Lhokseumawe, Aceh - Dindingnya yang terbuat dari anyaman bambu terlihat sudah sangat usang dan kondisinya memprihatinkan, serta papan kayu sudah sangat lapuk. Begitu juga dengan tiang-tiang penyangga rumah yang sudah kondisinya sungguh tidak baik.
Apabila hujan turun, seluruh isi rumah menjadi terendam karena atap yang sudah bocor. Begitulah kondisi rumah milik Agus Tarmizi, 54 tahun dan istrinya Nurjanifah, 51 tahun, yang tinggal di Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Aceh.
Mereka merupakan keluarga miskin yang tidak mampu memperbaiki kediamannya itu, rumah tersebut hanya berukuran 4x5 meter, mereka tinggal bertiga bersama seorang anak laki-laki yang telah berusia 20 tahun.
Kesehariannya Agus bekerja sebagai buruh tani dan usaha lainnya yang dilakukan adalah mencari Ikan Lele di irigasi yang nantinya akan dijual ke pasar, dirinya bersama istri dan anaknya sudah tinggal di rumah yang tidak layak huni tersebut selama 25 tahun.
Walaupun saya sedang sakit, tapi saya tetap paksa untuk mencetak sebanyak 200 batu-bata dalam setiap harinya.
Bukan hanya itu saja, apabila hujan turun mereka bertiga harus tidur di pondok yang berada di depan rumahnya. Pondok milik pengusaha batu bata tersebut, hanya berukuran sekitar 3x3 meter dan memiliki atap yang bagus.
“Beginilah kondisi kami di sini, kalau sudah turun hujan maka kami harus tidur di pondok depan rumah. Ini semuanya basah, karena atap rumah yang bocor dan kami belum mampu untuk memperbaiki nya,” ujar Agus.
Sementara istrinya, Nurjanifah mengatakan, keluarga mereka hanya mendapatkan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) saja dari pemerintah dan untuk bantuan lainnya mereka tidak pernah mendapatkan sama sekali.
Nurjanifah hanya bekerja di pabrik batu-bata dan untuk sekali cetakan hanya dibayar sebesar Rp 10 ribu untuk satu hari. Jadi untuk satu kali cetak hanya dibayar Rp 50 rupiah, maka ia harus mencetak sebanyak 200 batu-bata dalam setiap harinya.
Baca juga:
- Hidup Pasutri dan 13 Anak di Aceh Huni Gubuk Reyot
- Zohri Sang Pelari, Gubuknya Menyayat Hati
- Gubuk Reot, Istana Lansia di Aceh Sambut Masa Senja
“Walaupun saya sedang sakit, tapi saya tetap paksa untuk mencetak sebanyak 200 batu-bata dalam setiap harinya. Sehingga bisa membantu untuk menambah pemasukan suami,” kata Nurjanifah.
Dirinya sangat berharap adanya batuan dari pemerintah dan uluran tangan pihak lainnya, sehingga kediaman mereka bisa menjadi lebih baik dan layak huni, serta tidak lagi bocor ketika hujan. []