Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan keputusan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bagai buah simalakama.
"Tidak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu, cirinya memang begitu. Jadi, memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019 seperti dilansir dari Antara.
Sebenarnya, kata dia, pemerintah sudah mendengarkan aspirasi dan usulan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa terkait UU KPK. Makanya, ada ruang diskusi yang sengaja dibuka antara pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mahasiswa yang melakukan demonstrasi meminta pembatalan UU KPK dan penerbitan perppu KPK.
"Itulah Presiden juga membuka pintu istana seluas-luasnya, semuanya didengarkan dengan baik," ujarnya.
Namun, aspirasi dan usulan tidak serta merta bermuara pada keputusan. Sebab, ada hal-hal yang mesti dipertimbangkan jika akhirnya perppu diterbitkan.
"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan. Semua warga negara juga bijak dalam menyikapi semua keputusan," tuturnya.
Wacana penerbitan perppu KPK, mendapat tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Ia mengungkapkan partai-partai pendukung Jokowi sepakat untuk menolak penerbitkan perppu UU KPK.
"Untuk sementara nggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan Perppu," ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Apalagi, UU KPK yang baru disahkan pada 17 September itu sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi.
"Karena sudah masuk pada persengketaan di Mahkamah Konstitusi (MK), ya salah juga kalau mengeluarkan Perppu. Jadi kita tunggu dulu bagaimana proses di MK melanjutkan gugatan itu," tuturnya. []