Menyapa Eloknya Mamuju dari Puncak Anjoro Pitu

Embus angin siang itu cukup kencang, menggoyangkan dahan dan dedaunan di Bukit Anjoro Pitu, Mamuju, Sulawesi Barat.
Landmark Mamuju City di Rimuku, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat, 28 Februari 2020. (Foto: Tagar/Eka Musriang)

Mamuju - Gumpalan awan putih terbang berarak di atas lautan, melewati beberapa pulau kecil di bawahnya. Tak jarang gumpalan yang lebih besar menyenggol lembut yang lebih kecil. Lalu dengan mesra mereka menyatu.

Embus angin siang itu cukup kencang, menggoyangkan dahan dan dedaunan di Bukit Anjoro Pitu, salah satu destinasi wisata di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Sesekali bayu yang bertiup melenakan mata, mengundang kantuk untuk datang.

Jauh di bawah gumpalan kapas yang meraksasa di langit, beberapa perahu nelayan melaju, memecah birunya air laut yang tenang. Perahu-perahu itu tampak begitu kecil.

Bukan hanya lautan luas yang dipayungi gumpalan awan. Dari tempat itu juga terlihat atap-atap rumah warga Kota Mamuju dan menara-menara masjid yang berdiri kokoh.

Sebagai destinasi wisata di Kabupaten Mamuju, Anjoro Pitu memang belum seterkenal Pulau Karampuang. Tapi, pemandangan alam dari bukit itu terlalu indah untuk dilewatkan. Terlebih lokasinya hanya berjarak sekitar dua kilometer dari ibu kota Kabupaten Mamuju.

Meski jarak dari pusat kabupaten ke Anjoro Pitu hanya sekitar dua kilometer, namun untuk mencapai puncak bukit tersebut dibutuhkan waktu sekitar 15 menit. Sebab jalan menuju bukit itu cukup menanjak. Untuk penggemar kegiatan luar ruangan, tantangan pada jalur itu sangat patut dicoba.

Hari itu, Sabtu, 25 Januari 2020, sepeda motor yang digunakan Tagar menuju puncak Anjoro Pitu, sempat kesulitan saat menanjak. Namun, pelan tapi pasti, kuda besi itu berjalan menuju puncak.

Di puncak Bukit Anjoro Pitu terdapat tulisan 'Mamuju City'. Tulisan besar berwarna merah itu dapat dilihat dari Kota Mamuju. Warga setempat menyediakan menu kuliner untuk menemani pengunjung menikmati pemandangan.

Untuk kenyamanan pengunjung, pemerintah daerah setempat juga membangun beberapa gazebo di lokasi itu, yang bisa digunakan pengunjung untuk melepaskan pandangan hingga ujung cakrawala.

Cerita MamujuKota Mamuju dipandang dari puncak Bukit Anjoro Pitu, Jumat, 28 Februari 2020. (Foto: Tagar/Eka Musriang)

Jajanan yang disediakan warga, mulai dari kopi, es krim, gorengan dan beberapa jenis makanan ringan. Harganya pun sangat terjangkau. Secangkir kopi hitam dan seporsi pisang goreng cukup sebagai teman menghabiskan waktu, atau sambil menikmati semilir angin bersama kekasih hati.

Wisatawan tidak perlu merogoh kantong dalam-dalam untuk berwisata di Anjoro Pitu. Karena pengelola destinasi wisata itu, Pemerintah Kabupaten Mamuju, masih menggratiskan biaya masuk.

Semua fasilitas berupa sarana dan prasarana di Anjoro Pitu dapat diakses gratis, tentu saja tidak termasuk kuliner yang dijual pengelola dan warga setempat. Pengunjung hanya membayar biaya parkir sebesar Rp 2 ribu.

Asal Penamaan Anjoro Pitu

Dalam Bahasa Indonesia, anjoro pitu berarti tujuh kelapa. Konon dulunya di puncak bukit itu terdapat tujuh pohon kelapa yang tumbuh berdempetan. Sehingga warga menamai tempat itu 'Anjoro Pitu'.

Karena lokasinya yang tinggi dan tampak jelas dari Kota Mamuju, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamuju kemudian memasang tulisan 'Mamuju City' di bukit tersebut, seperti yang ada di Hollywood. Anjoro Pitu kemudian menjadi landmark Kota Mamuju.

Untuk warga sekitar Kota Mamuju, Anjoro Pitu bukan destinasi wisata baru. Sejak lama warga setempat sering berkunjung untuk menghabiskan waktu libur.

Selain latar belakang Pulau Karampuang dan Kota Mamuju, spot swafoto favorit lain adalah saat matahari terbenam di ujung barat bumi.

Sebagian warga sengaja berkunjung ke Anjoro Pitu menjelang senja. Mereka sengaja menunggu matahari terbenam atau sunset dari puncak bukit. Setelah matahari yang diselimuti pendar oranye dan jingga terbenam di batas garis horizon, mereka menunggu malam tiba.

Saat gelap menyelimuti, pemandangan lain yang tak kalah indah adalah kerlip lampu di pusat Kota Mamuju. Seperti ribuan kunang-kunang yang bersinar.

Pada tahun 2014, Anjoro Pitu mendapat penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai landmark dengan tulisan terpanjang di Indonesia. Panjangnya mencapai 160 meter dengan tinggi huruf 16 meter.

Cerita MamujuDurian dari halaman rumah warga bernama Andri, 26 tahun, di Mamuju, Jumat, 28 Februari 2020. (Foto: Tagar/Eka Musriang)

Menikmati Buah Durian

Wisatawan bukan hanya bisa menikmati pemandangan indah dari Anjoro Pitu. Mereka juga bisa merasakan manisnya buah durian hasil kebun warga setempat.

Sepanjang perjalanan menuju Anjoro Pitu, puluhan pohon durian berjejer di rumah-rumah warga. Saat musim durian, buah-buah durian itu menimbulkan aroma yang harum, tercium sepanjang perjalanan.

Warga pemilik durian menjual hasil kebunnya dengan harga yang lebih murah daripada harga pasar. Dengan Rp 100 ribu, pembeli sudah bisa menikmati beberapa butir durian.

Selain durian, puluhan pohon rambutan pun berjejer di halaman rumah warga. Tak jarang buahnya jatuh di badan jalan menuju puncak bukit Anjoro Pitu.

Saat rambutan berbuah, pengunjung pun bisa membelinya. Rambutan yang berasal dari kampung itu rasanya cukup manis, dan harganya murah. Dengan Rp 10 ribu, pengunjung bisa membawa pulang sekantong rambutan.

Seorang pengunjung, Rani, mengatakan bersama teman-teman sering mengunjungi puncak Anjoro Pitu. Biasanya mereka berkunjung untuk berfoto atau sekadar melepas penat setelah menyelesaikan tugas kuliah.

"Kalau tugas kuliah lagi menumpuk, kami biasa ke sini mengerjakan tugas bersama, karena di sini rasanya pikiran terbuka. Jadi, dalam mengerjakan tugas itu lebih fresh," ujarnya kepada Tagar.

Mahasiswi dari salah satu universitas di Mamuju itu mengaku ia tidak hanya berkunjung pada siang hari. Beberapa kali ia dan teman-teman berkunjung saat senja, khusus untuk menikmati matahari terbenam.

Seperti pengunjung lain, Rina, juga menyempatkan diri menikmati keindahan Mamuju di malam hari. "Biasa juga kami nongkrong di sini sampai pukul tujuh malam," tutur Rina sambil tersenyum.

Cerita MamujuDeretan gazebo disiapkan pemerintah kabupaten untuk pengunjung di Mamuju, Jumat, 28 Februari 2020. (Foto: Tagar/Eka Musriang)

Rumah Jabatan Bupati Mamuju

Eksotisme Anjoro Pitu bukan hanya diakui dan dinikmati warga masyarakat. Bupati Mamuju yang kesepuluh, Suhardi Duka, pun kepincut dengan panorama di tempat itu.

Pada tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Mamuju membangun rumah dinas atau rumah jabatan Bupati Mamuju di Anjoro Pitu. Padahal, konon kabarnya, dulunya di puncak bukit itu hanya ada satu vila.

Suhardi Duka menempati rumah jabatan tersebut selama kurang lebih 10 tahun atau selama dua masa jabatan bupati, yakni hingga 2015.

Hingga saat ini, rumah jabatan Bupati Mamuju yang dibangun pada era Suhardi itu masih digunakan Bupati Mamuju selanjutnya, Habsi Wahid, yang terpilih pada tahun 2015.

Tidak hanya bupati, mantan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Barat Inspektur Jenderal Baharuddin Djafar juga sangat menyukai keindahan dari atas Bukit Anjoro Pitu. Hal itu dapat dilihat dari dibangunnya vila di bukit itu oleh Baharuddin.

Villa tersebut dibangun tahun 2019, saat Inspektur Jenderal Baharudin Djafar yang saat ini menjabat Kepala Kepolisian Daerah Maluku masih menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Barat. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Hari Terburuk Benni Kehilangan 5 Anggota Keluarga di Makassar
Lima peti jenazah berjejer rapi di dalam ruangan di rumah duka di Makassar. Kain satin putih melapisi peti-peti tersebut.
Bisu Butir Pasir dan Deru Ombak, Saksi Tsunami di Serang
Mendung seperti bersahabat dengan butiran embun, pagi itu di lokasi terjadinya tsunami di Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang.
Latifah Zulfa Siswi SMPN 1 Turi Sleman Kandas di Sungai Maut
Latifah Zulfa, siswi SMPN 1 Turi Sleman, cita-citanya kandas di sungai maut, terkubur selamanya bersama tragedi pramuka susur sungai.