Surabaya - Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law cipta kerja bakal menjadi ancaman serius bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Mengingat pemasukan dana dari iuran BPJS Ketenagakerjaan bakal menurun.
Ketua BPJS Watch Jawa Timur, Arief Supriyono menilai ada beberapa poin dalam UU Omnibus Law cipta kerja menjadi ancaman pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan. Mengingat perusahaan mudah merekrut pekerja kontrak.
Namanya UU Cipta Kerja, tapi ini sangat merugikan masyarakat pekerja sebenarnya.
"Adanya aturan tersebut membuat pengusaha mudah mempekerjakan karyawan kontrak secara terus menerus. Selain itu rawan PHK bagi para pekerja tetap lalu digantikan oleh pekerja kontrak," ujarnya kepada Tagar saat dihubungi melalui gawainya, Rabu, 7 Oktober 2020.
Arief menjelaskan, aturan sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebenarnya sudah mengikat. Namun dengan adanya UU Omnibus Law, pemerintah membuat aturan seolah-olah menjadi satu kesatuan.
"Namanya UU Cipta Kerja, tapi ini sangat merugikan masyarakat pekerja sebenarnya," kata dia.
Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja tidak sepenuhnya mendukung situasi ekonomi di Indonesia. Apalagi masyarakat saat ini dihadapkan pandemi Covid-19 sehingga banyak pekerja dirumahkan atau terkena PHK.
Arief tak memungkiri bahwa pemerintah berupaya menaikkan nilai investasi. Namun, pemerintah tidak melihat kondisi masyarakatnya terlebih dulu terutama saat kondisi pandemi.
"Itu harus menjadi tanggung jawab pemerintah, tidak terus pemerintah mengajukan untuk menarik investasi. Investasi seperti apa," tegas dia.
Arief mengaku UU Cipta Kerja akan memperburuk kondisi. Mengingat sebelum adanya Undang-undang tersebut tenaga kontrak hanya berada kepada masyarakat ataupun pekerja cord bisnis. Maka, saat ini pekerja bisa dihitung berdasarkan hari.
"Ini yang juga kalau kita melihat pekerja dihitung hari bagaimana mendapatkan upah, upah itu dibayarkan ke jaminan perlindungan sosial. Ini sangat berdampak pada iuran BPJS ketenagakerjaan juga kan," terangnya.
Menurutnya, yang menjadi kewaspadaan bagi BPJS Ketenagakerjaan adalah pekerja tidak mendapatkan kepastian. Mengingat upah buruh akan dihitung hari kerja mereka bekerja.
"Kalau dulu dihitung 1 bulan," pungkasnya.
Terpisah, Kepala BP Jamsostek Surabaya, Karimunjawa Muhyidin memastikan Omnibus Law memberikan dampak bagi BP Jamsostek. Hanya saja, ia tak membeberkan dampak yang akan terjadi.
"Kalau sekarang kan masih belum ya kalau berdampak. Kalau misalnya peluang kerja itu semakin dibuka lebar yang pasti akan berpengaruh terhadap kepesertaan program BP Jamsostek. Tapi sejauh ini karena ini baru, kami belum mempelajari," kata dia.
"Yang pasti pemerintah sudah menetapkan, kita pasti mengikuti ketentuan itu. Mudah-mudahan dampaknya positif ya," ucapnya.[]