Oleh: Syaiful W. Harahap*
TAGAR.id - Klaim China atas perairan Laut Natuna, khususnya Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dengan memakai nine-dash line (sembilan garis putus-putus dengan titik-titik imajenier) di Laut China Selatan merupakan pengingkaran atas Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia yang justru sudah diakui dunia melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Batas-batas ZEE semua negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan sudah ditetapkan oleh UNCLOS (dalam gambar garis putus-putus biru). Batas ZEE itu memenuhi hak negara-negara dimaksud untuk membuat kebijakan dan mengeksploitas sumber daya di ZEE tsb. sesuai dengan hukum laut internasional.
Ironis, China sebagai anggota UNCLOS justru tidak menyetujui batas-batas perairan ZEE yang ditetapkan UNCLOS. ZEE Indonesia sejauh 200 mil laut dari batas pantai.
1. Bermula dari Eleven-dash Line Jadi Nine-dash Line
Peta kawasan sembilan garis putus-putus (nine-dashed lines) yang diklaim China secara sepihak mencakup sekitar 90% dari 3,5 juta kilometer persegi perairan Laut Cina Selatan. Celakanya, perairan laut Kepulauan Natuna di bagian utara masuk ke kawasan sembilan garis putus-putus tsb.
Baca juga: China Langgar Kedaulatan RI di Laut Natuna Utara
Jika dilihat peta yang dibuat China nine-dash line mencaplok perairan beberapa negara yang membentang dari utara ke selatan. Di Selatan mencaplok perairan Natuna dengan jarak ribuan kilometer dari daratan China. Nine-dash line ini mencaplok perairan ZEE negara-negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Wilayah perairan yang dicaplok nine-dash line yang dibuat China sepihak meliputi Kepulauan Spratly yang jadi sengketa antara China dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunai Darussalam.
Klaim China tentang nine-dash line bermula tahun 1947 ketika Chiang Kai Sek dari Partai Kuomintang berkuasa di China. Ketika itu Kuomintang malahan membuat eleven-dash line yang mencakup Teluk Tonkin, Vietnam. Eleven-dash line ini juga mencaplok Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank dan Kepulauan Spratly. Begitu juga dengan Paracel yang didapat China dari Jepang setelah Perang Dunia II.
Pada tahun 1953 pemerintah China yang dikuasai Partai Komunis mengeluarkan Teluk Tonkin dari peta eleven-dash line. Peta kekuasaan China di perairan Laut China Selatan selanjutnya memakai nine-dash line. Inilah yang disebut China sebagai dasar historis nine-dash line. Tapi, China lupa kalau ada aturan hukum laut internasional yang harus dipatuhi melalui UNCLOS.
China menjadikan ZEE Indonesia di perairan Laut Natuna yang dicaplok nine-dashed lines sebagai traditional fishing ground. Padahal, UNCLOS sama sekali tidak mengenal traditional fishing ground. Itu artinya lagi-lagi China bertindak sepihak dan merupakan perbuatan melawan hukum (internaisonal). Lagi pula China membuat nine-dashed lines secara sepihak tanpa melalui melalui konvensi hukum laut UNCLOS.
2. Nine-dash Line China Caplok 83.000 Kilometer Persegi Perairan Indonesia di Laut Natuna
Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) tidak mengakui batas perairan China di Laut China Selatan dengan konsep sembilan garis putus-putus. Begitu juga dengan traditional fishing grounds PCA dengan tegas mengatakan konsep itu tidak dikenal dalam UNCLOS.
Konsep traditional fishing grounds diberikan kepada nelayan tradisional sebuah negara di perairan kepulauan tertentu berdasarkan perjanjian bilateral dengan negara lain.
Nelayan tradisional yang dimaksud adalah nelayan dengan perahu atau perahu dengan mesin tempel dan memakai alat pancing untuk menangkap ikan.
Maka, kalau nelayan salah satu negara yang membuat perjanjian bilateral tentang penangkapan ikan tradisional masuk ke wilayah salah satu negara tidak ada proses hukum. Ini dimaklumi karena perahu nelayan tradisional itu tidak mempunyai alat navigasi laut. Maka, perahu nelayan yang tersesat didorong kembali ke perairan negaranya.
Indonesia membuat perjanjian bilateral penangkapan ikan tradisional hanya dengan Malaysia yang tertuang dalam Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies. Ditandatangani di Bali,29 Januari 2012.
Baca juga: Kapal China Curi Ikan di Laut Natuna Tak Bersahabat
Pada tahun 2016 PBB melalui PCA juga sudah menolak klaim China atas pemilikan 90% perairan di Laut China Selatan berdasarkan sembilan garis putus-putus. Putusan ini dibuat PCA atas dasar gugatan Filipina ke PCA terkait dengan pencaplokan perairan Laut China Selatan yang masuk ke wilayah perairan Filipina.
Beijing sendiri menolak putusan PCA dan sebelumnya menolak gugatan Filpina. China sendiri tidak menghadiri sidang, tapi menurut PCA ketidakhadiran China tidak mempengaruhi kekuatan hukum yang diputuskan PCA.
Jika dihitung-hitung klaim nine-dash line China mencaplok 83.000 kilometer persegi perairan Indonesia di Laut Natuna. Ini sama dengan 30% luas perairan laut Indonesia. Sedangkan Brunei kehilangan 90% perairan lautnya. Vietnam 50%. Sedangkan Malaysia dan Filipina kehilangan 80%.
Padahal, berdasarkan konvensi UNCLOS tahun 1982 perairan Laut Natuna masuk dalam ZEE Indonesia (dari berbagai sumber). []
* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id