Kaum Ibu Buka Baju di Tobasa, Ini Kata Saut Sirait

Pandangan kritis disampaikan oleh Saut Sirait, seorang pendeta HKBP yang juga dikenal luas sebagai pegiat demokrasi.
Bentrok warga Desa Sigapiton dengan aparat keamanan, di Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, Kamis 12 September 2019. (Foto: Tagar/Istimewa)

Tobasa - Pasca peristiwa aksi buka baju oleh sejumlah omak-omak atau para ibu di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara pada Kamis 12 September 2019 lalu, terus menjadi bahan perdebatan banyak kalangan.

Ada yang menilai aksi itu melanggar etika, ada juga yang menilai masih sebatas wajar, namun tak sedikit yang menghujat karena dilakukan oleh perempuan Batak yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai adat.

Pandangan kritis disampaikan oleh Saut Sirait, seorang pendeta HKBP yang juga dikenal luas sebagai pegiat demokrasi dan pernah aktif sebagai penyelenggara pemilu di negeri ini.

Menurut Saut, peristiwa Sigapiton teramat jelas menampakkan dua sisi yang sama, tapi tidak serupa.

Pertama penggunaan kekerasan, terutama pelibatan aparat keamanan yang dilakukan pihak Badan Otorita Danau Toba (BODT), adalah pelanggaran hukum positif, etika dan prinsip-prinsip kemanusiaan di seluruh dunia. Ke dua, pelanggaran moral, adat istiadat yang dilakukan kaum ibu.

Pelanggaran pihak BODT sangat jelas karena memiliki kekuasaan dan kekuatan. Ini disebut penggunaan kekuasan dengan telanjang. Hak rakyat yang diberi kepada negara menjadi kewenangan yang dapat digunakan menjadi kekuatan, bukan untuk melakukan kekerasan kepada warga negara pemberi hak itu.

"Sekali lagi ini penggunanaan kekuasaan yang telanjang," tukasnya, Minggu 15 September 2019.

Pelanggaran yang dilakukan kaum Ibu Sigapiton bukan karena kekuasaan dan kekuatan yang ada padanya. Membuka baju untuk menentang ketidakadilan yang dirasakannya adalah bentuk "perlawanan" dari "ketidakberdayaan" total.

Tentu saja yang telah menimpuk dengan vonisnya, saya doakan untuk tetap diberkati Tuhan

"Sesuatu yang tidak diinginkannya, bentuk ekspresi yang sesungguhnya mendera, menyiksa dirinya sendiri. Dalam makna tertentu, ini disebut sebagai bentuk pengorbanan. Sekali lagi tidak lain, tidak bukan adalah pengorbanan diri!" katanya.

Sebelumnya, Saut dalam sebuah postingan di akun Facebooknya, banyak tanggapan yang "mengadili", hampir 70 persen menjatuhkan vonis bersalah kepada kaum Ibu Sigapiton.

Dasar hukum, legal formal dan materialnya, terbukti yakni tidak patut, tidak layak, memalukan, tidak menghargai adat, tidak punya harga diri. Sesungguhnya dari kategori "basic law", bukanlah kejahatan tetapi kesalahan.

Selebihnya mempersalahkan pihak BODT, dengan dasar hukum, legal formal material, terbukti melakukan kekerasan dan berdasar "basic law", kekerasan adalah kejahatan bukan kesalahan.

"Tentu, saya tidak ingin mengeluarkan vonis ke tiga untuk mengeluarkan vonis pada pihak yang mengadili. Tujuan terpenting adalah, agar kita semakin memahami, menyadari dan melihat dengan benar dan baik segala sesuatu, dengan dasar berpijak yang utuh, menyeluruh dan penuh," tandasnya.

Meskipun tidak terlalu pas konteks dan titik skopusnya, namun bagi para pengadil yang menjatuhkan vonis pada kaum Ibu Sigapiton, Saut "melabuhkan" secuil menyangkut seorang pelacur yang tertangkap basah (OTT), kemudian dibawa kepada Yesus.

Kata bijak yang ke luar adalah; "Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu". (Kitab Injil Yoh.8:7).

"Kaum ibu di Sigapiton adalah orang yang tidak berdaya, tidak memiliki kuasa dan kekuatan, "the power of the powerless" meminjam istilah Pastor Gustavo Guietirez. Tentu saja yang telah menimpuk dengan vonisnya, saya doakan untuk tetap diberkati Tuhan," pungkasnya.[]

Berita terkait
Warga Tobasa Gelar Ibadah Halangi Alat Berat BPODT
Menghadapi upaya melanjutkan pembukaan jalan ini, puluhan warga Tobasa yang didominasi orang tua menggelar ibadah.
Aksi Buka Baju di Tobasa, Omak-Omak: Demi Tanah Kami
Masyarakat yang tidak ingin tanah adatnya direbut tanpa solusi dari pemerintah bersikeras melakukan perlawanan hingga nekat membuka baju.
Puluhan Omak-Omak di Tobasa Aksi Telanjang Melawan BODT
Sebanyak 20 orang omak-omak atau ibu-ibu di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, melakukan aksi buka baju.