Saya pribadi sempat terbuai kampanye pemerintah soal serapan dan manfaat Dana Desa. Istilah mereka: Membangun Indonesia dari Pinggiran.
Idenya bagus, apalagi jika kegiatan dengan Dana Desa bisa menggerakkan sektor-sektor produktif di desa untuk pemberdayaan rakyat, yang tentunya ada pembinaan lebih jauh dan berkesinambungan dari instansi pemerintah dan swasta yang punya komitmen mengentaskan kemiskinan lewat desa.
Pada awalnya saya sempat bertanya pada diri saya sendiri hal-hal teknis tentang pelaksanaan Dana Desa, misal ragam programnya, pengawasan pelaksanaan dan capaian, dan pertanggungjawaban keuangan. Apakah kegiatan dengan Dana Desa ini sifatnya independen atau embedded dengan program Kabupaten atau Provinsi?
Tiba-tiba saya dikejutkan munculnya istilah Desa Fiktif yang konon katanya desa yang tidak punya wilayah, jelas tidak punya penduduk, apalagi tercatat resmi sebagai suatu desa di Kemendagri RI. Dan parahnya, Desa Fiktif tersebut bisa sukses mengajukan Dana Desa hingga tiga kali periode APBN (berita pagi di TV Metro hari ini, Jumat, 8 November 2019). Kaget saya bak disambar petir di musim kemarau.
Ternyata masih mudah bagi maling-maling uang rakyat untuk menggerogoti APBN.
Timbul pertanyaan kembali, apakah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI tidak menyiapkan SOP dan skenario-skenario yang mungkin saja terjadi pada pelaksanaan Dana Desa?
Ini zaman Revolusi Industri 4.0, tentunya atau seharusnya mekanisme pengajuan, pembayaran, dan pertanggungjawaban Dana Desa adalah sebagai berikut:
1. Setiap desa mempunya ID yang dikeluarkan Kemendagri RI untuk bisa mengajukan Dana Desa.
2. Proses pengajuan proposal Dana Desa lewat Bupati dan Gubernur baru ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI.
3. Di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI diproses sesuai aturan yang berlaku, dan dana cair.
4. Pengawasan pelaksanaan dan capaian, dan pertanggungjawaban keuangan.
Dan mekanisme ini terintegrasi melalui satu pintu: Dana Desa.
Tamparan keras bagi Kenerja Kabinet Presiden Jokowi periode 2014-2019, ternyata masih mudah bagi maling-maling uang rakyat untuk menggerogoti APBN. Ironis.
Siapa yang paling bertanggung jawab? Menurut saya adalah sebagai berikut:
1. Bupati
2. Gubernur
3. Kemendagri RI
4. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, dan
5. Kemenkeu RI.
Pasti ada yang bermain mata di antara gang-gang tersebut istilah jawanya gedheg anthuk untuk bermain anggaran dan merampok uang rakyat.
Usut tuntas dan libatkan KPK.
Saran saya kepada Yth. Bapak Tito Karnavian sebagai Kemendagri RI untuk segera menuntaskan Single Identity Number (SIN) bagi setiap penduduk RI yang menjadi satu-satunya input dalam sistem-sistem birokrasi di ruang-ruang publik, misal perbankan, sekolah, BPJS, rumah sakit, dan lain-lain. Segala permasalahan bangsa ini selalu berawal dari data kependudukan yang sifatnya abu-abu.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada
Baca opini lain: