Jakarta - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menyangkal adanya radikalisme di Indonesia. Dia mengatakan, jika berembusnya isu itu dilakukan untuk mengalihkan persoalan yang ada di negeri ini akan sangat berbahaya.
Dia menegaskan, dalam menangani hal itu hanya diperlukan keharmonisan dari berbagai lapisan masyarakat. Intelijen juga dibutuhkan dalam persoalan ini.
Kalau ada yang mencoba mengalihkan isu ini sangat berbahaya. Kita punya tugas menjaga negeri ini untuk maju ke depan
"Radikalisme tidak hidup di negeri kita. Ratusan tahun negeri ini sudah menunjukkan karakter harmoni yang diterima. Dan penanganan kelompok kecil ini sederhana: Jangka panjangnya literasi dan pelibatan semua pihak menjaga harmoni. Dan cukup bagian intelijen yang menangani," katanya dihubungi Tagar, Kamis, 25 Juni 2020.
Baca juga: Tutup Buku 2019, LIPI: Radikalisme Bukan Persoalan
Lantas, dia berpendapat, jika ada pihak-pihak yang sengaja menutupi isu terkait persoalan negara dengan radikalime akan sangat berbahaya.
"Kalau ada yang mencoba mengalihkan isu ini sangat berbahaya. Kita punya tugas menjaga negeri ini untuk maju ke depan," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR ini mengatakan, ada beberapa opsi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menangkal persoalan radikalime.
"Pertama, perkuat pendidikan dan pembangunan karakter bangsa. Kedua, keadilan dalam bidang hukum dan ekonomi ditegakkan agar tidak ada lagi kelompok masyarakat tertindas dan terpinggirkan. Ketiga, perkuat intelijen untuk menangkal kelompok kecil yang punya cenderung radikal. Yang jumlahnya enggak banyak," ucap Mardani Ali Sera.
Beberapa waktu lalu, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan permasalahan Indonesia bukan radikalisme.
Baca juga: Novel Bamukmin: Radikalisme Rekayasa Keji Penguasa
Dia menekankan pokok persoalan terjadinya gejolak yang terjadi belakangan ini adalah persoalan ketimpangan sosial akibat stagnasi perekonomian global yang serius.
"Pada intinya, kita mengalami ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius. Permasalahan di Indonesia bukan radikalisme," ujar Siti Zuhro saat mengisi acara Outlook Ekonomi Politik Indonesia 2020 di kawasan Menteng Jakarta, Minggu, 29 Desember 2019.
Dia melihat ada ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk Indonesia, dimana angka kemiskinan dan pengangguran masih signifikan.
Sebaliknya, menurut dia, konsep politisasi radikalisme dan politik identitas harus dihilangkan agar arah permasalahan yang sebenarnya tidak menjadi kabur.
"(Masyarakat) kita tidak mau dibawa ke alam politisasi radikalisme dan politik identitas. Sebab pemilu sudah usai dan Pak Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan itu," ujar Siti.
Teranyar, Ketua Media Center Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin sepakat dengan perkataan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro soal permasalahan Indonesia bukan radikalisme, melainkan ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius.
Novel Bamukmin mengganggap cap radikal kerap direkatkan kepada para pengkritik pemerintahan Presiden Jokowi. Padahal, mereka hanya ingin mengaspirasikan suara agar pemerintah membenahi diri.
"Sangat kuat diduga rekayasa keji yang merupakan politik kotor dengan menghalalkan segala cara, untuk mempertahankan kekuasaanya yang tidak berpihak kepada rakyat yang jauh dari rasa keadilan," kata Novel kepada Tagar, Senin, 30 Desember 2019. []