Lhokseumawe - Setelah terjadinya perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sejumlah kelompok kriminal bersenjata (KKB) malahan bermunculan di Aceh.
Hal tersebut dikatakan Pengamat Terorisme Indonesia Al- Chaidar. Menurut dia, saat ini terdapat dua kelompok yang memiliki senjata api di Aceh, yaitu kelompok jihadis dan KKB etnonasionalis.
“Beberapa hari lalu Aceh kembali bergolak, pihak kepolisian melumpuhkan segerombolan KKB pimpinan Abu Razak dan di saat yang bersamaan maraknya beredar video ancaman dari Kelompok Yahdi Ilar Rusydi melalui media sosial,” ujar Al-Chaidar di Aceh, Minggu, 29 September 2019.
Kelompok-kelompok ini semakin hari semakin banyak diikuti generasi baru, yang didukung persenjataan sebagai modal intimidasi, menculik, dan merampok orang-orang kaya baru.
Al-Chaidar menambahkan, kedua kelompok tersebut menargetkan serangan yang sama, yaitu aparat dan kantor pemerintah, dengan modus operasi yang berbeda. Bahkan, keduanya juga merekrut anggota dari sumber historis yang sama.
Setelah perjanjian damai, lanjutnya, banyak elemen GAM yang kecewa dan menolak masuk ke Komite Peralihan Aceh (KPA), karena menganggap partai politik dalam bingkai demokrasi bukanlah medan juang yang mudah.
“Namun banyak mantan prajurit bawah yang kemudian membentuk pasukan-pasukan sendiri dengan panglima-panglima sagoe (wilayah) sebagai pimpinan, seperti Kelompok Ayah Banta, Din Minimi, Din Robot, Abu Razak, Gambit, Popaye, dan Rebon,” tutur Al-Chaidar.
Dia menilai, keduanya sudah terbiasa dengan situasi konflik dan perang, menyambung tradisi intimidasi, penculikan, bunuh-membunuh antar sesama mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kelompok KKB etnonasionalis, kata Al-Chaidar, cukup sering merusak situasi perdamaian di Aceh. Mereka muncul karena menganggap situasi Bumi Serambi Mekkah yang tidak menguntungkan bagi rakyat dan para mantan kombatan GAM, serta mekanisme program reintegrasi yang membuat mereka kecewa.
“Kelompok-kelompok ini semakin hari semakin banyak diikuti oleh generasi baru setelah tahun 2006, yang didukung persenjataan sebagai modal intimidasi, menculik, dan merampok orang-orang kaya baru,” kata Al-Chaidar. []