TAGAR,id, Jakarta - Semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum Mardani H. Maming dengan menerapkan prinsip praduga tidak bersalah.
Imbauan tersebut juga ditujukan untuk merespons pernyataan dari pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengenai pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara Mardana H. Maming
"Akademisi, KPK, dan penegak hukum lainnya, serta masyarakat perlu turut menegakkan prinsip praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah tak boleh hanya menjadi jargon belaka," kata Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Abdul Qodir dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, dikutip Minggu, 3 Juli 2022.
Menurut Qodir, pernyataan Fickar dapat menyeret PBNU dan menyerang figur Ketua Umum serta kelembagaan PBNU sehingga dia perlu mengoreksi pernyataannya.
Qodir mengatakan pihaknya menghargai hak setiap orang untuk berpendapat, khususnya hak akademisi untuk menyampaikan pandangannya ke publik. Namun, tambah dia, PBNU berkepentingan untuk menjaga muruah atau marwah institusi mereka dan Ketum PBNU dari berbagai hoaks.
"Kami berkepentingan untuk menjaga muruah institusi PBNU dan Ketum PBNU dari berbagai hoaks serta komentar picisan yang tidak berfaedah mencerdaskan kehidupan publik, bahkan sebaliknya bisa menimbulkan mudarat dan mafsadat," kata dia.
Tidak menyerang PBNU
Menanggapi hal tersebut, Abdul Fickar saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa dalam pernyataannya mengenai pengenaan pasal TPPU dalam kasus Mardani, dia tidak pernah menyerang PBNU.
Dia menjelaskan pernyataannya bersifat umum dan normatif, yakni apabila kasus korupsi yang menjerat Mardani sebagai tersangka dikenakan pasal TPPU, pihak yang menerima aliran dana itu dapat pula terseret dalam kasus tersebut.
"Saya tidak pernah menyerang PBNU. Saya hanya menjawab pertanyaan secara normatif bahwa siapa pun yang menerima sesuatu yang patut diduga berasal dari hasil kejahatan, mereka bisa diklasifikasikan sebagai peserta," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Fickar, pernyataannya merupakan jawaban secara umum dan normatif. Sebagai seseorang yang pernah menjadi staf Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU era kepengurusan K.H. Hasyim Muzadi, Fickar mengatakan jawaban itu bukan ditujukan kepada PBNU.
"Jawaban itu secara umum dan normatif saja, tidak pernah ditujukan pada siapa pun, apalagi PBNU, di mana saya pernah juga menjadi staf pengurus. Jadi, itu jawaban sebagai respons saja dari pertanyaan normatif. Oleh karena itu, jika PBNU keberatan dengan jawaban normatif itu, saya mohon maaf karena itu bukan ditujukan pada PBNU," jelas Fickar.[]
Baca Juga:
- Muktamar Ke-34 NU, Karyono Wibowo: PBNU Perlu Regenerasi
- Puan Apresiasi Kepengurusan PBNU Akomodir Perempuan