Mengunjungi Pulau D Kawasan Reklamasi Jakarta

Pulau D bergelimang kemewahan berada di seberang Pantai Indah Kapuk, kontras dengan kehidupan nelayan di Pelabuhan Muara Angke.
Truk roda ganda mengangkut beton untuk drainase, melintasi Perumahan Orchestra Beach di Pulau D kawasan reklamasi Jakarta, Jumat, 28 Juni 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Jakarta - Wahyu Mulyanto seorang nelayan, usianya 27 tahun. Wajahnya tampak semringah. Di geladak kapal yang bersandar di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, ia duduk sambil menghitung lembaran rupiah, hasil menjaring ikan berhari-hari dari Sumatera.

Bagi Wahyu, sapaannya, kini DKI Jakarta tak lagi ramah untuk mencari nafkah, sejak reklamasi pantai utara (pantura) diputuskan berlanjut di tangan Gubernur Anies Baswedan.

Sambil berbincang dengan tiga rekan, pria yang menyandarkan hidup sebagai penjaring ikan ini mengungkapkan surutnya hasil tangkapan dalam beberapa bulan belakangan ini.

Pulau D atau Pantai Maju dapat dikatakan sebagai pulau mewah yang menjulang di seberang Pantai Indah Kapuk (PIK). Tempat tersebut dapat ditempuh dalam waktu singkat dari pelabuhan tempat Wahyu bekerja.

Apabila reklamasi dibatalkan, sesuai janji kampanye Anies, kapal yang ditumpanginya tentu saja tak perlu menyetok solar berlebih untuk berlayar.

Terhadap realitas saat ini, mau tak mau nahkoda kapal harus mengarungi rute yang lebih jauh. Dari sebelumnya 30 menit tiba di titik menjaring ikan, kini menjadi 60 menit, itu pun dengan tangkapan ala kadarnya yang tidak maksimal seperti dulu.

Wahyu yang akrab sekali dengan pantura, sangat mengeluhkan perubahan air laut yang kini menjadi keruh. Ia pun tak tahu penyebabnya. Namun ia menduga penyebab utama berasal dari limbah rumah tangga. Hal ini yang membuat target utamanya kian menjauh.

Mereka pura-pura periksa surat lalu naik ke kapal kita. Padahal nanti ikan hasil tangkapan kita dia ambil. Ibaratnya dia sedang minta jatah lah.

Reklamasi JakartaKapal nelayan bersandar di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, berseberangan dengan pulau D kawasan reklamasi Jakarta, Jumat, 28 Juni 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

"Sebenarnya ikan asin dan ikan kembung mudah didapat di sana (Pulau D). Namun kini tidak mudah. Ikannya jarang-jarang. Tangkapan jadi sulit," curhat Wahyu kepada Tagar, Jumat, 28 Juni 2019.

Terlebih, kata pria berdarah Jawa ini, jika kapal nekat mendekati kawasan pulau reklamasi, hal terburuk mesti berhadapan dengan oknum berseragam. Sambil menarik kretek, ia menyematkan oknum itu sebagai penggerogot rezeki nelayan.

"Mereka pura-pura periksa surat lalu naik ke kapal kita. Padahal nanti ikan hasil tangkapan kita dia ambil. Ibaratnya dia sedang minta jatah lah. Memang tidak semua (ikan) sih, tetapi itu pun mereka ambil, mereka yang pilih, bukan atas keikhlasan kita yang kasih. Entah mereka mau makan atau dijual lagi," kata Wahyu.

Merasa tidak sudi diculasi menerus, nahkoda kapal mesti memutar otak. Salah satunya dengan berpindah mencari lokasi lain masih di pantura juga. Meskipun lokasinya lebih jauh dari pelabuhan, demi sesuap nasi harus mereka upayakan.

Reklamasi JakartaFood Street pusat kuliner di Pulau D kawasan reklamasi Jakarta, sepi pada siang hari, ramai didatangi pengunjung saat matahari mulai terbenam. Foto diambil Jumat siang, 28 Juni 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Akibat reklamasi di pantura, nelayan pencari ikan kembung dan ikan asin mesti bergeser ke area laut Cilincing. Apabila tangkapan tidak maksimal, Wahyu dan awak lain tak segan menyeberang ke Sumatera, bahkan mengarungi laut dekat Kalimantan. Meskipun hal demikian amat berbahaya, rawan konflik dengan nelayan setempat.

"Ini kita baru pulang dari Sumatera tiga hari di kapal. Tak apa yang penting tangkapannya bagus. Ke Kalimantan juga bagus hasil (tangkapan), tetapi jauh sekali bisa setengah bulan perjalanan ke sana. Dan ini rawan kalau ketahuan. Ikan-ikan kita dibuang ke laut lagi sama nelayan sana (lokal). Ya itu dia risikonya. Memang nelayan seberang bermain-main kawasan. Belum lagi ada risiko pukul-pukulan," kata dia.

Pemprov DKI Jakarta hingga kini belum melahirkan formula jitu bagi para nelayan yang kini terdampak proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Program-program dari pemprov untuk mengatasi permasalahan sulitnya mencari ikan, dinanti oleh Wahyu dan kawan-kawan.

Sebagian tentang mimpi indah pengembang proyek reklamasi, terpancang di sebuah wilayah laut yang telah diuruk menjadi sebuah daratan dan kini digunakan untuk kawasan hunian dan bisnis.

Reklamasi JakartaTruk roda ganda mengangkut paku bumi, beton yang selintas mirip roket sepanjang 15 meter di Pulau D kawasan reklamasi Jakarta. Pembangunan digenjot siang malam. Kendaraan besar tak henti masuk silih berganti membawa beragam material termasuk paving block untuk pijakan jalan. Foto diambil Jumat, 28 Juni 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Indonesia Rasa Singapura

Gubernur Anies belum lama ini menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk 932 ruko dan permukiman siap huni di Pulau D yang ia sebut belakangan ini menjadi Pantai Maju.

Kawasan PIK dapat dikategorikan sebagai kawasan komersial yang terletak di utara Jakarta. Tentu saja, orang dengan kocek tipis mustahil menempati hunian di sini. PIK memiliki fasilitas lengkap. Di sini terdapat rumah sakit, pusat perbelanjaan dan hiburan, serta aneka macam kuliner lengkap. PIK dapat dikatakan kota di dalam kota besar.

Antara PIK dengan pulau reklamasi, saat ini telah terintegrasi dan dapat dilalui kendaraan roda dua atau lebih, tidak ada portal mengadang di antara jembatan yang menghubungkan kedua pulau ini.

Dalam denah miniatur pengembangan Pulau Maju, nantinya, akan dibangun hunian mewah berupa apartemen dengan harga termurah untuk satu unit seharga Rp 700 juta. Apartemen yang menjulang tinggi, dikelilingi perumahan cluster serta perkantoran megah. Diperkirakan apartemen akan berdiri lebih dari dua tower dengan harga setinggi langit.

Sebut saja Sunardi, nama samaran, ia bekerja sebagai petugas keamanan di kompleks perumahan Concerto Beach, Pulau D. Dia menyampaikan, cluster bernilai fantastis yang ia jaga, sudah dibangun sejak tiga tahun lalu. Tetangganya, Orchestra Beach, yang berisi puluhan unit rumah, telah ditempati pembelinya sejak dua tahun lalu.

Reklamasi JakartaJembatan utama menuju Pulau D kawasan reklamasi Jakarta, Jumat, 28 Juni 2019. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Setahun bertugas di sini, pria yang mengenakan seragam biru dongker ini sudah mengira, apabila ada yang berani menjegal reklamasi tak ayal hanyalah bualan belaka.

Sebab, setumpuk uang ganti rugi, menurut dia, harus disiapkan penanggung jawab proyek dan melibatkan pula pihak lain, apabila benar reklamasi kandas di tengah jalan. Sementara ratusan bangunan dengan omzet mahal sudah kadung berdiri.

"Ini permainan kelas atas, susah dibendung, percuma. Berapa ganti ruginya ini, pasti banyak yang tekor," ucap dia dengan logat Betawi tulen.

Di tempatnya berjaga saat ini, terdapat deretan cluster bercat seragam dengan luas bangunan bervariasi. Tentu makin besar luas bangunan rumah, harga jualnya pun semakin menggila.

"Indonesia rasa Singapura ini. Di dalam kompleks ada danau buatan, buat serapan air hujan. Dijamin tidak menyesal (punya) rumah di sini," ucapnya bangga.

Jujur, Sunardi kecewa berat terhadap pengutaraan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang menurutnya ingkar janji dalam Pilkada 2017 karena sempat mengumbar kata, berani menyetop reklamasi. Untung saja, pria yang kerap tertawa ini, mangaku tak memilih Gubernur DKI tahun 2017.

Reklamasi merupakan proyek warisan Orde Baru yang ironisnya IMB justru diterbitkan oleh orang yang paling menentang reklamasi saat berkampanye meyakinkan para pemilihnya.

"Jatuh-jatuh sekalian, naik-naik sekalian (pembangunan). Sekarang dia (Anies) kena senjata makan tuan kan. Penguasa mana bisa dilawan," kata Sunardi.

Pekerja ReklamasiSeorang pekerja merawat taman di Pulau D kawasan reklamasi Jakarta. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Pembangunan Dikebut Siang Malam

Dalam pantauan Tagar di Pulau D, Jumat siang, 28 Juni 2019, hanya berjarak sekitar 1,5 km dari jembatan penyambung antara PIK dengan Pantai Maju, saat ini sedang digenjot pembangunan flyover dan underpass untuk menyambungkan Pulau D dan Pulau C.

Sunardi menyebutnya dengan Jembatan Merah atau Kawasan Dadap. Nantinya, Pulau C dan Pulau D yang bertetanggaan itu akan terintegrasi.

Namun ia mengaku tidak mengetahui secara pasti, apa yang dibangun di Pulau C. "Yang pasti mewah lah," kata pria yang beralamat di Kapuk Muara itu.

Truk roda ganda mengangkut puluhan cor beton untuk sistem drainase. Kendaraan besar tak hentinya masuk silih berganti membawa material paku bumi, beton yang selintas mirip roket sepanjang 15 meter, hingga paving block untuk pijakan jalan.

Tentu, apabila distribusi barang lancar, hal tersebut berguna dalam menggeliatkan lahirnya permukiman dan perkantoran di atas lahan seluas 312 Ha itu.

Pagi, siang, sore, malam, menurut Adi, seorang tukang taman yang bertugas di Pulau D mengatakan, ia menyaksikan pembangunan di sana dikebut tiap waktu hampir tanpa henti. Bahkan, ketika bulan Ramadan, yang saat IMB belum turun, pembangunan tetap dilakukan dengan kucing-kucingan.

Reklamasi JakartaMiniatur gedung pencakar langit di Pulau D kawasan reklamasi Jakarta. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Seingat dia, Anies memang sempat menyegel Pantai Maju. Namun pembangunan tetap saja berlanjut pada saat tertentu. "Para tukang bekerja sesuai porsinya," kata dia.

Ada yang bertugas mengecat, menyiram tanaman, membangun ruko, dan ia tegaskan pembangunan reklamasi saat IMB belum terbit, tidak semasif pembangunan seperti sekarang ini.

"Pelan tapi pasti, tiba-tiba saja jadi," ucap pria mengatakan dirinya kutu loncat dalam pekerjaan.

Adi menceritakan, awalnya pulau reklamasi masih ditutupi dengan seng sekiranya dipenghujung tahun 2015 menuju tahun 2016, sehingga tidak dapat dipantau dari PIK.

Menurut pria kelahiran Jakarta ini, sejak terbentang jembatan yang menyambungkan PIK dan Pantai Maju, masyarakat yang tinggal di kawasan elit tersebut mulai berdatangan, dipancing dengan keberadanaan Food Street atau tempat kuliner yang menyedot pengunjung saat matahari mulai terbenam.

"Awalnya ini (ruko mewah dan cluster) ditutupi dengan seng. Pengunjung kuliner mulai ramai, kemudian satu per satu seng dibuka. Mungkin itu target marketing kali ya supaya jualannya laku," ujarnya.

Kini, kantor dan permukiman sudah bisa dijual dan disewakan. Harga dibandrol mulai Rp 3,4 miliar hingga Rp 8 miliar, sebuah harga yang sangat fantastis mengingat pembangunan reklamasi acuh tak acuh mengesampingkan perut nelayan.

Rencananya, pada 30 Juli mendatang, area jalur jalan kaki dan sepeda santai sepanjang 3,2 km (Jalasena) siap digunakan untuk publik. Namun, ketika Tagar berupaya untuk memasuki kawasan tersebut, tidak mendapatkan izin dari otoritas keamanan setempat. []

Baca tulisan khas lain:

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.