Mapesa Galang Dana Demi Terbitkan Buku Kajian Sejarah Aceh

Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) akan menerbitkan sebuah kajian dari hasil penelitian dan dokumentasi di Kampung Pande.
Mapesa menata kembali nisan-nisan pada situs makam peninggalan abad ke-17 dan 18 di kawasan Pango Raya, Kota Banda Aceh, Aceh, Minggu, 30 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh – Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) berencana menerbitkan buku tentang kajian-kajian sejarah di Tanah Rencong. Kajian-kajian ini berisi penelitian hingga dokumentasi tentang keberadaan sejarah Aceh.

“Mapesa bertekad meneliti, mendokumentasikan, serta pada akhirnya dapat menerbitkan kajian-kajian dalam format ‘Seri Terbitan Mapesa’,” ujar Ketua Mapesa Mizuar Mahdi saat dihubungi Tagar, Rabu, 7 Oktober 2020.

Ia menyebutkan, untuk seri pertama Mapesa akan menerbitkan sebuah kajian dari hasil penelitian dan dokumentasi di Kampung Pande, bertajuk: Kompleks Makam Sultan Mu’min Syah di Gampong Pande (Raja-raja Gampong Pande).

Adapun tahapan kajian yang sudah dilalui adalah pembacaan inskripsi nisan-nisan di kompleks tersebut. Sementara kerja-kerja lanjutan sampai dengan penerbitan seri ini adalah pemotretan, analisis dan penulisan hasil bacaan inskripsi, layout dan cetak, hingga pengurusan ISBN.

“Untuk estimasi biaya yang diperlukan untuk kerja-kerja tersebut tanpa honor. Namun, digunakan untuk pemotretan hingga layout dan cetak,” sebut Mizuar.

Ini memang murni dari masyarakat, seandainya ada dinas yang ingin menyumbang kami tidak terima, kecuali personal dinas itu sendiri.

Kata Mizuar, untuk pemotretan misalnya, waktu yang dibutuhkan 1 minggu dengan kontribusi peralatan ditanggung oleh Glamour Pro dan biaya operasional lapangan yang diperlukan senilai Rp 500 ribu. Artinya, selama satu pekan membutuhkan biaya Rp 3,5 juta.

Selanjutnya, kata Mizuar, analisis dan penulisan hasil bacaan inskripsi. Tempo waktu yang diperkirakan selesai 2 minggu. Adapun maksimal biaya operasional harian Rp 285 ribu. Secara kalkulasi selama 14 hari, maka membutuhkan biaya sekitar Rp 4 juta.

“Kemudian layout dan cetak 1000 eks. Biaya yang diperlukan 17 juta, maksimal waktu 1 minggu. Sementara pengurusan ISBN tidak memerlukan biaya,” sebut Mizuar.

Ia menambahkan, secara keseluruhan, total estimasi biaya untuk penerbitan karya tersebut mencapai Rp 24,5 juta dengan waktu kerja sekitar 1 bulan. “Untuk mencukupi biaya tersebut, Mapesa menyambut kontribusi semua pihak dalam hal ini supaya tekad baik ini dapat terwujud,” katanya.

Dijelaskan Mizuar, kontribusi dari masyarakat akan diterima dalam jumlah berapa pun. Artinya, tak ada patokan untuk sumbangan tersebut.

“Ini memang murni dari masyarakat, seandainya ada dinas yang ingin menyumbang kami tidak terima, kecuali personal dinas itu sendiri. Masyarakat bisa menyumbang seikhlas mungkin, apakah Rp 20 ribu, Rp 30 ribu, artinya tak ada patokan,” kata Mizuar.

Baca juga:

Dalam kesempatan tersebut, Mizuar menjelaskan, seri penerbitan ini nantinya akan dikomersilkan di mana keuntungannya kemudian akan digunakan untuk seri penerbitan berikutnya dan begitu pula seterusnya.

“Berbagai saran dapat disampaikan kepada ketua dan wakil ketua Mapesa dan setiap kontribusi dapat disalurkan ke nomor rekening Ketua Mapesa Mizuar Mahdi Al-Asyi dengan nomor handphone 082361885751,” ujarnya. [PEN]

Berita terkait
Mapesa Tata Ulang Nisan Peninggalan Kerajaan Aceh
Selama ini, nisan-nisan di Aceh kurang mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sekitar.
Bukti Peradaban Islam Masa Kerajaan di Aceh Tertinggal di Batu Nisan
Peneliti sejarah Herwandi dan Khanizar Chan (2002:10-13), dalam catatannya, Kaligrafi Islam pada makam-makam Nangroe Aceh Darussalam: Telaah Sejarah Seni (Abad XIII – XVII M), mengatakan, batu nisan Aceh merupakan salah satu bukti peninggalan masa lampau.
Ratusan Batu Nisan Peradaban Islam Aceh Terbengkalai
Ratusan batu nisan peninggalan peradaban Islam di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, kondisinya terbengkalai.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.