Kisah Janda Bolong Jadi Primadona Dibalik Pagebluk di Aceh

Bunga ataupun tanaman hias memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi kaum perempuan. Kendati trah Adam banyak juga yang terobsesi dengannya.
Tanaman hias janda bolong bernama ilmiah Monstera adansonii, yang dijual oleh Khairul, 35 tahun, seorang penjual bunga serta tanaman hias musiman di Meulaboh, Aceh Barat. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

Aceh Barat – Matahari perlahan meninggi, mengiringi kesibukan yang sedang berlangsung di Pasar Bina Usaha Meulaboh, Aceh Barat, Senin, 2 November 2020. Keadaan di pasar itu terasa ingar bingar sejak para pembeli mendatangi lapak-lapak pedagang sayur serta ikan yang berdiri di sepanjang tanggul kali Aneuk Aye.

Lapak-lapak tersebut jalin-menjalin hingga ratusan meter, berhadap-hadapan dengan rumah toko (ruko) yang ada di seberang jalan. Ruko-ruko tersebut kebanyakan bangunan tua yang bertahan dari amukan tsunami, yang kini menjual pelbagai kebutuhan mulai dari bahan dapur hingga perkakas rumah tangga.

Lalu lintas di tempat itu pun cenderung tampak awut-awutan. Ini akibat lebar jalan yang tidak sebanding dengan banyaknya jumlah kendaraan didominasi oleh roda dua yang memanfaatkan jalur tersebut sebagai lintasan dua arah.

Berkali-kali para pengendara harus terjebak serta saling papas muka sepeda motor karena tergesa-gesa ingin mendahului satu sama lain. Namun, jalanan cenderung lebih lengang di sepanjang barisan lapak yang setiap harinya ditempati oleh para penjahit sendal serta sepatu.

Di ujung barisan lapak penjahit sendal serta sepatu itu terlihat seorang lelaki sedang menurunkan sejumlah polybag berisi tanaman dari atas becak ke pinggir jalan. Saat didekati oleh Tagar, dia sedang membetulkan posisi barisan polybag yang baru saja diturunkannya.

Sesaat kemudian, lelaki itu merenjiskan air ke atas tanaman-tanaman tadi dengan air dari dalam botol plastik. Jarak antara masing-masing polybag cenderung rapat sehingga dedaunan tanaman yang rupanya adalah bunga serta tanaman hias itu saling bersentuhan.

Paling banyak terlihat di antara tanaman-tanaman hias itu memiliki helai menjari, persis daun pinang. Terdapat pula tanaman berdaun persis keladi, namun memiliki rongga-rongga berbentuk oval.

Tanaman itu bernama janda bolong yang memiliki nama ilmiah Monstera adansonii. Janda bolong kini tengah jadi primadona serta memiliki harga jual yang cukup tinggi di pasaran.

Lelaki itu juga memiliki tanaman yang jika dilihat dari jauh agak mirip dengan rumput laut. Ia menggantung tanaman tersebut ke atas pohon sehingga daunnya terurai serta berjuntaian.

Sesaat kemudian, seorang perempuan memberhentikan sepeda motor lalu mengedarkan pandangannya ke atas tanaman-tanaman tersebut seolah-olah sedang mencari sesuatu. Sementara itu, kendaraannya dibiarkan tetap menyala.

"Itu berapa, bang?" tunjuknya.

"Rp 20.000 saja, kak," jawab lelaki tersebut.

"Tanaman apa itu, bang?" timpal Tagar di antara percakapan mereka.

"Oh, pinang hias," jawabnya.

Perempuan tersebut baru saja berlalu bersama tanaman hias yang telah dibelinya ketika seorang laki-laki berparas tua datang lantas menanyakan harga janda bolong. Namun, ia tidak berniat ingin membeli sama sekali, tetapi, hanya ingin tahu harga saja.

"Rp 450.000, pak," jawab lelaki itu.

"Umur 4 bulan," tambahnya.

"Mahal, ya," lanjut si penanya.

"He-he-he," lelaki itu menjawab dengan tertawa.

Membaca momen

Saat ini, banyak yang menjadi botanis dadakan, tiba-tiba hafal pelbagai jenis bunga serta tanaman hias bahkan mengoleksi beberapa di antaranya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Khairul, 35 tahun, seorang agen sepeda motor yang belakangan menjadi penjual bunga serta tanaman hias senyampang banyak orang yang ingin membeli.

Bunga di AcehSeorang bapak baru saja menurunkan sebatang bunga anggrek dari atas becak untuk dijual kepada Khairul, 35 tahun, seorang penjual bunga serta tanaman hias musiman di Meulaboh, Aceh Barat, Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

"Baru dua bulan ini," ucap Khairul, ketika Tagar bertanya sejak kapan ia berjualan.

Khairul berjualan di pinggir kali Aneuk Aye, tepat di belakang sebuah mal, atau sekitar 20 meter dari jembatan yang dibangun di sisi jalan menuju Pasar Bina Usaha Meulaboh. Ia akan terlihat di situ bersama bunga serta tanaman hiasnya sejak pukul 7 pagi hingga menjelang tengah hari.

Biasa cari di hutan. Sebelumnya bisa dapat sejuta. Itu cuma setengah hari jualan.

Kebanyakan bunga serta tanaman hias tersebut bukan yang ditanamnya sendiri. Beberapa di antaranya didapat dari hasil membeli, di mana yang menjual adakala datang sendiri.

Ia mengeluarkan modal setengah dari harga jual yang akan ditawarkan kepada pembeli. Tagar menyaksikan sendiri bagaimana sebatang bunga anggrek yang dibeli oleh Khairul seharga Rp 25.000, namun, dibuka dengan harga Rp 50.000 kepada pembeli.

"Modal serta keuntungan 30-50, lah," Khairul menjawab sembari tersenyum.

Pinang hias tampak mendominasi jenis tanaman hias yang dijual Khairul, selain rotundum dan sirih salju. Sementara itu, janda bolong, cemara putri bungsu, serta bunga anggrek putih masing-masing terlihat satu.

Khairul sebenarnya tidak sendiri, ada Helmi, remaja yang datang belakangan kemudian ikut berjualan bunga serta tanaman hias di sampingnya. Bedanya, Helmi menaruh seluruh dagangnnya di atas becak barang.

Di atas becak tersebut terdapat tanaman yang disebut Helmi "tengkorak gampong", sejenis keladi, memiliki ciri khas berupa rusuk yang terlihat menonjol. Tanaman ini dikenal dengan nama keladi tengkorak, sementara nama ilmiahnya adalah Alocasia cuprea.

"Biasa cari di hutan. Sebelumnya bisa dapat sejuta. Itu cuma setengah hari jualan," ujar mahasiswa Fakultas Perikanan di salah satu kampus Aceh Barat itu.

Di tempat yang berbeda, ada Zubaida, 32 tahun. Tidak seperti Khairul dan Helmi, yang dijualnya adalah bunga buatan berbahan utama flanel, kain halus bertekstur seperti kapas serta terbuat dari serat wol.

Baca juga: Nestapa Pemulung Aceh Diusir Camat Hingga Tak Terima Bantuan

Ia berjualan dengan cara memanfaatkan ruangan kecil di belakang mobilnya untuk memajang bunga-bunga tersebut, sementara, untuk menarik mata pembeli, sebagian lagi ditaruh di luar, di atas bekas gulungan kabel yang dimanfaatkannya sebagai meja. Tagar mendapati Zubaida memarkirkan mobilnya di depan pagar Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Senin, 2 November 2020, siang.

Ketika Khairul dan Helmi berjualan sejak pagi hingga menjelang siang, ibu muda asal Kecamatan Arongan Lambalek itu malah memilih berjualan sejak pukul 14.00 WIB hingga menjelang sore. Lokasinya pun selalu berganti-ganti.

"Saya biasanya mencari tempat-tempat orang ramai saja," ujarnya.

Bunga buatan karya Zubaida terlihat cerah ceria serta terkesan menyala di bawah terik siang itu. Kebanyakan memiliki kelopak yang monoton, beberapa di antaranya mirip mawar, sisanya berbentuk bola serta keriting seperti mi.

"Yang paling susah bikinnya, yang bola-bola itu. Bisa tiga jam," kata perempuan yang mengaku baru sebulan berjualan ini.

Bunga-bunga tersebut dijual dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 30.000. Namun, harga bisa saja berubah, "tergantung pesanan," imbuhnya.

Bahan-bahan untuk membuat bunga tersebut tersedia di pasar. Ia tinggal membentuk pola dari flanel kemudian menggabungkannya dengan beberapa bahan lain seperti kawat untuk membentuk tangkai.

Bunga di AcehKhairul, 35 tahun, penjual bunga serta tanaman hias di Meulaboh, Aceh Barat, berpose di samping tanaman hias bernama cemara putri bungsu, miliknya, Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Rino Abonita)

"Kawat beli di toko bangunan," sebutnya.

Zubaida dibantu oleh anaknya dalam membuat bunga-bunga tersebut. Namun, mereka cuma bisa menghasilkan satu bunga dalam sehari.

"Karena kami berdua saja, jadi sedikit jumlahnya," ujar dia.

Kehadiran Zubaida menjadi pembeda ketika para pedagang bunga serta tanaman hias 'hidup' seperti Khairul dan Helmi bermunculan. In casu, ia mengaku punya alasan sendiri.

"Saya tahu, yang saya jual bunga mati. Saya juga memiliki bunga hidup. Namun, ketika duduk-duduk sama keluarga di ruang tengah, kita, kan lagi bikin rak saat itu, lalu saya berpikir, kenapa tidak taruh bunga buatan di situ. Kalau bunga hidup, kan di luar, ini bisa taruh di dalam," tuturnya.

Keuntungan yang didapat Zubaida memang tidak seberapa. Apa yang dilakukannnya diakui sebagai hobi saja.

"Jadi, bukan cari untung. Kalau cari untung, kenapa tidak jualan bunga hidup saja, kan?" pungkasnya.

Alasan Tertarik dengan Bunga

Bunga ataupun tanaman hias memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi kaum perempuan. Kendati trah Adam banyak juga yang terobsesi dengannya.

Rona Julianda, 23 tahun, seorang calon ibu yang tengah menikmati masa-masa kehamilan pertamanya mengaku suka menanam bunga serta tanaman hias karena dapat membuat hati tenang. Ia belajar pentingnya kehidupan dengan merawat makhluk-makhluk flora tersebut.

"Jadi, bukan karena musiman, karena yang lain sedang suka bunga serta tanaman hias, saya jadi ikutan. Dari dulu, di rumah saya, sudah banyak bunga serta tanaman hias yang ditanam," ujarnya.

Rona bilang, bunga serta tanaman hias lebih sedap dipandang jika dipadukan dengan pot berwarna putih. Perpaduan yang menurutnya mampu menciptakan tampilan optis nan estetis yang berasal dari kekontrasan.

"Di rumah ada semua, bahkan untuk tanaman hias. Ada janda bolong, keladi apel, red anjagani, lidah mertua, water melon dan banyak lagi. Tapi, walau bunga serta tanaman hias biasa sekalipun akan terlihat menarik dengan pot putih," katanya.

Musiman Sesaat

Fenomena orang ramai mengoleksi bunga serta tanaman hias dipandang dengan perspektif berbeda oleh Azharul Husna, aktivis perempuan yang tinggal di Banda Aceh. Ia yakin situasi ini akan bernasib sama dengan 'Demam Tulip' di Belanda ratusan tahun silam atau euforia batu akik beberapa tahun lalu.

"Aljadiid maalih. Yang baru-baru manis. Sama kayak hubungan percintaan. Awal-awal sayang, cinta, apa pun dilakukan, beli ini itu. Biaya besar buat kencan 'dijabanin', akal sehat sampai enggak jalan," jelas Nana, sapaan akrabnya, kepada Tagar, Senin, 2 November 2020.

Menurutnya, fenomena ini tidak lepas dari peran pagebluk C-19 yang membuat orang-orang terpicu untuk melakukan hal-hal baru terutama untuk mengisi kekosongan. Bukan cuma soal menanam bunga serta tanaman hias, bahkan sempat muncul wacana berkebun.

"Tapi, ya, itu gaungnya kurang terdengar, sebab berkebun membutuhkan biaya besar dan mahal," cetus Nana.

Baca juga: Mimpi Anak Aceh Penjual Air Nira Jadi Prajurit TNI AU

Ia sendiri menganggap cara sebagian orang yang menyamaratakan antara bunga dengan tanaman hias, salah. "Dedaunan jadi bunga," ketusnya.

Sebagai informasi, hampir semua orang yang ditemui oleh Tagar menyebut tanaman hias dengan "bunga." Belum diketahui alasan di balik penyamarataan sebutan antara dua jenis flora yang sebenarnya berbeda itu.

Pandangan yang lebih kritis dilontarkan untuk menentang sikap orang-orang, terutama kaum ibu, yang dinilainya telah melakukan pemborosan karena cenderung buang-buang duit, bahkan-mungkin-rela menyisihkan uang belanja hanya demi hobi mengoleksi bunga serta tanaman hias. Dia memandang miring sikap seperti itu.

"Harga keladi sebatang yang Rp 250.000 itu sama dengan 2 sak beras organik 10 kilogram untuk ibu-ibu korban konflik di Pidie. Membayangkan resesi ekonomi yang terjadi karena C-19 dan ketahanan pangan kita yang makin jauh dari harapan. Ini bukan tipu-tipu, Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai organisasi pangan dunia merilis proyeksi ini," tegas perempuan yang memiliki nama berasal dari akar kata zahara atau bunga ini. []

Berita terkait
Nestapa Pemulung Aceh Diusir Camat Hingga Tak Terima Bantuan
Saban hari, bersama becak barangnya, Lek Rohim akan berputar-putar di kawasan Jalan Nasional, mengais setiap tong sampah yang ada di Aceh Barat.
Kucing Mahal Milik Mantan Relawan Tsunami Aceh
Kucing menjadi hewan peliharaan favorit sebagain warga Aceh, termasuk seorang mantan relawan kemanusiaan saat tsunami tahun 2004.
Din Minimi, Pemberontak di Aceh Kembali Cinta NKRI
Predikat Minimi resmi Nurdin sandang sejak tahun 2002, ketika dirinya mulai aktif bertempur untuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.