Novel Bamukmin: Radikalisme Rekayasa Keji Penguasa

Ketua Media Center Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin mengatakan permasalahan radikalisme era Jokowi adalah rekayasa keji penguasa.
Ketua Media Center Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin. (foto: senayanpost.com)

Jakarta - Ketua Media Center Persaudaraan Alumni atau PA 212 Novel Bamukmin sepakat dengan perkataan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro soal permasalahan Indonesia bukan radikalisme, melainkan ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius. 

Novel Bamukmin mengganggap cap radikal kerap direkatkan kepada para pengkritik pemerintahan Presiden Jokowi. Padahal, mereka hanya ingin mengaspirasikan suara agar pemerintah membenahi diri. 

"Sangat kuat diduga rekayasa keji yang merupakan politik kotor dengan menghalalkan segala cara, untuk mempertahankan kekuasaanya yang tidak berpihak kepada rakyat yang jauh dari rasa keadilan," kata Novel kepada Tagar, Senin, 30 Desember 2019.

Membengkaknya utang, merosotnya pertumbuhan ekonomi, sampai kegagalan memberantas separatis atau teroris OPM serta pelanggaran HAM, menjadi potret buruk rezim ini. Sehingga, perlu menggoreng isu radikalisme.

Mantan Jubir Front Pembela Islam (FPI) itu berpendapat isu radikal yang diembuskan pemerintah tak ayal menjadi dagangan politik yang tidak semua masyarakat inginkan.

"Digoreng terus untuk menutupi kegagalan dalam permasalahan bangsa disegala bidang," ucapnya kesal.

Baca juga: Tutup Buku 2019, LIPI: Radikalisme Bukan Persoalan

Namun, memang yang menonjol belakangan ini adalah isu agama. Novel meyakini Sukmawati Soekarnoputri bersalah dalam kasus penistaan agama, karena telah membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Presiden RI ke-1 Soekarno.

"Memang negara ini sudah darurat penista agama yang berimbas otomatis pada Pancasila yang unsur Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mereka lemahkan," kata dia. 

Apabila pemerintah maupun masyarakat menuding FPI dan PA 212 radikal, maka dirinya ingin mengingatkan, masih banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Disamping itu kasus korupsi, membengkaknya utang, merosotnya pertumbuhan ekonomi, sampai kegagalan memberantas separatis atau teroris OPM serta pelanggaran HAM, menjadi potret buruk rezim ini. Sehingga, perlu menggoreng isu radikalisme yang tidak ada wujudnya itu," ujarnya.

Baca juga: Ma’ruf Amin Hendak Imunisasi Masyarakat yang Radikal

Dia menegaskan pemerintah tidak perlu lagi menggoreng isu radikal untuk menutupi kegagalannya di segala bidang.

Selain itu, Novel merasa patut berbangga hati karena aksi tahunan yang digelar PA 212 di Silang Monas Jakarta selalu berjalan kondusif tanpa masalah berarti.

"Jelas kita akan tegas selalu berada dalam garis konstitusi. Namun, selalu digoreng dengan isu radikal yang terbukti sampai saat ini PA 212 adalah perjuangan yang penuh kedamaian. Sehingga, sukses menggelar hajatnya setiap tahun dengan dibanjiri jutaan manusia sebagai perwujudan Islam rahmatan lil alamin yang memukau dunia," kata Novel Bamukmin. []

Berita terkait
Isu Radikalisme, PKS: Pemerintah Hanya Bikin Gaduh
Radikalisme yang sering dilontarkan sejumlah menteri dalam kabinet Indonesia Maju hanya untuk menutupi kelemahan pemerintah.
Hidayat Nur Wahid Pertanyakan Definisi Radikalisme
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah pusat mendudukan definisi radikalisme.
Haedar Nashir dan Strategi Menghadapi Radikalisme
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memaparkan strategi menghadapi radikalisme dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar UMY ke-14.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.