Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengkritik keputusan pemerintah yang menghapus angka kematian dari indikator penanganan Covid-19.
Menurut Mardani jika indikator kematian dihapus maka ini akan menjadi membahayakan apalagi jika tidak menggunakan panduan yang benar.
"Ini bahaya. Jika penanganan pandemi Covid-19 dilakukan tanpa panduan yang benar, pembuat kebijakan bisa buta terhadap situasi yang ada di lapangan," tulis Mardani di akun Twitter @MardaniAliSera yang dilihat Jumat, 13 Agustus 2021.
Jangan sampai timbul kesan pemerintah ingin mengeluarkan data yang kualitasnya tidak bagus dari indikator penilaian padahal semua data yang terkait Covid-19 masih dipertanyakan kualitasnya.
Ia mengatakan indikator kematian merupakan indikator valid untuk melihat tingkat keparahan situasi wabah. Jika tetap dihapuskan akan hilang arah dalam penanganan Covid-19.
"Bisa hilang arah penanganan pandemi di negeri ini," ujarnya.
Terlebih, kata dia, beberapa ahli juga sudah mengingatkan situasi kematian akibat Covid-19 diduga masih banyak yang tidak terlaporkan.
"Imbasnya, ketika menyusun strategi penanganan tidak ada data yang kuat. Kualitas penanganan pandemi pun juga turut dipertaruhkan," ucapnya.
Logikanya, lanjut Mardani, jika ada masalah data, tidak bisa serta merta dijadikan alasan untuk menghapus indikator tersebut. Ada masalah diperbaiki, bukan dihindari.
"Jangan sampai timbul kesan pemerintah ingin mengeluarkan data yang kualitasnya tidak bagus dari indikator penilaian. Padahal semua data yang terkait Covid-19 masih dipertanyakan kualitasnya," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang juga Koordinator PPKM level 4 Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan membuat keputusan baru dalam penanganan pandemi Covid-19.
Luhut bakal menghapus indikator kematian sebagai salah satu evaluasi pelaksanaan PPKM level 4 Jawa-Bali. Luhut punya alasan sendiri soal keputusan itu.
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Luhut dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 13 Agustus 2021. []