Mapesa Tata Ulang Nisan Peninggalan Kerajaan Aceh

Selama ini, nisan-nisan di Aceh kurang mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sekitar.
Mapesa menata kembali nisan-nisan pada situs makam peninggalan abad ke-17 dan 18 di kawasan Pango Raya, Kota Banda Aceh, Aceh, Minggu, 30 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh – Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) menata kembali nisan-nisan peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam. Selama ini, nisan-nisan tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat sekitar.

Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi mengatakan, penataan nisan memang kegiatan rutin mereka yang dilakukan setiap hari minggu. Pada minggu kali ini, penataan dilakukan di salah satu situs makam di kawasan Pango Raya, Kota Banda Aceh.

“Secara tipe dan model nisannya ini berasal dari abad ke-17 dan 18. Kita tidak menemukan inskripsi (ukiran nama) yang memuat pada nisan,” ujar Mizuar di sela-sela menata nisan-nisan makam di kawasan Pango Raya, Banda Aceh, Minggu, 30 Agustus 2020 sore.

Kita hanya punya tenaga dan pikiran untuk menyelamatkan situs ini, selebihnya tugas pemerintah.

Ia menjelaskan, kalau dilihat dari sisi kompleks pemakaman, makam ini merupakan milik orang-orang istana kerajaan. Kemudian letak kompleks makam ini juga lokasi inti dari bekas Kerajaan Meukuta Alam yang kemudian bergabung dengan Aceh Darussalam.

“Jadi kompleks makam ini sebelah baratnya itu ada kompleks makam Hamidul Muluk seorang penasehat sultan,” kata Mizuar.

Mapesa AcehMapesa menata kembali nisan-nisan pada situs makam peninggalan abad ke-17 dan 18 di kawasan Pango Raya, Kota Banda Aceh, Aceh, Minggu, 30 Agustus 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Selain itu, lanjut dia, di sisi utara Makam Hamidul Muluk, pihaknya juga menemukan makam perdana menteri Srihudahna yang meninggal pada 1560 Masehi. Agak maju ke depan lagi, pihaknya menemukan Makam Syeh Muhammad dan Tun Mahmud.

“Kemudian pada sisi utaranya terdapat komplek pemakaman Kesultanan Aceh Darussalam yaitu Sultan Syamsu Syah,” tutur Mizuar.

Mizuar menjelaskan, Sultan Syamsu Syah ini merupakan ayah daripada Sultan Ali Mughayat Syah yakni sultan pertama Aceh Darussalam atau pelopor berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam.

“Jadi secara keletakan dan kita lihat gundukan kompleks makam ini setinggi 2 meter lebih dengan luas yang sungguh lumayan jadi ini memang lokasi pemakaman yang disiapkan untuk para tokoh yang telah ikut berperan dalam mensyiarkan Islam ataupun dalam kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam,” ujarnya.

Baca juga:

Kata Mizuar, meski situs makam tersebut berada di kebun warga, Mapesa berharap agar tetap dilestarikan, baik oleh pemilik kebun maupun pemerintah. Pelestarian ini cukup penting agar bukti-bukti kejayaan Aceh bisa disaksikan oleh generasi di masa yang akan datang.

“Jadi kita minta kepada pemilik tanah dikompleks makam ini agar dijaga dan dilestarikan. Jadi kita memang hanya sejauh itu kemampuan kita karena memang saking terbatas. Kita hanya punya tenaga dan pikiran untuk menyelamatkan situs ini, selebihnya tugas pemerintah,” katanya. []

Berita terkait
Jumlah Peserta yang Lulus SMMPTN di Unsyiah Aceh
Dari 8.799 peserta yang mendaftar SMMPTN tahun 2020 di Unsyiah Aceh hanya 2.417 yang lulus seleksi.
Kisah Masjid Keramat Dicurigai Belanda di Aceh
Sekali waktu, warga hendak menghancurkan sebagian bangunan masjid untuk perombakan, katanya, gagal. Konon, beton masjid tidak hancur sama sekali.
Bangunan Kantor Dinas di Aceh Tamiang Memprihatinkan
Pembangunan kantor dinas DPMKPPKB Aceh Tamiang terhenti prosenya akibat tidak adanya anggaran tahun 2019.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.