Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta upaya pembangunan Museum HAM Munir oleh pemerintah harus diiringi dengan majunya penanganan masalah HAM di Indonesia.
Harus ada kelanjutan yaitu pengungkapan kasus di level yudisial untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban.
KontraS beranggapan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan janji terkait penanganan sejumlah kasus pelanggaran HAM.
"Kalau misalnya pemerintah sudah punya proyeksi untuk menggagas museum HAM, jangan berhenti (sampai) di tataran itu," ujar Staf Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya Saputra di Kantor KontraS, Jalan Kramat II Nomor 7, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa 10 Desember 2019.
Kontras meminta agar upaya menyelesaikan kasus HAM yang selama ini menggantung maupun masih dalam proses penanganan maju ke dalam level peradilan. Hal itu bagian dari komitmen menyelesaikan kasus HAM di masa lalu dan terkini.
"Harus ada kelanjutan yaitu pengungkapan kasus di level yudisial untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban," katanya.
Sebelumnya KontraS merilis data yang menyebutkan sebanyak 1.056 peristiwa pelanggaran hak berkumpul secara damai terjadi dalam rentang waktu 2015-2018. Data itu diperoleh melalui pantauan KonstraS melalui media, turun langsung ke lapangan, serta informasi dari jaringan.
Koordinator KontraS Yati Andriyani menyebutkan masalah itu sepatutnya mendapat perhatian pemerintah selain penyelesaian kasus HAM di Tanah Air. Dia mengatakan, data itu bukti telah terjadi pelanggaran hak atas berorganisasi maupun berekspresi.
"Situasi kebebasan berkumpul yang dibatasi oleh cara pandang negara, itu tidak hanya melanggar hak warga negara tetapi dapat menimbulkan kebencian, praduga di tengah masyarakat," kata Yati di Kantor KontraS, Jalan Kramat II Nomor 7, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat 6 Desember 2019. []