Kisah Masjid Keramat Dicurigai Belanda di Aceh

Sekali waktu, warga hendak menghancurkan sebagian bangunan masjid untuk perombakan, katanya, gagal. Konon, beton masjid tidak hancur sama sekali.
Masjid tua Gunong Kleng di Desa Gunong Kleng, Kecamatan Meurebo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Minggu 2 Agustus 2020. Masjid Gunong Kleng telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, wilayah kerja Provinsi Aceh dan Sumatra utara sebagai salah satu situs Cagar Budaya yang ada di Berat Selatan Provinsi Aceh. (Foto: Tagar/Vinda Eka Saputra)

Aceh Barat – Sewaktu Tagar berkunjung ke masjid ini, hari telah petang. Beberapa lelaki terdengar saling menyeru dari atas sebuah bangunan ruko setengah jadi yang terletak di seberang jalan.

Deru lusinan kendaraan yang lalu-lalang di lintasan Meulaboh-Tapak Tuan ini terdengar kakofoni. Suara teriakan para pekerja bangunan tadi terkadang timbul dan tenggelam karenanya.

Kawasan ini juga merupakan persimpangan yang salah satu jalurnya menuju ke sebuah universitas. Kedai kopi di sudut jalan terlihat penuh oleh pelanggan yang rata-rata merupakan remaja kencur.

Masjid ini saling berhadapan dengan sebuah bengkel sepeda motor. Dari bengkel, orang-orang bisa melihat plang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berisi keterangan bahwa masjid tersebut merupakan situs cagar budaya.

Sore itu tidak tampak ada aktivitas peribadahan sama sekali. Bukan hanya karena sedang kosong jadwal salat wajib, tetapi, karena seluruh aktivitas ibadah telah lama berpindah ke masjid yang baru.

Masjid ini terlihat sangat sepuh dan cenderung mengingatkan rumah tua yang sudah tidak berpenghuni. Kontras dengan bangunan masjid satu lagi yang terletak di sebelahnya.

Masjid Tua Aceh BaratPenampakan dari atas Masjid Gunong Kleng, di Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

Usianya memang tidak muda lagi. Dinding-dinding luarnya hanya papan dengan cat yang telah mengelupas, penuh gigitan rayap serta bercak air.

Di atas teras masjid melintang lisplang yang terdiri dari susunan papan kecil-kecil dengan bilah saling tidak simetris. Lebar kedua sisi teras ini kira-kira setengah meter lebih dari bangunan utama.

Dua buah kubah limasan yang mengapit sebuah kubah bertumpang limas bawang terlihat menjulang di atas atap teras. Sebuah kubah yang berukuran lebih besar tampak menyembul di belakangnya.

Kubah itu terlihat artistik karena lisplang kerawang yang ornamental dengan potongan seperti sayap kelelawar. Adapun kubah terakhir berada di puncak minaret, tempat muazin menyeru orang-orang untuk salat.

Mustaka kubah utama terkesan mirip obelisk yang memiliki mahkota berbentuk bulat mirip vas dengan sebuah tongkat kecil di atasnya. Berbeda dengan mustaka empat kubah lainnya yang cenderung meruncing.

Biasanya, untuk hajatan-hajatan anak-anak. Misalnya, ketika anak itu lahir, nanti saya mandikan anak saya ke masjid tuha (Masjid Gunong Kleng).

Jumlah kubah masjid merujuk kepada lima Rukun Islam, yaitu, mengucap dua kalimat syahadat, melaksanakan salat lima waktu, saum di bulan Ramadan, membayar zakat, serta berhaji bagi yang mampu. Orang-orang menyebutnya "tampong limong."

Masjid Tua Aceh BaratTiang Masjid Gunong Kleng, Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

Masjid ini memiliki satu pintu masuk serta enam jendela. Masing-masing terdiri dari dua papan penutup dengan kisi-kisi agar udara tetap dapat masuk. Pintu masuk sama sekali tidak terkunci sewaktu Tagar berkunjung. Penjaga masjid hanya mencolokkan patok gerendel tanpa menggemboknya.

Hampir seluruh dinding dalam masjid bercat hijau "medium aqua marine" berbeda dinding luar yang berwarna putih pudar. Sebuah tiang kayu seukuran batang pohon kelapa terpacak dengan gagah di tengah-tengah, menyangga kuda-kuda bangunan yang tampak terbuka tanpa plafon.

Tiang itu katanya terbuat dari kayu merbau (Intsia bijuga) yang konon berusia sangat tua, berasal dari hutan setempat. Kebenaran tentang nama jenis kayu tadi sebenarnya masih belum pasti, hanya berdasarkan informasi dari mantan kepala desa atau keuchik setempat yang Tagar tanyai beberapa waktu lalu.

Ruangan masjid boleh jadi tidak lebih luas dari sebuah lapangan tenis di mana jarak mihrab hanya beberapa meter dari pintu masuk. Mihrab beton ini memiliki tiga buah ceruk di mana ceruk tengah memiliki undakan tempat khatib akan menyampaikan khotbah.

Salah satu ceruk berfungsi sebagai ruangan menuju tangga di mana minaret berada. Lebar anak tangganya sama dengan lebar ruangan di mana deret anak tangga itu berada, terasa sempit, hanya muat untuk satu orang saja. Rasa-rasanya anak tangga-anak tangga tersebut tidak dapat mengampu beban injakan lagi. Setiap kali melangkah akan berderit serta bergoyang.

Terdapat satu lagi deret anak tangga yang langsung terhubung dengan lantai minaret setelah melewati deret anak tangga yang pertama. Ruangan di mana deret anak tangga ini berada terasa lebih lapang, tidak seperti sebelumnya.

Tiangnya itu langsung ke atas, satu batang, dulu ramai-ramai diangkat.

Namun, seekor kucing tiba-tiba menyambut Tagar dari arah belakang. Si kucing belang menyuruk di atas beton yang masih satu bagian dengan mihrab serta tidak beranjak sama sekali dari tempatnya, hanya mendesis dengan tatapan mata tajam yang tidak bersahabat.

Tempat Melepas Nazar

Masjid Tua Aceh BaratGayung dan bak mandi bayi yang tergantung di dinding Masjid Gunong Kleng, Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

Namanya Masjid Gunong Kleng. Masjid ini terletak di gampong yang memiliki nama yang sama dengan masjid itu sendiri serta masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Meureubo, Aceh Barat.

Tagar sempat memperhatikan sebuah gayung dan bak mandi bayi tergantung di salah satu dinding masjid. Kenapa kedua benda tersebut sampai ada di dalam masjid?

Menurut Ramlan, struktur pengelola Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Nurul Hidayah atau masjid di sebelah Masjid Gunong Kleng, orang-orang memang kerap mengadakan ritual turun mandi di tempat itu. Banyak juga yang datang dengan tujuan untuk melepas nazar atau dalam bahasa Aceh, Peuleuh Ka'oi.

Tidak heran jika di samping mihrab terdapat lemari berisi barang pecah belah. Gelas serta piring ini untuk kebutuhan para peziarah yang sewaktu-waktu hendak mengadakan kaul.

"Biasanya, untuk hajatan-hajatan anak-anak. Misalnya, ketika anak itu lahir, nanti saya mandikan anak saya ke masjid tuha (Masjid Gunong Kleng). Orang-orang itu, bawa ke situ untuk lepas hajat," terang Ramlan, kepada Tagar, Minggu, 16 Agustus 2020, sore.

Kaulan yang peziarah gelar terkadang bisa dua kali dalam sehari, namun, bisa kurang bisa juga lebih, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Para peziarah tidak hanya berasal dari gampong setempat, tetapi juga dari kecamatan bahkan kabupaten lain.

Masjid Tua Aceh BaratMinaret Masjid Gunong Kleng, Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

Keramat

Pembangunan masjid ini merupakan prakarsa beberapa ulama atau dalam bahasa Aceh, tengku, di antaranya bernama Tgk. Tayeb dan Tgk. Arsyad. Masyarakat setempat ikut membantu pembangunannya secara swadaya kala itu.

Desain Masjid Gunong Kleng merupakan replikasi dari Masjid Raya Baiturrahman. Konon, rombongan ulama setempat pergi ke Kutaraja, atau Banda Aceh saat ini, hanya untuk melihat langsung bentuk dari Masjid Raya Baiturrahman, yang nantinya akan mereka jadikan sebagai contoh.

Sebagai info, peletakan batu pertama Masjid Raya Baiturrahman terjadi pada 1879 kemudian rampung pada 1881. Sementara, pembangunan Masjid Gunong Kleng terjadi pada 1927, berarti, usianya kini telah 93 tahun atau hampir seabad.

Terdapat folklor di balik keberadaan Masjid Gunong Kleng. Warga setempat percaya bahwa para ulama yang memprakarsai pembangunan masjid memiliki karamah, misal, kemampuan untuk meminta agar hujan turun saat kemarau panjang terjadi.

Karamah inilah yang orang-orang percaya menjadi alasan mengapa Masjid Gunong Kleng masih kokoh berdiri hingga saat ini. Betapa tidak, hampir seluruh komponen bangunannya masih bawaan sejak pertama kali berdiri.

Masjid Tua Aceh BaratDeret tangga kedua menuju minaret Masjid Gunong Kleng, Gampong Gunong Kleng, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

"Kayu-kayunya itu masih asli itu. Belum ada yang dirombak lagi. Sengnya sudah jelas, karena sengnya enggak tahan. Tiangnya itu langsung ke atas, satu batang, dulu ramai-ramai diangkat," jelas Ramlan.

Sekali waktu, warga hendak menghancurkan sebagian bangunan masjid untuk perombakan, katanya, gagal. Konon, beton masjid tidak hancur sama sekali, sekalipun dengan bantuan alat berat.

Fondasinya sendiri berasal dari adonan pasir dan putih telur yang katanya super kokoh. Pun begitu dengan dinding betonnya yang tidak mencapai setengah dari ketinggian bangunan masjid semi permanen ini.

Selain menjadi tempat singgah para musafir yang datang dari arah selatan, Masjid Gunong Kleng dulunya tempat istirahat para serdadu Belanda hingga Jepang. Pihak Belanda bahkan mengira masjid ini keraton milik kerajaan Aceh.

Masjid Gunong Kleng pada saat itu merupakan sentral aktivitas peribadahan masyarakat sejumlah gampong. Antara lain, Peunaga Pasi, Peunaga Cut, dan Peunaga.

Bersebelahan dengan masjid tersebut, ada Masjid Nurul Hidayah. Masjid ini berukuran jauh lebih besar dan megah serta berfungsi sebagai masjid utama, menggantikan fungsi Masjid Gunong Kleng yang dulunya memiliki nama persis sama.

Masjid Nurul Hidayah saat ini masih berupa konstruksi bangunan seperempat jadi, hanya ruangan dalamnya saja yang sudah memiliki marmer. Gunungan pasir bekas adukan semen hingga tumpukan papan di beberapa sudut menunjukkan bahwa masjid itu masih dalam tahapan pembangunan.

Sebuah spanduk berisikan keterangan Surat Perjanjian Swakelola (SPS) Masjid Nurul Hidayah berdiri di depan agak ke kanan masjid. Di situ tertulis bahwa sumber dana pembangunannya berasal dari APBA-P dengan nilai kontrak sebesar Rp 189 juta lebih.

Sejatinya Masjid Gunong Kleng mewakili perkembangan masjid tradisional dari masa ke masa. Ini tampak dari bentuk atap tumpang serta kubahnya yang sarat dengan polesan arsitektur tradisional tempo dulu yang tampak akulturatif, antara motif hias lokal dengan ajaran Islam, apakah Anda tertarik untuk mengunjunginya? []

Berita terkait
Jeritan Eks Kombatan GAM Setelah 15 Tahun Damai Aceh
Bunga api kembali menyala di dalam gelap, letupan senapan pun bersahutan kembali, berdesing, bengang dan sangat liar.
Cerita Marhamah, Rumahnya Terbakar di Aceh Tamiang
Marhamah, 64 tahun, hanya bisa tertegun lemas saat melihat petugas pemadam kebakaran di rumahnya.
Karena Tak Ada Bioskop di Aceh
Tak ada bioskop di Aceh, pemuda Ichsan Maulana nonton film Hit and Run dan Joker di Medan, Sumatera Utara. Faisal Al-Banna nonton di internet.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.