Medan - Warga Sihaporas di Dusun Aek Batu, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara semakin resah dengan datangnya aparat yang membawa senjata ke wilayah tanah adat mereka.
Akibatnya, sejumlah warga meninggalkan rumahnya. Tindakan menakuti-nakuti itu terjadi setelah penahanan dua warga Sihaporas, yaitu Thomson Ambarita dan Jonni Ambarita, pada 24 September 2019.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) selaku penasihat hukum Thomson dan Jonni menyayangkan tindakan reaktif yang dilakukan oleh aparat kepolisian itu.
"Tindakan ini merupakan bentuk intimidasi dan menakut-nakuti warga. Akibatnya warga khususnya kaum perempuan menjadi ketakutan. Para laki-laki banyak yang lari ke ladang, tidak berani tinggal di rumah," kata Koordinator Devisi Advokasi Bakumsu Juniaty Aritonang di Kantor Bakumsu, Medan, Rabu 2 Oktober 2019.
Sebelumnya, dua orang warga, yakni Marudut Ambarita selaku orangtua Mario Ambarita dan Thomson Ambarita membuat laporan ke Polres Simalungun, 17 dan 18 September 2019 atas tindakan pemukulan yang diduga dilakukan karyawan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL), dikomandoi Humas TPL Sektor Aek Nauli.
Atas laporan ke dua warga tersebut, penyidik melalui penasihat hukum datang untuk diperiksa sebagai saksi atas ke dua laporan tersebut. Namun, pada saat ke dua orang saksi datang kepada penyidik untuk memberikan keterangan sebagai saksi, aparat justru menangkap ke duanya.
Bakumsu menyatakan protes dengan tindakan penangkapan yang dilakukan Polres Simalungun tersebut.
Kita berharap agar pihak Komnas HAM turun langsung melihat apa yang terjadi dengan masyarakat Sihaporas yang saat ini sedang ketakutan
"Kami menilai tindakan yang dilakukan Kepolisian Resor Simalungun merupakan tindakan arogan, berlebihan dan sewenang-wenang," kata Juniaty.
Bakumsu juga mempertanyakan kenapa pihak Humas PT TPL yang diduga melakukan tindakan penganiayaan belum juga diperiksa. Sehingga muncul kesan bahwa aparat kepolisian memiliki keberpihakan kepada PT TPL. Kepolisian, katanya, seharusnya mengedepankan asas yang lebih berkeadilan dalam menyelesaikan persoalan ini.
Atas dasar itu, Bakumsu meminta Polres Simalungun bertindak profesional, proporsional dan imparsial dalam penanganan kasus hukum masyarakat adat Sihaporas, membebaskan korban Thomson Ambarita dan Jonni Ambarita.
Bakumsu juga mendesak Kapolri dan Kapolda Sumatera Utara untuk menindak Polres Simalungun atas tindakan arogan, sewenang-wenang, tidak profeskonal, tidak proporsional dan tidak imparsial dalam penanganan kasus masyarakat adat Sihaporas.
Juga mendesak untuk menghentikan intimidasi terhadap warga Masyarakat Adat Sihaporas yanag dilakukan oleh Polres Simalungun.
Mengadu ke Komnas HAM
Juniaty menambahkan, untuk menindaklanjuti kasus ini, pihaknya telah mengadu ke Komnas HAM dan melayangkan surat resmi pada 26 September 2019.
"Kita berharap agar pihak Komnas HAM turun langsung melihat apa yang terjadi dengan masyarakat Sihaporas yang saat ini sedang ketakutan, kasihan ada 100-an kepala keluarga di sana yang hak mereka dirampas atas nama konsensi," ujarnya. []