Mengapa Bisnis UMKM Susah Maju?

Tingkat kegagalan bisnis UMKM cukup tinggi khususnya di tahun pertama.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (Foto: Tagar/UMK)

Jakarta - Bicara UMKM pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut. Kepanjangan dari usaha mikro, kecil, dan menengah ini identik dengan toko kecil, kedai, home industry, jualan online, atau bisa juga punya usaha jasa.

Pelaku UMKM masuk kategori pahlawan ekonomi Indonesia karena menurut data dari Kementrian Koperasi dan UMKM pelaku usaha kecil dan menengah ini menyumbang 61% PDB di tahun 2020, selain itu UMKM juga mempekerjakan 117 juta atau sekitar 97% dari total angkatan kerja di Indonesia.

Meskipun UMKM punya peranan luar biasa dalam ekonomi, tingkat kegagalan bisnis UMKM cukup tinggi khususnya di tahun pertama. Tidak sedikit juga para pelaku usaha UMKM yang harus gulung tikar karena berbagai faktor.

Salah satu faktor utama yang bikin banyak UMKM gagal, sekaligus paling sering diabaikan oleh para pelaku usaha adalah manajemen keuangan yang tidak rapih dan tidak berencana. Tidak hanya di Indonesia, badan monitor UMKM di Amerika juga mencatat kalau 80% penyebab kegagalan MKM adalah masalah di manajemen keuangan. Berikut 4 kesalahan yang sering dilakukan pelaku UMKM:


1. Tidak disiplin mencatat arus transaksi

Kesalahan yang paling sering dilakukan yaitu malas mencatat pemasukan atau pengeluaran usaha. Mungkin kesan itu bagian tugas administrasi. Akhirnya banyak yang hanya mencatat asal-asalan dan bahkan hanya pakai ingatan saja.

Para pelaku usaha sebaiknya harus disiplin atas pemasukan dan pengeluaran, untuk mengetahui posisi keuangan bisnis, total penjualan dan keuntungan tiap bulan, sisa utang piutang sampai berapa sih sisa persediaan barang.

Dengan tahu kondisi keuangan, kita bisa punya pertimbangan bisnis yang lebih baik. Apakah bisnis sudah berjalan dengan cash flow yang sehat, atau bahkan bisa jadi kita tidak tahu kalau bisnis kita ini kondisinya lagi untung atau rugi.


2. Tidak memisahkan kekayaan pribadi dengan aset usaha

Seringsekali pelaku mengkaitkan aktivitas diluar bisnis misalnya kebutuhan sehari-hari dibayar pakai uang dari hasil usaha. kebiasaan ini membuat pencatatan keuangan jadi makin ribet dan bingung.

Mungkin ini kesannya sepele, tapi kebiasaan mencampurkan keuangan pribadi dengan keuangan usaha bisa membuat pelaku usaha tidak ada gambaran seberapa besar sih beban usaha mereka.


3. Tidak mengecek data keuangan dalam berbisnis

Baik skala besar atau skala kecil, sebetulnya kita tetap perlu melihat data-data keuangan sebagai acuan. Misalnya ketika masalah di persediaan yang cepat habis, perlu memastikan juga ketersediaan anggaran buat stok barang lagi.

4. Metode pencatatan manual

Pelaku usaha seringkali belum memanfaatkan teknologi. Kita harus menghitung semua laba belum jadwal tagihan hutang piutang yang sering geser-geser kalau mau cari data di buku. Padahal zaman sekarang sudah ada aplikasi pencatatan keuangan praktis.

(Vidiana Lihayati)


 Baca Juga


Berita terkait
DPR: Ekonomi Indonesia Kebanyakan Ditopang oleh UMKM
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan ekonomi Indonesia sebagiannya ditopang UMKM yang pada akhir tahun 2020 jumlahnya capai 65 juta.
UMKM Jakarta Naik, Anies: Alhamdulillah Lebih dari Target
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan bahwa program Jakpreneur berhasil lampaui pertumbuhan target sebab UMKM Jakarta terus naik.
Jakpreneur Fest 2021, Taten: Solusi UMKM di Tengah Pandemi
Menteri Koperasi Usaha Kecil dan Menengah RI Teten Masduki mengatakan bahwa Jakarta Festival Jakpreneur Fest 2021 merupakan solusi bagi UMKM.
0
4 Tanda Pinjaman Online yang Menipu dan Cara Menghindarinya
Sebaiknya pahami dahulu pengertian pinjaman online dan rekomendasinya, termasuk bagaimana cara menghindari pinjaman yang bisa menipu Anda.