Dairi - Puluhan pelajar tingkat SMP dan SMK dari Desa Pasir Mbelang, Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, harus melalui jalan yang rusak parah, saat akan ke sekolah.
Jika pun mereka naik angkutan kenderaan pikap L-300, saat musim hujan, tidak jarang para pelajar harus turun dari kenderaan, berjalan kaki di beberapa titik. Telanjang kaki, sepatu dipakai di sekolah untuk mencegah kotor.
Dari Pasir Mbelang, mereka menuju Desa Pamah, kemudian ke Desa Kutabuluh. SMP dan SMK ada di Kutabuluh. Hanya SD yang ada di Pasir Mbelang.
Ini sudah kita laporkan ke Pak Bupati, mohon perhatian
Kepala Desa Pasir Mbelang, Hernita boru Ginting, dikonfirmasi lewat ponsel, Rabu, 30 Oktober 2019, membenarkan hal itu.
Disebut, kondisi itu telah berlangsung lama. Agar bisa digunakan, badan jalan selalu ditimbun warga secara swadaya. Tidak ada anggaran dari kabupaten.
"Sudah lama kali jalan itu rusak. Mereka (pelajar) berangkat sekolah dari sini sekitar pukul 6.30 WIB agar tidak terlambat," kata Hernita.
Terpisah, Camat Kecamatan Tanah Pinem, Asmadi Karo-karo mengatakan, kondisi memprihatinkan seperti di Pasir Mbelang itu juga terjadi di desa lain.
"Prihatin kita melihat kondisi di Kecamatan Tanah Pinem ini. Jalan ke desa, sudah 90 persen tidak layak lagi. Ini sudah kita laporkan ke Pak Bupati, mohon perhatian," kata Asmadi.
Asmadi juga berharap agar anggota DPRD Dairi terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) III, aktif menyuarakan kondisi itu.
Pada Pileg lalu, Dapil Dairi III meliputi Kecamatan Tigalingga, Tanah Pinem dan Kecamatan Gunung Sitember.
Terkait jalan yang rusak parah dari Pasir Mbelang ke Pamah itu, disebut Asmadi, sekitar tujuh kilometer. Tidak ada perawatan, sehubungan tidak adanya anggaran.
Tambang Dolomit
Ditanya apakah kondisi itu terkait dengan adanya tambang dolomit di daerah tersebut, Asmadi tidak menampik. Truk pengangkut dolomit lalu lalang, menambah kerusakan jalan.
Dua tahun saya di sini, selembar pun dokumen terkait tambang tidak ada sampai ke saya
"Truk bermuatan sampai 20 ton. Hancurlah. Di aspal pun itu, setahun pun pasti tidak tahan," ujar Asmadi.
Ditanya nama perusahaan penambang dolomit di daerah itu, Asmadi menyebut tidak mengetahuinya.
"Dua tahun saya di sini, selembar pun dokumen terkait tambang tidak ada sampai ke saya," katanya.
Tambah Asmadi, jika pekerja di lokasi ditanya, disebut pengusahanya beralamat di Medan.
"SKPD terkaitlah ditanya, apakah ada penerimaan pajak dari tambang dolomit itu," ujarnya.[]