Jakarta - Ditjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian ATR/BPN tengah menggodok juknis Kadaster 3D. Hal ini untuk menunjang pelaksanaan pendaftaran ruang atas tanah dan ruang bawah tanah.
Pemerintah juga tengah menyusun RPP Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah sebagai aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kegiatan penyusunan draf ini berdasarkan penelitian Pilot Project Pengukuran dan Pemetaan di dua Stasiun MRT Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan atas kerja sama antara Ditjen SPPR dengan Departemen Geodesi dan Geomatika UGM.
Penyusunan rancangan juknis Kadaster 3D ini dilaksanakan di Hotel Century, Jakarta mulai dari tanggal 16-18 November 2020.
Juknis Kadaster 3D dapat memberikan dukungan untuk persiapan hak ruang atas dan bawah tanah jika nantinya akan diberlakukan di seluruh Indonesia
"Juknis Kadaster 3D dapat memberikan dukungan untuk persiapan hak ruang atas dan bawah tanah jika nantinya akan diberlakukan di seluruh Indonesia dan dapat membantu dalam pembangunan srategis nasional," papar Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Tri Wibisono pada acara pembukaan Focus Group Discussion (FGD) Pembahasan Draft Petunjuk Teknis Kadaster 3D, Senin, 16 November 2020.
Disebutkan bahwa keterbatasan ketersedian tanah yang berbanding terbalik dengan pembangunan yang semakin pesat dan ditunjang dengan perkembangan teknologi, menyebabkan pelaksanaan pembangunan tidak hanya dilakukan di atas permukaan tanah tetapi di ruang atas dan bawah tanah.
Pemanfaatkan Ruang Bawah Tanah (RBT), RBA (Ruang Bawah Air) dan RAT (Ruang Atas Tanah), sudah berlangsung di negara lain seperti: Dubai, Thailand, London, Jepang dan lain-lain.
"Dalam proses pelaksaannya tidak memerlukan pembuatan lembaga hukum baru karena dalam UUPA tidak menyebutkan RBT, RBA, RAT secara eksplisit," ungkap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Maria S.W. Sumardjono.
Maria mengatakan, saat ini yang diperlukan adalah kontribusi para ahli di bidang perencanaan dan penataan ruang, geologi, kebencanaan, lingkungan hidup, geodesi (untuk pendaftaran 3D), sosial-budaya, ekonomi, dan lain-lain untuk meminimalisasi dampak negatif pembangunan di RBT, RBA maupun RAT.
Selama FGD berlangsung, dipaparkan pula gambaran penyajian data kadaster 3D, baik persyaratan yang dibutuhkan, format data, basis data, visualisasi data, studi kasus dan prototip sebagai upaya integrasi data fisik dan yuridis yang kemudian divisualisasikan dengan sistem informasi kadastral 3D agar mendapatkan hasil yang maksimal.
"Diperlukan adanya integrasi terhadap data fisik dan yuridis yang sudah diverifikasi substansinya untuk kemudian diintegrasi melalui sistem informasi kadaster 3D. Sistem informasi kadastral 3D menyimpan segala bentuk informasi 3R (Rights, Restriction, and Resposibilities) dari persil dan ruang 3D," papar Dosen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, Trias Aditya. []
Baca juga:
- Menteri ATR/BPN: UUCK Menguntungkan Pengusaha Kecil
- Wamen ATR/BPN Kunjungi Papua Barat
- Kementerian ATR/BPN Dapat Penghargaan dari PT PLN