Jakarta - Bangka Belitung menggugat Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi kepulauan tempat kelahiran Komisaris Utama Pertamina Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama ini, UU Minerba justru membuat daerah penghasil bijih timah menanggung rugi.
"Kami semata-mata hanya ingin daerah dilibatkan dalam menyusun undang-undang ini. Jangan sampai sumber daya alam kami terkuras habis, masyarakat Bangka Belitung masih seperti biasa-biasa saja," kata Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan di Pangkalpinang, seperti dilansir Antara, Sabtu, 11 Juli 2020.
Rosman mengatakan gugatan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah disampaikan ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat 10 Juli 2020. Ia ingin UU Minerba dikaji kembali.
"Kami ingin undang-undang tersebut dikaji kembali, karena dianggap pada saat disusun, pemerintah daerah tidak dilibatkan sehingga dianggap merugikan pemda, dalam hal ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung," ujarnya.
Kami menyayangkan pembahasan RUU Minerba dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di gedung DPR
Selain itu, UU Minerba dianggap menegasikan kewenangan pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batu bara. Misalnya, kata Djohan, pembentukan peraturan daerah di bidang minerba mengenai pembinaan, pengawasan, perizinan, dan penyelesaian konflik.
"Padahal, kegiatan usaha pertambangan berada di daerah asal sumber daya alam, sehingga daerah hanya menjadi tempat eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah sebagai penghasil sumber daya mineral dan batu bara," ujarnya.
Padahal Pasal 18 dan Pasal 18A UUD 1945 memberikan kedudukan pada pemerintah daerah dengan otonomi seluas-luasnya, bahkan khusus untuk pemanfaatan sumber daya alam diatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang harus dilakukan secara adil dan selaras. Sementara UU Nomor 3 Tahun 2020 membebani pemda dengan ketentuan bahwa, pemda harus menjamin tidak mengubah rencana tata ruang di wilayah usaha pertambangan, lalu pemda harus menerbitkan perizinan lain dalam rangka mendukung kegiatan usaha pertambangan.
Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Ahmad Redi mengatakan bahwa revisi UU Minerba ini tak memenuhi kualifikasi sebagai RUU yang dapat dilanjutkan pembahasannya (carry over). Draf RUU inisiatif DPR tersebut telah disusun sejak DPR periode 2014-2019, tetapi masa jabatannya berakhir September 2019, belum dilakukan kembali pembahasan daftar inventaris masalah RUU Minerba.
"Kami menyayangkan pembahasan RUU Minerba dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di gedung DPR, serta tidak melibatkan partisipasi publik, pemangku kepentingan, dan DPD," ucapnya.[]
Baca juga:
- Debut Gerindra di Pemerintahan: Bagi-bagi Kue Ekspor
- Ahmad Dhani: DPR yang Bisa Ubah Pancasila, Bukan HTI