Omnibus Law 'Ciptaker' di Mata Said Iqbal

Polemik Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang oleh sejumlah buruh, dianggap lebih berpihak pada pengusaha terus berlanjut
Said Iqbal (kanan) dalam acara diskusi “Omnibus Law dan Nasib Para Pekerja” di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2020. (Foto: Tagar/Husen Mulachela).

Jakarta - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, akhir-akhir ini kembali mencuat di berbagai media massa. Hal tersebut tak lepas dari polemik Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang oleh sejumlah buruh, dianggap lebih berpihak pada pengusaha.

Pria kelahiran Jakarta, 5 Juli 1968, ini sejak dulu memang dikenal sebagai salah satu tokoh penggerak kaum buruh di Indonesia.

Sebelum memulai kariernya di serikat pekerja, Said Iqbal telah menamatkan studinya di Politeknik (Teknik Mesin) Universitas Indonesia (S1). Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 untuk gelar master di Jurusan Ekonomi Universitas Indonesia dan Teknik Mesin Universitas Jayabaya, Jakarta.

Usai menamatkan studinya, ia bekerja di sebuah Perusahaan Elektronik di Kabupaten Bekasi pada 1992. Di sini, Said mulai aktif turun ke jalan untuk memperjuangkan hak-hak pekerja dengan menjadi aktivis buruh di serikat pekerja tempat ia bekerja.

Setelah era reformasi, dengan kebebasan untuk mendirikan serikat pekerja, Said bersama tokoh pekerja lainnya mendirikan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).

Selain itu, Said juga termasuk anggota tim perumus Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang Pengaduan Perburuhan.

Di temui di Gedung Tempo, Jalan Palmerah Barat No 8, Tagar berkesempatan mewawancarai Said Iqbal mengenai pendapatnya tentang Omnibus Law serta pergerakan dari serikat pekerja pimpinannya, KSPI. Berikut hasil wawancara kami.

Tagar (T): Apa yang disetujui dari Omnibus Law?

Said Iqbal (J): Pertama, dalam membahas undang-undang investasi dimana pesan Presiden Jokowi kan menginginkan kemudahan investasi sehingga dengan investasi yang makin banyak masuk ke Indonesia menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga tercipta lapangan kerja baru, menekan angka pengangguran, dan mengurangi angka kemiskinan. Pada titik itu kita setuju. Dengan demikian, keinginan Presiden Jokowi untuk mengundang investor lebih banyak kita setuju.

T: Apa keberatan inti dari Omnibus Law bagi Anda?

J: Yang tidak kita setuju, Omnibus Law adalah sebuah jawaban agar investasi masuk dengan cara menurut buruh, menurunkan nilai-nilai kesejahteraan buruh, yaitu ada sembilan alasan yang kami lihat secara singkat.

T: Apa saja sembilan alasan yang dinilai menurunkan kesejahteraan buruh itu?

J: Satu, upah minimum hilang dengan dihapusnya upah minimum kabupaten kota atau UMK. Betul ada upah minimum provinsi atau UMP. tapi UMP itu kan nilainya lebih rendah dari UMK. Misal, Kabupaten Bekasi UMK-nya Rp4,4 juta, Karawang UMK-nya Rp4,5 juta. Dua kabupaten kita ini berada di Provinsi Jawa Barat. UMP Provinsi Jawa Barat 1,8 juta. Apakah dengan Omnibus Law, UMK itu dihapus maka semua upah minimum turun jadi 1,8 juta atau yang lama 4,4 juta, karyawan baru 1,8 juta, diskriminasi.

Ada lagi yang disebut dengan upah minimum padat karya, nggak ada, dalam konvensi (International Labour Organization) ILO Nomor 133 tentang upah minimum itu dinyatakan tidak ada upah minimum di bawah upah minimum. Ini upah minimum padat karya di bawah upah minimum, berarti diskriminasi. Undang-undang nggak boleh bersifat diskriminasi. itu yang kita bilang upah minimum hilang.

Dua pesangon hilang. Kenapa pesangon hilang, faktanya, uang penghargaan masa kerja dikurangi, uang penggantian hak dihilangkan, walaupun ada terminologi kata-kata disepakati. Kalau nggak disepakati pengusaha ya hilang berarti uang penghargaan masa kerja. Dengarkan ada penghilangan nilai pesangon, bahkan yang kami sebut hilang pesangon sama sekali adalah nilainya hilang sama sekali dengan dibebaskannya karyawan kontrak dan karyawan outsourcing seumur hidup. Karyawan kontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup. Otomatis nggak ada pesangon, berarti hilang.

Yang ketiga adalah PHK dipermudah. Selama ini harus berunding dulu dengan serikat buruh, di dalam Omnibus Law tidak ada lagi berunding. Langsung saja ke pengadilan perburuhan.

Yang Keempat adalah jam kerja yang bersifat eksploitatif. Kalau sekarang ini, kalau Anda bekerja 8 jam sehari, maka 5 hari kerja dalam seminggu. Kalau 7 jam sehari adalah 6 hari kerja dalam seminggu. Atau 40 jam dalam seminggu. Sekarang dihapus, hanya dikatakan bahwa kita bekerja 8 jam sehari maksimal dan 40 jam seminggu. Berarti bisa saja orang bekerja tidak ada libur Sabtu-Minggu, tapi liburnya hari senin, karena bisa diatur. Nah bagaimana dengan keluarga, kita, kan juga butuh bertemu keluarga. Sabtu-Minggu anak libur, kita kerja. Hari Senin kita libur, anak sekolah. Gimana kita mau ketemu. Hal-hal sosial seperti itu yang saya bilang eksploitatif. Belum lagi jam kerja yang mungkin bisa memberatkan buruh, misal 12 jam dalam satu hari tanpa keuntungan lembur, bisa saja itu terjadi.

Hal lain yang kemudian jadi keberatan kita adalah selain jam kerja yang eksploitatif yaitu TKA, unskilled worthless, buruh kasar dipermudah, karena tidak perlu lagi surat izin tertulis menteri. Lha .... wong yang izin tertulis menteri saja buruh kasar TKA China banyak masuk kok. Sekarang cukup katanya melaporkan perencanaan untuk disahkan, itu berbahaya. Unskilled Worthless akan mudah masuk. Startup boleh untuk buruh kasar, itu kan berbahaya. Lembaga pendidikan bebas untuk buruh kasar, itu kami menolak. Karena unskill worthless adalah untuk orang indonesia. Kalau skill worthless yang berketerampilan kita setuju TKA boleh masuk. Kemudian hal lain yang kita soroti adalah outsourcing jadi seumur hidup. Karena di situ dikatakan, pekerjaan inti dan tidak inti tidak lagi diatur, semua pekerjaan boleh, tanpa batasan waktu, outsourcing seumur hidup. Buat apa kita sekolahin anak capek-capek, jadi outsourcing seumur hidup.

Yang ketujuh adalah karyawan kontrak bebas tanpa batas, semua jenis pekerjaan, sebelumnya dibatasi. Sekarang bebas, berarti orang bisa dikontrak seumur hidup, bahaya, ini mengancam kehidupan job security, kepastian kerja jadi hilang.

Hal lain juga adalah berhubungan dengan sanksi pidana dihilangkan. Keterlambatan upah tidak perlu denda, nanti seenak-enaknya dong pengusaha membayar upahnya.

Nah faktor-faktor sembilan alasan KSPI itulah yang kemudian mendorong KSPI bersikap bersama serikat buruh dan buruh Indonesia menolak Omnibus Law.

T: Lalu apa saja pergerakan yang dilakukan KSPI dalam menolak Omnibus Law?

J: Tentu kita yang pertama langkah politik, meminta DPR men-drop klaster ketenagakerjaan, mengembalikan ketenagakerjaan itu ke dalam Undang-Undang 13 tahun 2003. Kalau memang mau diatur ya silakan diatur, yaitu tentang pekerja digital ekonomi, pekerja paruh waktu, tenaga ahli, dan diatur tentang UMKM, itu yang diatur, bukan yang sudah ada didrop-dropin, diturun-turunin, bahkan ada yang dihilangkan.

Langkah yang berikutnya kita minta DPR stop, buang itu. Kan ada 11 klaster, sepuluh klaster silakan dibahas.

Hal lain yang kita lakukan pasti aksi besar-besaran secara nasional dan secara daerah, terus-menerus. Dan yang terakhir kita persiapkan Judicial Review.

T: Aksi besar-besaran maksudnya demo?

J: Iya demo. Nanti sidang paripurna kita akan ada aksi besar-besaran.

T: Kenapa buruh sering demo?

J: Buruh sering demo karena kesejahteraannya diturunkan dan dihilangkan. Oleh karena itu jangan turunkan kesejahteraan buruh. Biar dialog. Omnibus Law dibahas secara tertutup, tidak melibatkan serikat buruh. Padahal, setiap yang berhubungan dengan peraturan perburuhan harus melibatkan tiga unsur, serikat buruh, asosiasi pengusaha, dan pemerintah. Di Omnibus Law (buruh) tidak dilibatkan, wajar kalau buruh melakukan demonstrasi. Wajar kalau buruh melakukan demonstrasi kalau masa depan anak-anak kita dan buruh itu sendiri yang sedang bekerja terancam masa depannya. Kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, upah minimum dihapuskan, upah per jam diperkenalkan dengan murah.

 T: Kalau demo atau aksi besar-besaran itu biayanya dari mana?

J: Dari buruh dong, kan punya iuran, iya dong. Titipan atau bukan ini pertanyaan karena sudah mengarah ini, sudah cukup, cukup, cukup (tertawa dan beranjak).

T: Bagaimana cara bapak mengkoordinir semua anggota KSPI?

J: (Berjalan) Ya anggota kita. Anggota kita, anggota.

T: Dari dulu bapak jadi Ketua KSPI, apa tidak ada pergantian ketua?

J: (Berjalan) Oh itu tidak ada hubungan, tidak perlu dijawab (tertawa). Oke terima kasih ya. []

Berita terkait
Mahasiswa Malang Nilai Omnibus Law Manjakan Investor
Mahasiswa Malang menilai RUU Omnibus Law dibuat dan dirancang hanya berpihak dan menguntungkan kepada investor dan korporasi.
Stafsus Jokowi: Pasal Omnibus Law Bukan Salah Ketik
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyatakan Pasal 170 RUU Cipta Kerja tidak terdapat salah pengetikan.
Omnibus Law Bisa Jadi Solusi Stunting dalam Negeri
Peneliti CIPS Felippa Ann Amanta mengungkapkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpeluang menjadi salah satu solusi menurunkan fenomena stunting.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.