Pematangsiantar - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menuding mutasi besar-besaran sejumlah jabatan struktural Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan langkah mempromosikan orang-orangnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Idham Azis.
Neta mengatakan mutasi yang kerap kali dilakukan Polri merupakan hal yang biasa dalam penyegaran organisasi kepolisian. Namun, kali ini dia menuding ada maksud dari mutasi jabatan di tubuh Polri tersebut.
"IPW melihat dalam mutasi ini ada tiga gerbong besar yang bergerak, yakni naiknya orang Jokowi menjadi Kapolda Jateng (Brigjen Ahmad Luthfi), naiknya orang-orangnya Idham Azis di antaranya menjadi Kapolda Kalteng (Brigjen Dedi Prasetyo) dan Kapolda Jatim (Irjen Pol M Fadil Imran), serta naiknya orangnya Budi Gunawan menjadi jenderal bintang tiga," kata Neta lewat ketarangan tertulisnya yang diterima Tagar, Jumat, 1 Mei 2020.
Sebab yang bersangkutan bukanlah alumni akademi kepolisian. Jika melihat cepatnya karir yang bersangkutan melesat.
Dia mengaku, posisi Brigjen Ahmad Luthfi sebagai Kapolda Jateng merupakan fenomenal baru bagi dinamika Polri. Pasalnya, dia bukanlah sosok alumni Akademi Kepolisian (Akpol).
"Naiknya orangnya Jokowi menjadi Kapolda Jateng ini cukup fenomenal bagi dinamika Polri. Sebab yang bersangkutan bukanlah alumni akademi kepolisian. Jika melihat cepatnya karir yang bersangkutan melesat setelah menjadi panitia pengamanan pernikahan putri Jokowi di Solo," uajrnya.
Baca juga:
- Mutasi Polri: M Iqbal Kapolda NTB, Argo Kadiv Humas
- 4 Posisi Strategis Ditempati Polisi, KPK Yakin Independen
Lantas dia menyebut, Brigjen Ahmad Luthfi digadang-gadang menjadi orang tertinggi di kepolisian ke depannya.
"Sepertinya yang bersangkutan sedang dipersiapkan Jokowi untuk menjadi calon Kapolri ke depan. Bisa jadi akan dipersiapkan menggantikan Idham Azis. Dari mutasi besar kali ini yang paling fenomenal dalam penilaian IPW, adalah naiknya Wakapolda Jateng menjadi Kapolda. Sekaligus hal ini menandai untuk pertama kalinya figur non Akpol tampil menjadi Kapolda Jateng," kata dia.
Tak hanya itu, Neta juga menyoroti ditunjuknya Irjen Rycko Amelza sebagai Kabaintelkam Polri. Dipastikan mantan ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini akan naik pangkat menjadi bintang tiga atau Komjen.
Namun, dia belum mendapat informasi yang valid terkait posisi strategis yang diberikan kepada Rycko.
"Fenomena lain adalah naiknya mantan ajudan Presiden SBY menjadi jenderal bintang tiga dan menjabat posisi strategis, yakni Kabaintelkam. Biasanya posisi Kabaintelkam selama ini dipegang oleh figur yang dekat dengan kekuasaan karena menyangkut kemampuan analisa keamanan dan cipta kondisi bagi situasi Kamtibmas dan kelanggengan kekuasaan. IPW belum mendapat info A, kenapa mantan ajudan Presiden SBY bisa tampil menjadi Kabaintelkam Polri di era Presiden Jokowi," ucapnya.
Selanjutnya, Fenomena yang tak kalah menarik, kata dia adalah digesernya Kapolda Jatim ke posisi Wakalemdikpol. Padahal di masa Pilpres 2019, Jatim sangat aman dan kondusif serta memberikan suara yang signifikan bagi kemenangan Jokowi dalam perolehan suara.
"Jadi pertanyaan memang, Kenapa Kapolda Jatim tergeser ke Wakalemdikpol, sementara ada Kapolda yang "tidak berdarah darah" di Pilpres 2019 dinaikkan jadi bintang tiga. Fenomena ini sangat ironis, jika dilihat lagi bahwa Pangdam Brawijaya belum lama ini naik posisi menjadi jenderal bintang tiga," kata Neta.
Dia melanjutkan, mutasi kali ini pun membawa sejumlah teman-teman satu Angkatan Akpol dengan Idam Azis bergeser ke tempat strategis. "Begitu juga beberapa alumni Densus 88 bergeser ke tempat strategis. Di sisi lain ada beberapa orangnya Tito Karnavian tergeser dan ada yang masih bertahan di posisi strategis," ujarnya.
Lantas, IPW mengingatkan bahwa mutasi ini harus bisa menjadikan Polri benar-benar promoter, karena tantangan Polri ke depan cukup berat. Dampak pademi Covid-19, katanya, telah membuat banyak pihak terpuruk dari segi ekonomi, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) pun ada di depan mata.
Seterusnya, berbagai industri makin terkapar, dan kesulitan ekonomi makin parah jika wabah Covid-19 tidak berkesudahan. "Artinya, ke depan polri tidak sekadar menghadapi tingkah pola para kriminal tapi ancaman konflik sosial sebagai dampak pademi Covid-19, patut dicermati. Apalagi saat ini sudah ada pihak yang menamakan dirinya Anarko yang memprovokasi massa untuk membuat kerusuhan. Sehingga intelijen kepolisian dituntut bekerja keras untuk melakukan antisipasi dan deteksi dini," ucap Neta.