KPCDI Gugat Perpres Jaminan Kesehatan ke MA

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mendaftarkan hak uji materiil atau menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019.
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) telah mendaftarkan hak uji materiil Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 82 Tahun 2018 tentang. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mendaftarkan hak uji materiil atau menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Desember 2019.

Pengacara KPCDI Rusdianto Matulatuw mengatakan gugatan dilayangkan karena banyak peserta, salah satunya KPCDI yang keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.

"Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya darimana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikkan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun," kata dia dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 6 Desember 2019.

Komunitas Pasien Cuci Darah IndonesiaKomunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) telah mendaftarkan hak uji materiil Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. (Foto: Dok pribadi)

Ruadianto menegaskan kenaikan iuran BPJS sebesar 100 persen tak logis dan sangat tidak manusiawi. Padahal, sebelum memutuskan untuk menaikan iuran BPJS, negara seharusnya menghitung berdasarkan daya beli masyarakat yang disesuaikan dengan tingkat inflasi.

"Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai 5 persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen, inikan tidak masuk akal," ucap dia.

Menurut Rusdianto Perpres 75 Tahun 2019 ini bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

"Ya undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial,ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum KPCDI Tony Samosir mengatakan kebijakan menaikkan iuran tersebut dikhawatirkan akan membebani peserta BPJS Kesehatan di kelas mandiri yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu tapi belum terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Tony memperkirakan kenaikan iuran BPJS 100 persen bisa membuat banyak pasien menunggak bayaran. Akhirnya, masyarakat tidak bisa menikmati layanan kesehatan yang merupakan hak setiap warga negara

“Sebagai pesien gagal ginjal, sudah tidak produktif lagi seperti dulu, rentan terkena PHK, ditambah pengeluaran mereka tinggi untuk membeli obat-obat yang tidak dijamin oleh BPJS," ujarnya.

Apalagi, kata Tony banyak pasien gagal ginjal yang PBI-nya dicabut tanpa pemberitahuan oleh Kementerian Sosial dan Dinas Sosial akibat dari cleansing data.

“Laporan yang kami terima, pasien tidak bisa cuci darah. Mereka ini berpotensi gagal bayar iuran. Gagal bayar iuran membuat Kartu BPJS Kesehatannya tidak aktif. Mereka tidak bisa cuci darah dan berpotensi mengancam nyawanya," ujar dia.

KPCDI berharap Mahkamah Agung dapat menerima dan mengabulkan permohonan. Agar Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. []

Berita terkait
Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, KPCDI ke DPR
Ketua Umum Pengurus Pusat KPCDI Tony Samosir mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen membebani pasien cuci darah.
Ratusan Peserta BPJS Kesehatan di Padang Turun Kelas
Ratusan peserta BPJS Kesehatan Cabang Padang ramai-ramai mengurus penurunan kelas rawatan. Hal ini diduga akibat dari naiknya biaya iuaran.
KPCDI: Jarum Habis, Nyawa Pasien Cuci Darah Terancam
KPCDI menyayangkan RS Chasan Boesoirie Ternate menghentikan pelayanan cuci darah karena kehabisan stok jarum fistula. Nyawa pasien terancam.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.