Jakarta – Pada saat peluncuran Merdeka Belajar Episode Lima Belas: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Memendikbudristek) menjelasnkan bahwa kurikulum merupakan instrumen penting yang berkontribusi untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif.
Dalam Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka Kemendikbudristek dijelaskan, bahwa inklusif tidak hanya tentang menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Namun, inklusif artinya satuan pendidikan mampu menyelenggarakan iklim pembelajaran yang menerima dan menghargai perbedaan, baik perbedaan sosial, budaya, agama, dan suku bangsa. Pembelajaran yang menerima bagaimanapun fisik, agama, dan identitas para peserta didiknya.
AN bukan hanya untuk menilai peserta didik dan sekolah melainkan menilai pula kinerja pemerintah daerah melalui hasil penilaian kinerja daerah tersebut nantinya pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan yang lebih sesuai.
“Dalam kurikulum, inklusi dapat tercermin melalui penerapan profil pelajar Pancasila, misalnya dari dimensi kebinekaan global dan akhlak kepada sesama serta dari pembelajaran berbasis projek (project based learning). Pembelajaran berbasis projek ini nantinya akan otomatis memfasilitasi tumbuhnya toleransi sehingga terwujudlah inklusi,” demikian dijelaskan dalam Buku Saku, dikutip, Sabtu, 19 Februari 2022.
- Baca Juga: Kurikulum Merdeka Jadi Jawaban untuk Atasi Krisis Pembelajaran
- Baca Juga: Saatnya Sekolah Menentukan! Begini Kriteria Sekolah yang Boleh Menerapkan Kurikulum Merdeka
Dalam buku saku tersebut juga Kemendikbudristek mengatakan, bahwa dukungan dari orang tua merupakan salah satu kunci keberhasilan penerapan Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, secara konkret orang tua bisa menjadi teman dan pendamping belajar bagi anak serta memahami kompetensi yang perlu dicapai anak pada fasenya.
“Orang tua dapat pula mempelajari buku-buku teks yang digunakan dalam Kurikulum Merdeka melalui buku.kemdikbud.go.id. Kemendikbudristek terus berupaya untuk menghadirkan dan menyediakan buku-buku yang lebih asik, tidak terlalu padat, dan lebih banyak ilustrasi menarik dengan tema yang lebih menyentuh dan relevan,” demikian yang disampaikan dalam Buku Saku Kemendikbudristek.
Dengan begitu, Kurikulum Merdeka dapat terus diterapkan secara berkelanjutan melalui tiga hal. Pertama, regulasi yang fundamental, misalnya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Regulasi dapat menjadi acuan bagi pengembangan kompetensi guru dan kepala sekolah juga banyak hal lainnya.
Kedua, dari sisi asesmen. Kurikulum harus didampingi sistem penilaian atau asesmen yang baik sebagaimana Asesmen Nasional (AN). AN sangat berbeda dengan Ujian Nasional.
AN dirancang bukan untuk menguji pengetahuan, tetapi untuk menilai kemampuan bernalar para peserta didik. AN juga menjadi penilaian yang menggambarkan gagasan sekolah yang ideal.
- Baca Juga: Kurikulum Merdeka Membebaskan Siswa dan Guru Berkolaborasi
- Baca Juga: Mendikbudristek: Penerapan Kurikulum Merdeka Didukung Platform Merdeka Mengajar
“AN bukan hanya untuk menilai peserta didik dan sekolah melainkan menilai pula kinerja pemerintah daerah. Melalui hasil penilaian kinerja daerah tersebut, nantinya pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan konteks masing-masing satuan pendidikan dan daerah,” seperti yang tertulis disana.
Ketiga, dukungan publik. Dukungan publik menjadi hal krusial lainnya dalam keberlanjutan penerapan kurikulum. Dukungan publik yang kuat akan sulit menggoyahkan pergantian kebijakan. []