena biaya semakin besar atau asuransi tidak lagi menjamin, pasien ingin menggunakan JKN tapi tidak bisa berlanjut saat perawatan. Harus pulang dulu dan berproses dari awal untuk penjaminan JKN.

Saya berharap Pemerintah dapat merevisi regulasinya sehingga peserta JKN bisa menggunakan penjaminan JKN tanpa harus pulang terlebih dahulu dan memproses penjaminan dari awal. Perbaikan regulasi ini untuk memastikan tidak ada lagi pasien yang belum layak pulang meminta pulang hanya karena ingin dijamin oleh JKN.

Semoga di tahun kesembilan pelaksanaan program JKN ini semakin banyak masyarakt kita yang terdaftar aktif di JKN, dan pelayanan JKN semakin mudah diakses masyarakat, dan kasus yang menimpa saudara kita di Bulukumba tidak terjadi lagi.[]

Berita terkait
Kementerian ATR/BPN Gandeng DJKN Bangun Digitalisasi Sistem Administrasi Pertanahan
Dalam hal ini, layanan elektronik Kementerian ATR/BPN yang berkaitan dengan lelang, yaitu pembuatan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).
Kementerian ATR/BPN Berkontribusi Wujudkan Program JKN yang Menyeluruh dengan Prinsip Gotong Royong
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) turut berkontribusi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Soal JKN, Timboel Siregar: Persyaratan Ini Baik Bagi Masyarakat
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 disebutkan tentang adanya sanksi tidak dapat layanan.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.