Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) meningkatkan kesiagaan dengan mengirimkan pasukan guna menggelar operasi siaga tempur menyusul adanya pelanggaran wilayah di perairan Laut Natuna Utara oleh kapal-kapal China di kawasan tersebut.
Sebelum bergerak dari Lapangan Udara TNI Halim Perdanakusumah, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono selaku pemimpin pengendalian operasi siaga tempur mengatakan operasi dilakukan oleh Koarmada 1 dan Koopsau 1.
Sejumlah alat utama sistem senjata (Alutsista), yakni 3 KRI, 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU telah berada di lokasi. Sedangkan dua KRI juga telah bergerak dari Jakarta menuju kawasan perairan Natuna pada hari ini.
Yudo mengatakan, operasi siaga tempur merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Operasi tersebut diarahkan ke wilayah Natuna Utara lantaran kawasan itu tengah menjadi perhatian bersama menyusul adanya pelanggaran di perairan tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menggelar rapat koordinasi antar menteri di kantornya, pada Jum'at, 3 Januari 2020. Rapat tersebut dihadiri antara lain oleh Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Seusai rapat berlangsung, Retno menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia mengeluarkan empat sikap terkait pelanggaran wilayah dan klaim militer China atas kawasan perairan Natuna Utara. Yakni, pertama, pemerintah memastikan adanya pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok (China) di wilayah ZEE Indonesia.
Kedua, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982, Ketiga, Tiongkok merupakan salah satu part (anggota) dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati, implementasi dari UNCLOS 1982.
Baca juga: Diprotes Pemerintah, Dubes China Laporan ke Beijing
Keempat, Pemerintah Indonesia tidak akan pernah mengakui Nine-Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982. []