KBRI Manila Berikan Dampingan Hukum Agnes Alexandra

KBRI di Manila, Filipina, berikan dampingan hukum kepada Agnes Alexandra, perempuan Indonesia yang ditangkap otoritas Filipina karena bawa narkoba
Agnes Alexandra (kanan) saat ditangkap di Bandara Manila, Filipina, karena membawa shabu seberat 8 kilogram, Senin, 7 Oktober 2019. (Foto: VOA Indonesia/AP)

Jakarta - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, Selasa, 8 Oktober 2019, membenarkan soal penangkapan terhadap perempuan Indonesia dengan inisial AA di Manila, Filipina. 

AA, menurut Judha, ditangkap oleh Philippine Drugs Enforcement Agency (PDEA) pada hari Senin, 7 Oktober 2019, di bandara Manila, sekitar jam empat dini hari, setelah melakukan penerbangan dari Kamboja. Namun, dia menolak menjelaskan secara lebih rinci karena masih dalam proses penyelidikan oleh pihak berwenang di Filipina.

"Yang bersangkutan diduga membawa metaphetamine hidrochlorine atau shabu seberat delapan kilogram dengan nilai sekitar Rp 15,5 miliar," kata Judha.

Setelah menerima informasi mengenai penangkapan Agnes Alexandra, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila, Filipina, segera meminta akses kekonsuleran kepada otoritas setempat. Senin malamnya, kurang lebih jam 7.30 malam waktu setempat, staf KBRI sudah bisa menjenguk Agnes di tahanan.

Menurut Judha, saat dijenguk pihak KBRI, Agnes Alexandra, dalam kondisi baik dan masih menjalani proses penyelidikan. KBRI di Manila menegaskan siap memberikan pendampingan hukum bagi Agnes, jika memang dibutuhkan bantuan pengacara.

Judha belum mau berspekulasi tentang ancaman hukuman yang akan diterima Agnes Alexandra.

"Berdasarkan hukum yang ada di Filipina kalau untuk pengedaran narkotika, ancaman (hukuman) maksimalnya adalah penjara seumur hidup," ujar Judha.

Setelah menjabat pada pertengahan 2016, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengambil kebijakan keras terhadap penyelundupan, peredaran, dan penggunaan narkoba. Tindakan keras tersebut dikabarkan sudah menewaskan hampir tujuh ribu tersangka pengedar narkoba, yang sebagian besar kelas teri. Sementara sekitar 256.500 orang ditangkap.

Kampanye anti-narkoba besar-besaran yang digalakkan Duterte mengejutkan negara-negara Barat karena tidak pernah terjadi sebelumnya di Filipina. Ia pernah diadukan ke Mahkamah Internasional, dituduh melakukan pembunuhan massal tanpa proses hukum.

Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari, mengatakan peredaran narkoba di Indonesia sekarang sudah darurat dan membutuhkan penanganan khusus. Generasi muda, yang jumlahnya mencapai 40 persen dari total penduduk, rentan menjadi penyalahguna narkoba, terlebih karena Indonesia kini juga dilirik menjadi pasar narkoba dunia.

Arman menuturkan faktor ketidakpedulian masyarakat terhadap bahaya narkoba jadi satu kendala dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di Indonesia. [fw/em]/Fathiyah Wardah/VOA Indonesia

Berita terkait
KBRI Singapura Tangani Kasus WNI Diduga Radikalisme
Empat WNI ditangkap di Singapura dengan dugaan radikalisme ditangani oleh KBRI Singapura
WN Indonesia Ditangkap di Manila Bawa Narkoba
Seorang perempuan WN Indonesia ditangkap di Bandara Manila, Filipina, Senin, 7 Oktober 2019 karena membawa narkoba dalam penerbangan dari Kamboja
Aceh Pintu Masuk Narkoba dari Malaysia dan Thailand
Kepala BNN, Komjen Heru Winarko mengatakan, Aceh menjadi pintu masuknya narkoba dari negara lain, seperti Malaysia dan Thailand.