Jakarta- Debut Partai Gerindra duduk di kursi pemerintahan tercoreng dengan bagi-bagi jatah ekspor di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurut pengamat politik Ujang Komarudin, bagi-bagi kue biasa dilakukan oleh partai lain tapi main mata di Gerindra begitu cepat mencuat ke publik.
"Permainannya tampaknya tak cantik. Mungkin saja karena Gerindra belum pernah berkuasa sebelumnya di pemerintahan, tapi ketika berkuasa tidak hati-hati," kata Dosen Ilmu Politik Universitas Al Azhar Jakarta ini kepada Tagar, Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020.
Dari temuan majalah Tempo edisi 4 Juli 2020, dari 30 perusahaan yang ditetapkan KKP sebagai calon eksportir benur, di antaranya memiliki ikatan dengan pengurus partai. Kebanyakan dari Partai Gerindra.
Baca juga:
- Eks Pemred Tempo Menjawab Isu Terima Duit KKP
- Dewan Pers Tanggapi Lis Wartawan Terima Duit Istana
- Jokowi Janjikan Harga Lahan Murah kepada Investor
Dalam PT Agro Industri Nasional (Agrinas), misalnya, ada Sakti Wahyu Trenggono duduk sebagai komisaris utama. Sakti merupakan wakilnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang masih menjabat Ketua Umum Gerindra. Wakil Ketua Umum Gerindra Sugiono dan Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Sudaryono juga duduk sebagai komisaris di Agrinas.
Berbeda dengan partai lain yang berpengalaman berkuasa, biasanya mereka tidak menggunakan tangan langsung dari kader partainya
Ada juga PT Bima Sakti Mutiara yang menempatkan Hashim Sujono Djojohadikusumo di kursi komisarisnya. Ia adalah adik Prabowo Subianto. Sementara direktur utamanya Rahayu Saraswati Djojohadikusuo merupakan anak Hashim dan calon anggota dewan 2019-2024 dari Gerindra.
Sebelum Edhy memimpin KKP, pendahulunya Susi Pudjiastuti membatasi penangkapan lobster dan melarang perdagangan benur. Bagi mantan Menteri Keluatan dan Perikanan ini, benur merupakan wujud kedaulatan atas keberagaman sumber daya hayati Indonesia.
Namun pada masa Edhy, keran ekspor itu dibuka pada 5 Mei 2020. Tak cukup sebulan, KKP telah menetapkan 30 perusahaan yang berhak mengekspor bayi lobster.
Celakanya, ekspor kedua yang ditujukan ke Vietnam tersendet di Bandar Udara Seokarno-Hatta, Tangerang, 17 Juni 2020 dan berujung skandal. Menurut laporan Tempo, barang dari perairan Banyuwangi dan Sukabumi itu bermasalah lantaran tak dikenai pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dan menerabas prosedur.
Menurut Ujang, permainan Gerindra menampakkan partai yang memang baru saja berkuasa. "Berbeda dengan partai lain yang berpengalaman berkuasa, biasanya mereka tidak menggunakan tangan langsung dari kader partainya tapi menggunakan pihak lain," katanya.
Kebijakan ekspor yang menguntungkan pihak tertentu ini, lanjut Ujang, merupakan cermin politisi di pemerintahan yang menjadi tulang punggung partainya. Kedua, skandal di KKP menunjukkan adanya 'menteri titipan' yang bisa disebut ATM bagi partainya.[]