Jakarta - Karo Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, menegaskan pihaknya mulai menyelidiki kasus ujaran kebencian dan penistaan agama yang dilakukan oleh Pendeta Saifudin Ibrahim (SI).
Tahap awal, polisi meminta keterangan ahli terkait kasus ini. Diegaskan dia, penyelidikan berdasarkan laporan LP/B/0133/3/2022/SPKT bertanggal 18 Maret 2022. Kasus ditangani Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
"Berdasarkan laporan tersebut, Dir Siber Bareskrim Polri telah melaksanakan proses penyelidikan terkait dugaan penistaan agama, ujaran kebencian terkait SARA yang dilakukan oleh saudara SI (Saifudin Ibrahim)," ungkap Ahmad Ramadhan dikutip Minggu, 20 Maret 2022.
Menurut Ramadhan, tim Ditsiber Polri sudah melakukan serangkaian pemeriksaan awal terhadap beberapa ahli antara lain pakar bahasa, pakar sosiologi hukum, ahli keagamaan Islam, dan pendapat para pakar pidana.
Selain itu, kanjut Ramadhan, tim juga melacak keberadaan Saifudin Ibrahim. Dari hasil pelacakan tersebut, Ditsiber mendapati keberadaan Saifudin Ibrahim berada di Ameriksa Serikat (AS).
Oleh karena itu, kata Ramadhan, Polri melakukan kordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Luar Negeri dan FBI untuk memastikan keberadaan Saifudin Ibrahim di Amerika serikat.
"Dari hasil kordinasi, dan permintaan bantuan tersebut, selanjutnya akan diketahui pasti keberadaan saudara SI untuk selanjutnya dilakukan proses penyelidikan," tuturnya.
Dia menambahkan, proses penyelidikan kasus penistaan agama ini, akan terus dilanjutkan untuk menimbang alat bukti, agar dapat meningkat ke penyidikan dan penetapan tersangka.
Sebagai informasi, penistaan agama yang dilakukan Pendeta Saifudin Ibrahim ini terjadi pekan lalu. Saat itu, dia menyampaikan secara terbuka agar Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat suci dalam Alquran.
Saifudin menilai 300 ayat dalam kitab suci agama Islam itu menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Dia juga mengatakan pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga pendidikan pencetak terorisme, dan radikalisme.[]