Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) agar tujuan pelaksanaannya tercapai dan tidak menjadi polemik tahunan.
"KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memastikan pemerataan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana sekolah dan tenaga pengajar," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti melalui keterangan resmi yang diterima Tagar, Rabu, 5 Agustus 2020.
Sistem zonasi PPDB jika diterapkan secara konsisten dapat berdampak baik untuk menciptakan keadilan akses pendidikan.
Hal itu disampaikan lantaran KPAI telah menerima sebanyak 224 laporan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB 2020, mulai dari jenjang SD hingga SMA, dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Sistem zonasi PPDB jika diterapkan secara konsisten dapat berdampak baik untuk menciptakan keadilan akses pendidikan. Selain mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga peserta didik, sistem ini dapat menghapuskan paradigma unggulan yang selama bertahun-tahun menciptakan kesenjangan layanan pendidikan," kata Retno.
Baca juga: Pengamat: Aristawidya Mestinya Lolos PPDB Zonasi
Ada 3 pengaduan terkait kasus dugaan kecurangan dalam PPDB, yakni berupa pemalsuan dokumen domisili dan dugaan jual beli kursi di jenjang SMA.
Salah satu laporan dugaan kecurangan berasal dari salah satu SMA di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pengadu mengatakan, sejak awal pihak sekolah tidak memberitahu adanya parameter nilai dalam zonasi secara resmi. Ada dugaan, penggunaan parameter nilai secara terselubung dan praktik jual beli kursi. Namun, kasus tersebut diselesaikan secara musyawarah.
Selain itu, ada beberapa aduan lain terkait kebijakan pelaksanaan PPDB, seperti ketentuan jalur prestasi yang dibuka setelah jalur zonasi dan afirmasi, ketentuan persentase jalur prestasi, ketentuan penggunaan kriteria usia, dan ketentuan domisili yang harus satu tahun sebelumnya berdomisili di daerah tersebut.
Ada pula laporan terkait masalah teknis, seperti kesulitan login dan calon peserta didik terlambat mendaftar PPDB, kekeliruan mengisi data pendaftar, kekeliruan mengisi jalur (reguler/afirmasi), kekeliruan mengisi keterangan fisik, adanya wali murid tidak paham cara mendaftar PPDB secara online, dan verifikasi lambat karena verifikator kesulitan membaca hasil scan data pendaftar yang dikirim ke server.
Baca juga: KPAI Sebut Pelaksanaan PJJ Timbulkan Banyak Masalah
Lantaran banyaknya laporan terkait pelaksanaan PPDB baik di tingkat pusat maupun daerah, KPAI mendorong pemerintah juga melakukan evaluasi di daerah-daerah yang tidak menerapkan juknis PPDB sesuai ketentuan dalam Permendikbud 44/2019.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus konsisten menerapkan aturan zonasi dan tidak mencampur adukan faktor-faktor lain seperti nilai maupun tingkat ekonomi yang tidak sejalan dengan tujuan zonasi," ucapnya.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi nasional KPAI, Senin, 29 Juni 2020, sejumlah dinas pendidikan di berbagai wilayah juga telah menyampaikan beberapa masalah yang dialami selama pelaksanaan PPDB, di antaranya penambahan jumlah siswa dalam satu kelas atau rombongan belajar antara 40-44 siswa, ketentuan dalam Permendikbud PPDB yang selalu berubah-undah setiap tahunnya, daya tampung SMAN yang terbatas, pembiayaan pembangunan gedung sekolah baru, infrastruktur sekolah negeri yang timpang, dan kriteria usia 21 tahun untuk SMA. []